Apa saja tradisi selain Natal yang digelar setiap bulan Desember?
Natal telah menjadi perayaan pada bulan Desember yang paling terkenal di dunia. Perayaan umat Kristen itu terjadi setelah titik balik matahari yang menandai hari terpendek dalam setahun di belahan bumi utara.
Di wilayah lain, jutaan orang di China, Iran, dan Amerika Selatan memiliki perayaan serupa yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Di Iran, sebagian orang Persia merayakan Yalda, peringatan atas kelahiran kembali dewa matahari Mithra.
Adapun di negara-negara Afrika bagian selatan merayakan musim panen pertama pada bulan Desember.
Berikut perayaan pada bulan Desember di sejumlah wilayah di dunia, selain Natal.
Tradisi Dongzhi di China
Warga di China merayakan Dongzhi, atau “datangnya musim dingin” pada bulan Desember.
Perayaan ini dimulai sejak 2,500 tahun lalu, saat Dinasti Han berkuasa.
Perayaan dimulai saat titik balik matahari musim dingin dan berlangsung selama 15 hari.
Perayaan ini merujuk pada konsep keseimbangan dan harmoni menurut tradisi China, yakni Yin dan Yang.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Ketika waktu siang lebih pendek, warga percaya bahwa “Yang” sebagai representasi kehangatan berkurang.
Oleh karena itu, pada masa ini mereka akan memakan makanan hangat untuk melawan dinginnya musim dingin.
“Yin” adalah representasi dari dingin.
Makanan khas pada masa ini adalah tangyuan atau nasi ketan berbentuk bulat yang merepresentasikan simbol reuni dan kesejahteraan.
Panganan khas lainnya adalah pangsit daging, semur daging kambing, serta bubur babao yang terbuat dari kacang-kacangan, kacang tanah, dan buah kering.
Tradisi Yalda di Iran
Yalda adalah perayaan berusia 5.000 tahun di Iran yang dirayakan pada malam titik balik matahari pada musim dingin, yang menandai hari pertama musim dingin dalam kalender Iran.
Yalda juga dikenal sebagai Shab-e Yalda atau Zayesmehr. Nama ini berasal dari kata Suryani kuno yang berarti “kelahiran”.
Dalam agama Zoroastrianisme di Persia kuno, tradisi ini menandai kelahiran kembali Mithra, dewa matahari.
“Kelahiran kembali dewa matahari” menyimbolkan masa keberadaan matahari yang lebih panjang setelah terjadinya titik balik matahari musim dingin.
Mithra melambangkan cahaya, kebaikan, dan kekuatan di bumi.
Perayaan ini diadopsi oleh penganut Zoroaster dari agama Timur Tengah lainnya, Mithraisme.
Yalda merupakan salah satu perayaan terpenting di Persia pra-Islam dan terus dirayakan hingga saat ini oleh penganut Zoroaster di Iran dan di seluruh dunia.
Di masa lalu, perayaan Yalda diisi dengan kegiatan pemberian hadiah, dekorasi rumah dengan tanaman, dan mengizinkan para pelayan untuk memerintah tuan mereka selama sehari.
Orang Romawi diperkirakan mengadopsi praktik ini untuk perayaan titik balik matahari musim dingin mereka, Saturnalia. Setelah itu, praktik ini juga diadopsi sebagai bagian dari tradisi Natal.
Tradisi Capac Raymi di Peru dan Ekuador
Di Peru dan Ekuador, sebagian warganya masih merayakan tradisi kuno Capac Raymi.
Tradisi ini diciptakan oleh Inca, suku yang menguasai sebagian besar Amerika Selatan bagian barat sampai abad ke-16.
Tradisi ini digelar sebagai pernghormatan terhadap dewa matahari, Inti, pada titik balik matahari di musim dingin—sekaligus hari pertama dalam kalender Inca.
Perayaan diisi dengan pengorbanan hewan, meminum chicha de jora (bir jagung), mengunyah daun koka, dan menari.
Abu pengorbanan dikumpulkan dan dibuang ke sungai sebagai persembahan kepada dewa Viracocha, sang pencipta segala sesuatu.
Capac Raymi dianggap sebagai masa ketika pemuda laki-laki diinisiasi sebagai prajurit untuk kekaisaran Inca.
