Ekonom: Harusnya Pengusaha Lebih Takut PPN 12% dibanding UMP 6,5%
Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 2025 berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja atau PHK massal. Hal inilah yang semestinya dikhawatirkan para pengusaha.
Bhima menyampaikan bahwa PPN 12% akan memicu inflasi yang berujung pada potensi PHK massal. Kenaikan PPN ini juga dibarengi dengan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang naik sebesar 6,5% pada tahun depan.
Namun demikian, dia menyebut bahwa kenaikan UMP tidak memicu PHK.
Baca Juga : Airlangga: Penerapan PPN 12% Bukan Kemauan Pemerintah
“PPN 12% ini memicu inflasi 4,1% sehingga ada kekhawatiran PHK massal bukan karena UMP 6,5%, tetapi karena kebijakan fiskal pemerintah yang agresif menekan daya beli masyarakat,” kata Bhima kepada Bisnis, Kamis (19/12/2024).
Menurutnya, pelaku usaha lebih mengkhawatirkan dampak PPN 12% dibandingkan kenaikan UMP 6,5% pada tahun depan.
Baca Juga : : Warganet hingga K-Popers Gelar Demo Tolak PPN 12% di Istana Negara Hari Ini (19/12)
“Pengusaha seharusnya lebih takut PPN 12% bukan takut UMP 6,5%,” imbuhnya.
Menurut studi Celios, Bhima menerangkan bahwa kenaikan upah minimum berdampak langsung pada pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Dia menyebut, UMP 6,5% berpotensi menciptakan 775.000 lapangan kerja baru.
Baca Juga : : Omon-omon Prabowo PPN 12% Cuma untuk Barang Mewah, Nyatanya…
“Ini disebabkan oleh naiknya UMP dapat mendorong permintaan atau konsumsi secara agregat sehingga meningkatkan geliat ekonomi daerah dan memicu pembukaan lapangan kerja baru,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI) Payaman Simanjuntak mengatakan bahwa kenaikan UMP 6,5% tidak jauh berbeda dari perkiraan umum dengan menggunakan rumus Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (PP 51/2023).
Ini artinya, kata dia, pengusaha seyogyanya sudah dapat mengantisipasi kenaikan UMP pada tahun depan. Selain itu, pengusaha juga diharapkan menerima keputusan itu dengan lapang dada dan melaksanakannya.
Di tahun depan pula, Payaman menyebut kenaikan PPN menjadi 12% hanya diberlakukan untuk barang-barang mewah. Untuk itu, kata dia, tidak perlu ada kekhawatiran dari para pengusaha.
“Sebenarnya bagi produsen tidak berdampak banyak karena barang-barang mewah biasanya dikonsumsi orang-orang berpenghasilan tinggi. Jadi pengusaha tidak perlu khawatir dan mem-PHK karyawan,” kata Payaman kepada Bisnis.
Terlebih, Payaman menyebut permintaan atas barang mewah juga relatif konstan.
“Jadi pengusaha berjalan seperti biasa saja, dengan sedikit penyesuaian dalam sistem pengupahan dan harga jual bila produksi barang mewah,” ujarnya.