Saat TV Tak Lagi Dibutuhkan di Rumah
Di sebuah rumah modern, televisi biasanya dianggap sebagai barang wajib, alat hiburan dan informasi yang tidak tergantikan.
Namun, ada kalanya keputusan untuk tidak memiliki televisi menjadi pilihan yang semakin banyak dipertimbangkan, terutama dengan berkembangnya dunia digital.
Dalam beberapa tahun terakhir, saya melihat semakin banyak orang yang memilih untuk tidak mengganti televisi mereka setelah rusak, atau bahkan sengaja tidak membeli sama sekali.
Bukan karena mereka tidak menyukai hiburan, tetapi lebih karena dunia hiburan telah berubah begitu cepat.
TV, yang dulu menjadi pusat perhatian, kini dianggap kurang relevan dengan kehidupan masa kini.
TV yang Tak Lagi Menarik
Sebuah kenyataan yang tak bisa diabaikan bahwa acara TV hari ini sering kali hanya mengulang tema yang sama.
Kita bisa melihat bagaimana tayangan yang seharusnya menghibur atau mendidik, kini sering kali hanya berisi gossip yang tidak penting, sinetron yang tidak ada ujungnya, atau reality show yang hanya mengejar sensasi.
Apakah itu hiburan yang benar-benar kita inginkan di tengah kesibukan sehari-hari?
Fenomena ini semakin jelas ketika melihat data dari DataReportal (2024), yang menunjukkan bahwa sebanyak 66,5% populasi Indonesia kini telah terhubung dengan internet.
Dari angka tersebut, hampir setengahnya, atau 49,9%, aktif menggunakan media sosial.
Ini menunjukkan pergeseran besar dalam cara kita mengakses hiburan dan informasi. TV, yang dulunya menjadi pilihan utama, kini kalah saing dengan kebebasan memilih hiburan yang bisa diakses kapan saja lewat ponsel atau komputer.
Bahkan, survei dari Nielsen Indonesia (2022) menunjukkan bahwa pemirsa televisi di Indonesia kini didominasi oleh usia 50 tahun ke atas, sementara generasi muda lebih suka mengakses konten melalui perangkat mobile atau layanan streaming.
Hal ini mengindikasikan bahwa televisi, yang dulu menjadi tempat keluarga berkumpul bersama, kini hanya diminati oleh segmen pasar yang lebih tua.
Sementara anak muda lebih memilih platform digital yang menawarkan hiburan lebih sesuai dengan minat mereka.
TV Sebagai Beban
Selain alasan hiburan yang kurang menarik, ada alasan praktis mengapa orang-orang kini mulai meninggalkan televisi.
Salah satunya adalah soal proses pindah rumah. Banyak orang yang merasa bahwa televisi adalah barang besar dan berat yang justru menjadi beban saat pindahan.
Di Indonesia, banyak rumah yang masih disewa, sehingga kita harus sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Proses memindahkan barang-barang besar dan rapuh seperti televisi tentu tidak mudah.
Tidak hanya itu, kita juga harus memikirkan cara meletakkan atau menggantungnya dengan aman.
TV yang besar dan berat itu bisa menjadi masalah besar. Bahkan, ada banyak orang yang lebih memilih untuk tidak repot-repot membeli televisi baru.
Apalagi jika tidak ada jaminan bahwa acara-acara yang ditawarkan akan sesuai dengan kebutuhan hiburan keluarga mereka.
Tanpa televisi, setidaknya kita bisa lebih bebas berpindah tanpa harus memikirkan barang besar yang harus dipindahkan.
Hiburan yang Lebih Personal dan Praktis
Apa yang menggantikan televisi di rumah?
Jawabannya adalah media sosial dan layanan streaming. Kini, semakin banyak orang yang memilih untuk mengakses konten hiburan melalui platform digital yang lebih fleksibel.
Dengan smartphone di tangan, kita bisa menonton film atau acara TV kapan saja dan di mana saja.
Tidak ada lagi jadwal yang harus kita ikuti, atau acara yang dipaksakan untuk ditonton hanya karena tidak ada pilihan lain.
Menurut We Are Social (2024), jumlah pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai 167 juta orang, atau sekitar 60,4% dari total populasi.
Angka ini semakin menunjukkan bagaimana kita beralih ke konsumsi media yang lebih personal dan berbasis pada preferensi pribadi.
Melalui platform seperti YouTube, Netflix, TikTok, atau Instagram, kita bisa menikmati konten yang sesuai dengan minat dan kebutuhan kita, kapan saja dan di mana saja.
Hal ini tentu memberikan kebebasan lebih, karena kita tidak lagi terikat oleh jadwal siaran TV.
Kita bisa memilih untuk menonton drama Korea di malam hari, menyaksikan video tutorial di siang hari, atau mengikuti berita terkini tanpa perlu menunggu jam tayang tertentu.
Ini adalah bentuk hiburan yang jauh lebih praktis dan mudah diakses, dan tentunya lebih sesuai dengan gaya hidup modern yang serba cepat.
Kehilangan Hiburan Kolektif?
Namun, ada satu hal yang patut kita renungkan. Di balik semua kenyamanan dan kebebasan yang ditawarkan oleh hiburan digital, kita juga perlu menyadari bahwa kita semakin terpisah satu sama lain.
Dulu, menonton televisi adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama dalam keluarga. Sering kali, acara TV menjadi ajang untuk berkumpul dan berdiskusi.
Kita bisa berbagi tawa saat menonton acara komedi atau berdiskusi tentang isu yang muncul di berita.
Kini, dengan adanya pilihan hiburan digital yang lebih pribadi, ada kekhawatiran bahwa kita kehilangan bentuk hiburan yang bersifat kolektif.
Pergeseran ini juga mencerminkan budaya yang semakin individualistis.
Kita cenderung lebih fokus pada hiburan yang dapat dikonsumsi secara pribadi, tanpa perlu bergantung pada orang lain atau waktu tertentu.
Apakah ini berarti kita kehilangan kesempatan untuk terhubung dengan orang lain melalui pengalaman bersama, seperti yang pernah kita alami dengan menonton televisi bersama?
Bisa jadi, inilah tantangan utama dalam dunia hiburan digital. Seberapa banyak kita masih bisa mempertahankan interaksi sosial yang berarti, meski hiburan kita semakin bersifat individualistik.
Kesimpulan
Di dunia yang semakin terhubung, keputusan untuk tidak memiliki televisi di rumah bukanlah hal yang aneh lagi.
Ini adalah pilihan yang masuk akal, terutama di tengah kemajuan teknologi yang memungkinkan kita untuk mengakses hiburan lebih personal dan fleksibel.
Namun, kita juga perlu bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap menghadapi dampak sosial dari perubahan ini?
Apakah hiburan digital yang kita nikmati akan menghubungkan kita lebih erat dengan orang lain, atau justru menjauhkan kita dari pengalaman sosial yang dulu bisa kita nikmati bersama?
***
Referensi:
DataReportal. (2024). Digital 2024: Indonesia.Databoks. (2022). Survei Nielsen Indonesia: Mayoritas Pengguna Televisi di RI Berusia 50 Tahun ke Atas.Dwi Riyanto, A. (2024). Hootsuite (We Are Social): Data Digital Indonesia 2024.