Prabowo Sindir Hakim Beri Vonis Ringan Kasus Harvey Moeis: Vonisnya ya 50 Tahun
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto meminta para aparat hukum membersihkan diri sebelum dibersihkan rakyat. Sebab, kata Prabowo, rakyat Indonesia bukan rakyat yang bodoh.
Prabowo pun meminta para hakim memberi hukuman yang setimpal, terlebih dalam kasus korupsi. Bila sudah jelas melnggar dan kerugian negara mencapai trilunan rupiah, hakim tidak boleh menjatuhkan vonis tingan.
“Nanti dibilang Prabowo tidak tau hukum,” kata Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas, Senin, 30 Desember 2024.
Prabowo mengatakan rakyat mengerti persoalan ini. Ketika ada korupsi ratusan triliun rupiah dengan vonis ringan pun, rakyat mencurigai koruptor itu dipenjara dengan fasilitas AC hingga lemari es.
“Tolong menteri permasyarakatan, jaksa agung naik banding. Vonisnya ya 50 tahun kira-kira,” kata Prabowo. “Kita semua mari kita kembali ke jati diri kita 17 agustus 1945, cita-cita pendiri (bangsa) kita.”
Prabowo tidak secara gamblang menyebut kasus korupsi dengan vonis ringan yang dimaksud. Namun, pernyataan Prabowo ini muncul di tengah kontroversi vonis hakim terhadap Harvey Moeis. Harvey yang terlibat kasua korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan kerugian Rp 300 triliun.
Dalam sidang putusan yang berlangsung pada 23 Desember 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Harvey pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp 210 miliar. Jika tidak dipenuhi dari harta bendanya, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Eko Ariyanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Oleh penuntut umum, Harvey Moeis dituntut pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti Rp 210 miliar.
Vonis 6,5 tahun pidana penjara untuk terdakwa Harvey Moeis dalam dugaan korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk, dinilai berdampak negatif pada kasus tindak pidana korupsi serupa.
“Vonis ini mengecewakan tentunya karena tidak akan bisa menyebabkan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya,” ujar mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya saat dikonfirmasi pada Minggu, 29 Desember 2024.
Yudi menggangap vonis 6,5 tahun itu terlalu rendah untuk tindak kejahatan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun. Menurut Yudi, hukuman penjara yang dibacakan oleh Hakim Ketua Eko Ariyanto itu tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
“Walaupun perannya sangat kecil dia tetap pelaku tindak pidana korupsi,” ujar Yudi memprotes. Anggota Satgasus Pencegahan Korupsi Polri itu mengingatkan bahwa sekecil apa pun peran Harvey, tapi korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Harvey, kata Yudi, seharusnya tidak menerima vonis ringan karena bukan justice collabolator dalam membongkar dugaan korupsi di wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022. Sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT , Yudi menilai Harvey pantas dihukum 12 tahun sesuai tuntutan jaksa.
Pilihan Editor: Vonis Ringan Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah, Hakim Dianggap Gagal Memenuhi Rasa Keadilan