Cerita Warga Krayan Mudik Natal, Berebut Pesawat Sampai Bermalam di Hutan
NUNUKAN, KOMPAS.com – Warga dataran tinggi Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, menghadapi tantangan besar dalam perjalanan mudik ke kampung halaman untuk merayakan Natal.
Ratusan warga harus berebut tiket pesawat dan menempuh jalur darat yang berisiko berhari-hari. Mereka melewati jalan rusak, menunggu sungai surut, sehingga harus bermalam di tengah hutan.
“Mau bagaimana lagi, kita di Krayan ini jalur satu-satunya melalui udara. Kalau lewat darat pun, jalannya ekstrem dan kalau hujan, sejumlah sungai banjir, sehingga tidak mungkin kita seberangi,” ujar Camat Krayan Selatan, Oktafianus, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: Payung Geulis Hiasi Ornamen Natal di Gereja Katolik Hati Kudus Tasikmalaya
Ratusan orang tersebut adalah warga Krayan yang pergi ke Kabupaten Nunukan untuk mengikuti ujian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada 11 Desember 2024.
Sekitar 235 orang tersebut sudah mengalami kesulitan saat berangkat ke Nunukan karena jadwal penerbangan yang terbatas. Hanya 2 kali seminggu, dengan kapasitas penumpang 6 orang per penerbangan.
Para peserta PPPK berusaha dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan.
Baca juga: Keberagaman di Misa Natal Palopo yang Berlangsung Khidmat
Beberapa di antara mereka nekat menerobos jalur darat menuju Kabupaten Malinau. Sementara yang lain memilih untuk menuju Kota Tarakan dan melanjutkan perjalanan menggunakan speed boat ke Nunukan.
“Perjuangan mereka tidak mudah dan pastinya tidak murah. Bagaimana awalnya mereka berangkat ke Nunukan, begitu juga saat pulang kembali ke Krayan, demi bisa merayakan Natal,” tambah Oktafianus.
Kondisi sulit yang dihadapi peserta PPPK telah dibahas dalam rapat antara pihak Kecamatan dan Pemda Nunukan.
Hasilnya, Pemda mengirimkan surat dari lima camat di Krayan kepada maskapai Smart Air, Susi Air, dan TNI untuk meminta bantuan.
“Puji Tuhan, kita dibantu TNI AD dengan pesawat Nomad, dan juga ada AURI yang membantu dengan pesawat. Ada juga penambahan penerbangan dari sejumlah maskapai perintis,” kata Oktafianus.
Namun, bantuan tersebut tidak tersosialisasikan dengan baik, sehingga banyak warga Krayan tetap memilih cara awal mereka untuk berangkat.
Beberapa di antaranya kembali pulang melalui Kota Tarakan atau Kabupaten Malinau, serta jalur darat.
“Saya kira dua hari menjelang Natal ini mereka sudah sampai semua di Krayan. Entah yang melalui darat, semoga sudah sampai semua,” harapnya.
Perjalanan darat membawa cerita yang lebih panjang dan mengharukan dibanding mereka yang menggunakan pesawat.
Banyak motor warga yang rusak dan terpaksa ditinggal di Kabupaten Malinau.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil double garden, namun tetap menghadapi kesulitan.
Saat ini, musim hujan membuat jalanan menjadi lumpur, menyulitkan kendaraan untuk melintas, dan meningkatkan risiko kerusakan mesin.
“Kadang mereka ikatkan rantai di ban mobil supaya bisa jalan. Mereka dongkrak mobil pakai balok kayu kalau tertanam di lumpur. Belum lagi kalau mau menyeberangi sungai,” tutur Oktafianus.
Beberapa warga terpaksa bermalam di hutan sambil menunggu air sungai surut, terutama saat hendak melewati Sungai Long Semamu.
“Beberapa warga Krayan juga ada yang menunggu sampai empat hari, dengan bermalam di tengah hutan. Mau bagaimana kalau sungai banjir,” imbuhnya.
Oktafianus dan warga Krayan berharap agar kondisi mereka mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat.
Masalah infrastruktur di Krayan sangat mendesak dan telah memakan korban.
“Jalan utama dari Krayan Selatan menuju Bandara di Long Bawan, Krayan Induk, saat hujan seolah menjadi ladang ranjau yang menyulitkan kendaraan lewat. Kita punya banyak cerita saat merujuk orang sakit ke Tarakan. Ada orang hamil yang melahirkan di tengah jalan. Ada juga yang meninggal di jalanan itu. Jadi, ini memang harus menjadi perhatian khusus,” tegasnya.
Biaya untuk menyewa pesawat perintis juga sangat tinggi, biasanya mencapai Rp 20 juta untuk menerbangkan warga yang sakit ke Tarakan.
“Sudahlah menuju bandara sulit, kita harus pikirkan biaya sewa pesawat, belum biaya berobat. Ini kompleks. Kami semua berharap ini menjadi perhatian pusat, dan Krayan terbebas dari keterisoliran,” harap Oktafianus.