Cerita Film Horor Indonesia Rajai Bioskop di Kamboja, Banyak yang Suka dengan danquot;Mak Lampirdanquot;
PHNOM PENH, KOMPAS.TV – Film Indonesia mendapat tempat istimewa di hati penonton Kamboja, khususnya untuk genre horor.
Hal ini diungkapkan Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Santo Darmosumarto, Selasa (3/12/2024).
“Kalau kita berkunjung ke mal, berkunjung ke bioskop, setiap hari akan ada film Indonesia yang diputar, walaupun memang dialihbahasakan ke bahasa Khmer, tapi film Indonesia itu sangat terkenal di sini terutama film horor,” ungkap Santo dikutip dari Antara.
Popularitas film horor Indonesia di Kamboja bukanlah fenomena baru.
Ek Shophoeun, warga Kamboja yang bekerja di Kedutaan Besar Indonesia, menyebutkan bahwa masyarakatnya telah lama menggemari film horor Indonesia. Ia mencontohkan film Mak Lampir yang sempat populer di negara tersebut.
“Dulu itu kita juga sangat mengenal film Mak Lampir, film ini terkenal,” kata Ek.
Baca Juga: Menang di 30 Negara, Presiden Prabowo Dukung Film “Women From Rote Island” Berlaga di Oscar 2025
Wacanakan Festival Film Indonesia
Merespons antusiasme ini, Kedutaan Besar Indonesia berencana menggelar Festival Film Indonesia pada tahun 2025. Inisiatif ini bertujuan memperkuat identitas film Indonesia yang selama ini ditayangkan dalam bahasa Khmer.
“Jadi supaya mereka ‘ngeh’ film yang kalian tonton itu film-film Indonesia bukan film Hollywood, karena kan dialihbahasakan ya, khawatirnya mereka mengira film dari Myanmar, dari Thailand,” jelas Santo mengenai latar belakang penyelenggaraan festival tersebut.
Dilansir dari Antara, film horor Indonesia berjudul “Perjanjian Setan” karya sutradara Farid Dermawan yang dirilis September 2024 di Indonesia, saat ini sedang tayang di jaringan bioskop Legend Cinema di Kamboja.
Hubungan baik Indonesia-Kamboja tidak hanya tercermin dalam bidang perfilman. Ek Shophoeun menyebutkan bahwa popularitas budaya Indonesia di Kamboja juga tidak terlepas dari peran historis Indonesia dalam proses perdamaian negara tersebut.
Baca Juga: Sinopsis Film Darah Nyai, Balas Dendam Murka sang Nyai Pantai Selatan
Indonesia tercatat sebagai pendukung utama perdamaian Kamboja saat negara itu dilanda konflik.
Peran aktif Indonesia dimulai dengan penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting I (1987) dan II (1989), yang kemudian berujung pada Perjanjian Paris 1991 yang mengakhiri konflik berdarah di Kamboja.