Informasi Terpercaya Masa Kini

Hendra Setiawan, Legenda dan Panutan Bulu Tangkis Indonesia…

0 7

KOMPAS.com – Ketenangan dan akurasi pukulan yang mematikan, dua hal itu menggambarkan sosok pebulu tangkis Hendra Setiawan.

Lebih dari tiga dekade berkarier di dunia bulu tangkis, Hendra kenyang akan prestasi. Semua gelar bergengsi diraihnya di sektor ganda putra.

Meski beberapa kali berganti pasangan, namun ia konsisten mempersembahkan prestasi bagi tim Merah Putih.

Usia bukan halangan baginya untuk terus mengikuti berbagai turnamen, hingga ia dan pasangannya, Mohammad Ahsan, mendapat julukan The Daddies.

Namun, akhirnya di usia yang menginjak kepala empat, Hendra benar-benar memutuskan gantung raket. Indonesia Masters 2025 akan menjadi penutup kariernya sebagai atlet.

Baca juga: Hendra Setiawan Umumkan Pensiun, Indonesia Masters 2025 Ajang Terakhir

Begitu Hendra mengumumkan pensiun, banyak penggemar bulu tangkis merasa kehilangan.

Sejumlah atlet dan legenda bulu tangkis mengungkapkan kekagumannya pada pria kelahiran Pemalang itu.

Hendra bukan hanya sekadar idola di lapangan. Lebih dari itu, ia adalah sosok panutan bagi banyak orang.

Legenda bulu tangkis Inggris sekaligus komentator Gillian Margaret Clark tidak ragu menyebut Hendra sebagai pebulu tangkis sempurna di dunia.

Perempuan yang biasa dipanggil Oma Gill itu mengatakan, Hendra tidak hanya hebat secara skill, namun ia konsisten berada di level tertinggi dalam kurun waktu yang lama.

Hendra juga dianggap sosok yang sportif baik di dalam maupun di luar lapangan.

“Setiap atlet yang memenuhi semua kriteria tersebut berhak untuk disebut sebagai hebat dan bahkan mungkin Greatest of All Time (GOAT). Jika ada pemain bulu tangkis yang mencontohkan semua atribut tersebut, maka dia adalah Hendra Setiawan,” ujar Oma Gill di Instagram-nya.

Baca juga: All England 2023: Hendra Setiawan Catat Prestasi Mentereng, Selalu ke Final dalam 22 Tahun

Sementara itu, partner Hendra di ganda putra, Mohammad Ahsan mengucapkan terima kasih pada Hendra karena selama ini telah membimbingnya.

Hal itu disampaikan Ahsan merespons pengumuman pensiun Hendra Setiawan yang diunggah di media sosial.

Happy retirement koh..terima kasih sudah membimbing dan sabar kepada saya,” tulis Ahsan.

Hendra dan Ahsan sendiri cukup lama bermain bersama. Mereka mulai dipasangkan sejak 2012.

Baca juga: Reaksi Hangat Pebulu Tangkis Dunia Sikapi Hendra Setiawan Pensiun

Ahsan yang sebelumnya berpasangan bersama Bona Septano mengaku minder begitu diumumkan akan ber-partner dengan Hendra.

Sebab, Hendra merupakan pemain berpengalaman dengan banyak prestasi. Bersama Markis Kido, Hendra telah memenangkan sejumlah gelar bergengsi.

“Pastinya tegang, beban itu pasti ada karena saya merasa belum apa-apa, Koh Hendra sudah juara Olimpiade, juara dunia, jomplang kan,” kata Ahsan ketika diwawancara PB Djarum.

Kendati begitu, Ahsan mempunyai keyakinan bisa meraih prestasi bersama Hendra, asalkan ia mau berusaha keras.

Dalam perjalanannya, Hendra banyak membimbing dan memberi masukan yang ditangkap positif oleh Ahsan.

“Koh Hendra membimbing, dia kasih masukan. Tipe saya kan yang berapi-api, Koh Hendra kan kalem, jadi balance,” ujar Ahsan.

Selama berpasangan, Hendra dan Ahsan meraih banyak gelar juara. Seperti Kejuaran Bulu Tangkis Dunia, All England, Asian Games, SEA Games serta sejumlah gelar lainnya. Sayangnya pasangan ini belum bisa meraih medali emas Olimpiade.

Baca juga: Pensiun, Ini Profil dan Prestasi Pebulu Tangkis Hendra Setiawan

Emas di Beijing

Bagi seorang pebulu tangkis, medali emas Olimpiade merupakan sebuah pencapain tertinggi. Hal ditorehkan Hendra Setiawan ketika berpasangan dengan almarhum Markis Kido di Olimpiade Beijing 2008.

Hendra-Kido tampil apik di ajang empat tahunan itu, meski banyak yang mengira mereka tidak akan mencapai partai puncak.

Hal itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, di perempat final Hendra-Kido harus berhadapan dengan wakil Malaysia Koo Kien Keat-Tan Boon Heong.

Pasangan Malaysia itu adalah satu-satunya ganda top dunia yang belum pernah Hendra-Kido kalahkan sebelum berangkat ke Beijing.

Dikutip dari Harian Kompas edisi 21 Oktober 2017, Hendra bercerita, meski lawan yang dihadapi berat namun ia tidak terlalu peduli. Baginya, yang lebih penting adalah fokus pada setiap pertandingan.

Hasilnya pun cukup manis Hendra-Kido untuk pertama kalinya berhasil mengalahkan Koo-Tan dua set langsung 21-16, 21-18.

