Presiden Yoon Suk Yeol Dicekal, Dilarang Tinggalkan Korea Selatan
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dilarang meninggalkan negara itu usai gagal memberlakukan darurat militer. Menurut seorang pejabat kementerian kehakiman yang dilansir dari Al Arabiya, pada Senin, 9 Desember 2024, pencekalan itu di tengah meningkatnya seruan agar dia mengundurkan diri dan krisis kepemimpinan yang semakin dalam.
Yoon telah meminta maaf atas upaya penerapan darurat militer yang gagal. Ia menyerahkan nasib politik dan hukumnya kepada Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, namun belum mengundurkan diri. Ia telah menjadi subjek penyelidikan kriminal, menurut laporan media lokal.
Pada hari Senin, Kementerian Pertahanan mengatakan Yoon masih secara hukum menjadi panglima tertinggi. Cengkeramannya terhadap kekuasaan dipertanyakan dengan meningkatnya perbedaan pendapat di antara para perwira militer senior terhadap presiden. Partainya sendiri, PPP, mengatakan akan membentuk satuan tugas untuk menangani pengunduran dirinya.
Oh Dong-woon, kepala Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi, mengatakan dia telah memerintahkan larangan perjalanan ke luar negeri untuk Yoon. Oh Dong-woon menjawab pertanyaan di sidang parlemen tentang tindakan yang telah diambil terhadap Yoon Suk Yeol.
Seorang pejabat kementerian kehakiman, Bae Sang-up, mengatakan kepada komite bahwa perintah larangan bepergian telah dilaksanakan.
Panel tersebut dibentuk pada 2021 untuk menyelidiki pejabat tinggi termasuk presiden dan anggota keluarganya, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk menuntut presiden. Sebaliknya, berdasarkan hukum, panel tersebut diharuskan untuk merujuk masalah tersebut ke kantor kejaksaan.
Yoon Suk Yeol selamat dari pemungutan suara pemakzulan di parlemen pada Sabtu lalu. Partainya telah mendelegasikan kewenangan presidensial kepada perdana menteri yang menjerumuskan negara tersebut ke dalam krisis konstitusional.
Yoon menolak seruan untuk mundur, menurut laporan kantor berita Yonhap. Namun eks menteri pertahanan Korea Selatan Kim Yong-hyun telah ditangkap atas dugaan perannya dalam penerapan darurat militer pada 3 Desember 2024.
Yoon memberi militer kewenangan darurat yang luas pada tanggal 3 Desember untuk membasmi oposisi yang disebutnya “pasukan anti-negara” dan lawan politik yang suka menghalangi. Ia mencabut perintah tersebut enam jam kemudian, setelah parlemen menentang pengepungan militer dan polisi untuk memberikan suara bulat menentang dekrit tersebut.
Oposisi utama Partai Demokrat telah meminta agar Yoon dicabut kewenangannya untuk mengendalikan militer. Partai Demokrat juga menuntut agar Yoon ditangkap.
Pemimpin oposisi Lee Jae-myung memperingatkan pada hari Senin, 9 Desember 2024, bahwa krisis politik mengancam akan menimbulkan kerusakan di Korea Selatan. Kementerian Keuangan dan regulator Korea Selatan mengatakan mereka akan melakukan upaya habis-habisan untuk menstabilkan pasar keuangan dengan menerapkan rencana darurat dan meningkatkan likuiditas pada akhir Desember.