Fenomena Remaja Curhat di “Second Account” Berkaitan dengan Kesehatan Mental
KOMPAS.com – Di tengah perkembangan media sosial, kini remaja memiliki kebiasaan baru dalam mengekspresikan diri mereka, yaitu menggunakan second account atau akun kedua.
Berbeda dengan akun pertama yang biasanya untuk menjaga citra diri di hadapan publik, akun kedua menjadi ruang aman untuk berbagi keluh kesah.
Tak sedikit orang yang menggunakan identitas anonim untuk akun kedua.
Baca juga:
- 3 Alasan Orang Tak Pakai Identitas Pribadi untuk Second Account Medsos
- 4 Tips Cegah Dampak Buruk Media Sosial pada Anak, Tegas Aturan
Fenomena ini semakin populer di kalangan remaja yang membutuhkan tempat lebih privat dan otentik untuk mengekspresikan dirinya.
Menurut Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSP, fenomena ini merupakan cerminan dari tingginya stigma dan diskriminasi publik terhadap gangguan kesehatan jiwa.
“Sudah terdapat banyak penelitian yang membuktikan bahwa ketika isu kesehatan jiwa diutarakan secara publik, respons pertama masyarakat adalah menghakimi,” ujarnya dalam Media Briefing Kesehatan Jiwa di Restoran Beautika, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
Penghakiman itu bisa menjadi penyebab mengapa banyak orang, termasuk remaja tidak mau terbuka tentang masalah kesehatan jiwa yang dialaminya.
Menurut Ray, hal itu bisa mengindikasikan adanya kesalahan sistemik pada struktur sosial bahwa belum ada ruang ramah kesehatan jiwa yang optimal di publikm
Hal ini juga menjadi tanggung jawab masyarakat, yaitu dengan merespons keberanian remaja untuk curhat tanpa menghakimi mereka.
Baca juga:
- Hati-hati, Media Sosial Bisa Merusak Percaya Diri Anak
- Umur Berapa Anak Boleh Menggunakan Media Sosial?
Dari segi remaja sendiri, mereka perlu menerapkan keterbukaan untuk mendapatkan dukungan dan solusi yang tepat atas masalah yang dihadapi.
“Selain screening, untuk mendiagnosa masalah kesehatan, seorang remaja harus menerapkan openness atau keterbukaan. Kalau menggunakan second account, hasilnya tidak akan akurat,” jelas Ray.