Beberapa desa di wilayah Andes Peru dan Ekuador merayakan Capac Raymi dengan menggelar parade.
Pada masa perayaan ini anak laki-laki berusia enam atau tujuh tahun mendapat celana panjang pertama mereka. Sementara anak-anak perempuan mendapat pita di rambut mereka.
Tradisi Incwala di Afrika
Di banyak bagian Afrika selatan, titik balik matahari musim panas masih dirayakan dengan tradisi yang menandai dimulainya musim panen.
Ini merupakan tradisi kuno di antara kelompok masyarakat seperti Bhaca (yang menyebutnya Ingcubhe), Ndebele (yang menyebutnya Inxwala), Swazi (yang menyebutnya Incwala) dan Zulu (yang menyebutnya Umkhosi Wokweshwama).
Perayaan ini diisi tradisi kepala keluarga mencicipi panen pertama yang dipetik tahun itu, menandai dicabutnya larangan bagi anggota keluarga untuk memakannya.
Momen ini juga digunakan pemimpin suatu bangsa atau negara mencicipi buah pertama.
Tradisi pengorbanan hewan dan pemimpin menghancurkan calabash atau labu liar sebagai penanda bahwa rakyat dapat menikmati hasil panen.
Penguasa Inggris dulu melarang orang Zulu mengadakan upacara ini setelah menduduki wilayah mereka pada masa akhir Perang Inggris-Zulu, pada 1879.
Raja bangsa Zulu, Goodwill Zwelithini, kemudian menghidupkan kembali tradisi ini pada 1990.
Sejak itu, upacara ini diadakan setiap tahun di Istana Kerajaan Enyokeni di Nongoma, Afrika Selatan.
Di eSwatini, yang dulu dikenal dengan Swaziland, perayaan ini disebut Big Incwala.
Big Inchwala dirayakan dengan festival selama enam hari, sekaligus menjadi peringatan monarki eSwatini.
Sebagai penghormatan kepada raja, para prajurit menyiangi ladang milik raja pada hari-hari setelah festival.
Tradisi Kwanzaa warga Afrika-Amerika
Warga Afrika-Amerika pada 26 Desember sampai 1 Januari merayakan tradisi Kwanzaa.
Semangat pembersihkan dan pembaruan jiwa pada tradisi panen buah pertama merupakan landasan bagi perayaan ini.
Kwanzaa berasal dari frasa “matunda ya kwanza”, yang dalam bahasa Swahili berarti “buah hasil panen pertama”.
Kwanzaa dicetuskan pada 1966 oleh Maulana Ron Karenga. Karenga adalah profesor studi Afrika di California State University.
Tujuan tradisi ini adalah mempromosikan nilai keluarga dan sosial tradisional Afrika bagi penduduk Afrika-Amerika di Amerika Serikat.
Baca juga:
- Sekte Kristen kuno yang menjadikan perempuan sebagai pendeta
- ‘Home Alone’ versi kisah nyata: Bocah enam tahun salah naik pesawat dan terbang sendirian ke Orlando
- ‘Kami sudah mengenal Natal sebelum nenek moyangmu menganut Kristen’ – Dampak lagu amal yang menstereotipe rakyat Ethiopia selama puluhan tahun
Baca juga:
- Perayaan Natal sempat diwarnai penolakan di Riau – Kenapa persoalan ini terus berulang?
- ‘Natal memilukan di Betlehem – tidak ada Sinterklas, tidak ada perayaan’
- Natal pertama di panti jompo, tanpa keluarga dan tanpa kemeriahan
Baca juga:
- Natal anak Papua: ‘Saya senang di sini, di kampung ada perang’
- Pemuda Muslim membagikan ‘pengalaman Natal pertama’ di tengah lockdown
- Ketika penganut Kristen melarang perayaan Natal
- ‘Kami sudah mengenal Natal sebelum nenek moyangmu menganut Kristen’ – Dampak lagu amal yang menstereotipe rakyat Ethiopia selama puluhan tahun
- ‘Home Alone’ versi kisah nyata: Bocah enam tahun salah naik pesawat dan terbang sendirian ke Orlando
- Sekte Kristen kuno yang menjadikan perempuan sebagai pendeta