Ini Makna 5 Lukisan ‘Mirip Jokowi’ Karya Yos Suprapto yang Batal Dipamerkan
Pameran tunggal pelukis Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia batal digelar pada Kamis (19/12) kemarin. Diduga hal itu karena Yos menolak menurunkan 5 lukisan dari 30 karyanya. Khalayak menyebut sosok di lukisan-lukisan itu mirip Jokowi.
Ditemui di Galeri Nasional di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Yos bercerita tentang makna lima lukisannya tersebut.
Lukisan pertama berjudul Konoha 1
Yos mengungkapkan, lukisan ini bercerita tentang seorang raja mengenakan mahkota Jawa. Dia duduk di singgasana, sambil menginjak orang di bawahnya.
Menurut Yos, dalam lukisan itu dia bercerita tentang terjadinya kehilangan kedaulatan pangan dan tentang sejarahnya. Kemudian diakhiri dengan lukisan yang menggambarkan penguasa, kekuasaan.
“Kedaulatan pangan tanpa kekuasaan itu omong kosong. Jadi itu gambar tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil. Segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil. Di bawah kaki sang penguasa itu adalah rakyat kecil,” katanya, Jumat (20/12).
Namun, kata Yos, lukisannya itu diinterpretasikan oleh kurator sebagai sesuatu yang vulgar.
“Di situ ada lukisan bergambar seorang raja, bermahkotakan mahkota Jawa yang menginjak kumpulan orang yang saling dengan kuat, ekspresi kesakitan,” katanya.
Selain itu, menurut Yos, kurator juga menyebut lukisan berjudul Konoha 1 itu tidak ada relevansinya antara ketahanan pangan dan kekuasaan.
“Kalau nggak ada kekuasaan nggak mungkin. Itu terjadi. Nah, padahal ini semua adalah kita berbicara soal kedaulatan pangan. Ini karena ini nggak terjadi. Oleh karena itu ya sudah. Kalau memang begini ini nggak bisa diteruskan,” kata Yos.
Lukisan kedua berjudul Konoha II
Lukisan ini bercerita tentang budaya Asal Bapak Senang. Digambarkan dengan visual orang saling menjilat. Juga ada sosok orang-orang yang tidak berbusana.
“Jadi Asal Bapak Senang itu saya terjemahkan jilat pantat itu. Jilat pantat itu kan ekspresi yang sering kita dengar, ya. Ah, itu penjilat. Metaforanya. Ini sering ekspresi yang kita dengar setiap hari kadang-kadang. Ah, itu aneh penjilat,” jelasnya.
Konoha II ini bercerita tentang masyarakat yang hancur lebur karena ada budaya hiperindividu. Budaya ini, kata Yos, menghasilkan sikap mental budaya jilat pantat, Asal Bapak senang.
“Dan itu saya gambarkan secara eksplisit, ya, figur-figur yang saling menjilat,” katanya.
Dua lukisan Konoha itu awalnya sepakat untuk ditutup dengan kain hitam. Namun, akhirnya tetap diminta diturunkan.
Lukisan ketiga
Bercerita tentang petani memberi makan orang berdasi. Kata Yos, awalnya lukisan ini tidak dipermasalahkan. Namun sesaat sebelum pameran dibuka, kurator meminta lukisan ini diturunkan.
“Cerita tentang seorang petani ya, gambarannya lukisan petani memberi makan kepada orang yang berdasi. Menyuapi makanan di mulutnya orang yang berdasi yang berbaring,” ucap Yos.
Menurutnya hal tersebut merupakan fakta. Petani itu produsen bahan pokok makan, tetapi yang paling banyak menikmati hasil keringat mereka adalah orang-orang berdasi.
“Tapi kemudian siapa yang menikmati keringat mereka? Kan, orang-orang urban seperti kita. Orang-orang kaya. Dan itu dilarang juga (dipamerkan),” katanya.
Lukisan keempat
Bergambar petani memberi makan anjing-anjing. Hal tersebut bermakna sebagai umpatan.
“Itu dianalogikan sebagai umpatan. Itu fakta, kok. Itu lho. Nah, yang merasa tersinggung dengan simbol-simbol yang saya gunakan ini, itu ngomong katanya tidak ada relevansi dengan pertanian,” ujar Yos.
“Bagaimana seorang petani tidak relevan dengan konsep pertanian berkelanjutan,” kritiknya.
Lukisan kelima
Menggambarkan seorang petani menuntun sapi menuju ke Istana.
“Petani mana yang tidak bersentuhan dengan peternakan? Petani mana? Itu lho. Jadi ini gambaran real dari kultur yang kita sedang hadapi. Dan saya gambarkan secara eksplisit,” kata pelukis kelahiran Surabaya ini.
Namun, lagi-lagi, lukisan ini juga dianggap vulgar dan tidak bisa dipamerkan.
“Petani membawa sapi yang saya gambarkan, seperti ke Istana. Loh, itu dianggap vulgar,” katanya.
Kendala Teknis
Pameran tunggal Yos ini bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Galeri Nasional, Jakarta. Pembukaan dilakukan pada Kamis (19/12) malam, namun batal.
Galeri Nasional melalui akun Instagram resminya mengatakan dengan berat hati mengumumkan pembatalan pameran tersebut.
“Ditunda karena adanya kendala teknis yang tidak dapat dihindari,” katanya, Jumat (20/12).
Pihak Galeri Nasional juga mengatakan keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan yang matang, demi menjaga kualitas pengalaman pameran yang ingin kami hadirkan.
“Kami memahami kekecewaan yang mungkin ditimbulkan oleh penundaan ini, dan kami mohon maaf kepada seluruh pihak yang telah menantikan pemeran tesebut,” katanya.