Saking girangnya, Hendra-Kido langsung berteriak dan berpelukan bersama pelatih Sigit Pamungkas, sampai mereka tidak sempat bersalaman dengan Koo/Tan seusai pertandingan.

Sementara di semifinal Hendra-Kido berhadapan dengan ganda putra Denmark Lars Paaske-Jonas Rasmussen.

Pertandingan yang berlangsung sengit itu akhirnya dimenangkan Hendra-Kido dalam pertandingan dua set, 21-19 dan 21-17.

Kemenangan atas wakil Denmark mengantarkan Hendra-Kido melaju ke partai final melawan ganda unggulan tuan rumah, Cai Yun/Fu Haifeng.

Sebelum pertandingan, Hendra mengaku sempat tegang. Ia sulit tidur dan tidak berselara makan karena memikirkan pertandingan melawan Cai Yun/Fu Haifeng di final.

“Saya tidak bisa makan dan tidur, sebenarnya lapar, tetapi enggak punya selera untuk makan,” tutur Hendra.

Namun pada partai final yang berlangsung di Beijing University of Technology Gymnasium, China, Hendra-Kido tampil menjanjikan. Sempat kalah di set pertama, Hendra-Kido berhasil menumbangkan Cai Yun/Fu Haifeng di set kedua dan ketiga.

Kegembiraan meledak di tribune penonton Indonesia ketika smes Hendra Setiawan tak mampu dikembalikan pasangan Cai Yun/Fu Haifeng. Pertandingan berakhir dengan skor 12-21, 21-11, 21-16.

Berkat kemenangan itu trasdisi emas Olimpiade berlanjut pada tahun 2008. Hendra-Kido jadi satu-satunya pebulu tangkis Indonesia yang meraih medali emas di Olimpiade Beijing. Momen itu semakin istimewa karena menjadi kado manis bagi Indonesia yang merayakan hari ulang tahun pada 17 Agustus 2008.

“Kami bangga bisa mempertahankan tradisi emas dan meneruskan prestasi yang sudah diraih Ricky (Subagja)-Rexy (Mainaky)serta Candra (Wijaya)-Tony (Gunawan) di Olimpiade. Ini juga hadiah untuk ulang tahun kemerdekaan Indonesia,” ujar Kido dalam Harian Kompas edisi 18 Agustus 2008. 

Saling melengkapi

Kesuksesan Hendra-Kido meraih gelar bergengsi termasuk emas Olimpiade Beijing 2008 tidak lepas dari kekompakan mereka di lapangan. Meski gaya bermain mereka jauh berbeda, namun keduanya saling melengkapi.

Markis Kido sangat ekspresif, penuh semangat, dan meledak-ledak di lapangan. Sebaliknya, Hendra sangat kalem dan jarang memperlihatkan emosi.

Lewat ketenangannya, Hendra yang bertubuh jangkung berperan mengatur bola di depan net. Sementara Kido yang bertubuh gempal dan pendek berperan sebagai tukang smes dengan pukulan kerasnya.

Menurut Hendra, satu hal yang menyatukan mereka di lapangan adalah gaya bermain menyerang.

“Kami cocok bermain bersama karena sama-sama suka menyerang dan bukan tipe pemain bertahan,” ujar Hendra.

Prestasi gemilang yang diraih Hendra-Kido di dunia bulu tangkis tidak didapat dengan instan. Mereka melalui perjuangan yang panjang sejak masa kanak-kanak.

Hampir setiap hari Hendra  dibonceng ayahnya, Ferry Yoegianto, naik motor ayahnya dari Pemalang ke Tegal untuk berlatih bulu tangkis klub Sinar Mutiara Tegal. 

Hendra kemudian pindah ke Jakarta pada 1997 untuk bergabung dengan klub Jaya Raya, di bawah asuhan pelatih Retno Kustiyah.

Di sana ia langsung dipasangkan dengan Kido sejak berusia 15 tahun dan mengikuti sejumlah kompetisi tingkat taruna.

Dalam perjalannnya, Kido lebih dulu bergabung ke Pelatnas PBSI Cipayung pada 2001 sebagai pemain tunggal. Sedangkan Hendra bergabung ke pelatnas pada 2002.

Hendra sempat berpasangan dengan Joko Riyadi sebelum kembali berpasangan dengan Kido pada tahun 2003. 

Dukungan keluarga

Bagi Hendra dukungan dari keluarga merupakan hal penting bagi kariernya.

Dalam Harian Kompas edisi 21 Oktober 2017, Hendra mengatakan bahwa keluarga merupakan penyemangat ketika ia berada di titik terendah. Sebelum mengikuti turnamen besar Hendra selalu teringat nasi tim buatan ibunya. 

Hendra bercerita, ketika meraih medali emas Olimpiade Beijing 2008 ia langsung menelpon orangtuanya. Hal itu merupakan kebiasaan yang selalu dilakukan setelah menjalani pertandingan.

Meski selalu mendukung, namun ibunya jarang menyaksikan penampilan Hendra. Alasannya karena tak bisa menahan rasa tegang. Sang istri juga memlih tidak menonton Hendra ketika ia meraih medali emas Olimpiade Beijing. 

“Istri saya juga seperti itu. Waktu saya dapat emas, dia enggak nonton. Katanya mules kalau harus nonton saya. Padahal, karena baru jadian, tadinya ingin ditonton pacar, tetapi ternyata dia enggak nonton,” tutur Hendra.

Leave a comment