Tentara Makin Habis, Israel tak Mampu Terus Lanjutkan Agresi
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Pasukan penjajahan Israel (IDF) terus mencari cara-cara baru untuk menambal terus berkurangnya tentara mereka. Dengan angka kematian yang terus bertambah serta penolakan bertugas yang makin marak, Israel tak akan mampu melanjutkan terus menerus agresi di Gaza dan Lebanon.
Layanan bagi pasukan cadangan di IDF telah melonjak dari rata-rata sebelum perang yaitu 25-42 hari selama satu hingga tiga tahun, menjadi sekitar 136 hari per tahun untuk tiap tentara penjajah selama masa perang.
Komandan cadangan bertugas lebih lama pada tahun 2023-2024, dengan rata-rata 168 hari per tahun, dengan tentara tertentu bertugas di garis depan sekitar 142 hari, sementara tentara cadangan bertugas di Front Depan sekitar 121 hari.
Meskipun IDF mengatakan bahwa 85 persen dari pasukan cadangan masih muncul untuk bertugas, secara anekdot, The Jerusalem Post melaporkan bahwa banyak unit tertentu jumlah pendaftarannya jauh lebih rendah, bahkan ada yang mendekati 50 persen. Ini sebuah potensi ancaman bagi kemampuan militer untuk melanjutkan berbagai agresi yang sedang dilangsungkan Israel di Gaza, Tepi Barat, dan selatan Lebanon.
Kekurangan pasukan cadangan juga terjadi karena pemerintah Israel terjebak pada undang-undang yang secara resmi dan permanen meningkatkan masa tugas prajurit wajib militer dari 32 menjadi 36 bulan, untuk cadangan dan perwira karir; serta pada undang-undang yang menekan komunitas Yahudi Ortodoks Haredi untuk bergabung dengan IDF dalam jumlah yang lebih tinggi.
Sumber-sumber IDF mencatat bahwa sejak agresi dimulai tahun lalu, sedikitnya 800 tentara telah terbunuh, 5.346 orang terluka, dan 11.944 orang telah diperiksa untuk kemungkinan masalah medis akibat pertempuran. Sejak agresi darat ke selatan Lebanon pada Oktober lalu, sedikitnya 50 tentara Israel tewas. Patut dicatat, jumlah inipun hanya klaim IDF karena Hizbullah melaporkan mereka menghabisi tentara IDG dua kali lipat angka IDF itu.
Sementara di utara Gaza, tentara IDF juga bertumbangan. Perlawanan pejuang Palestina terus melakukan perlawanan sejak pengepungan Gaza Utara dua bulan lalu. Ratusan serangan dilakukan perlawanan di wilayah Jabalia, yang terkini membunuh empat tentara Israel.
Merujuk Jerusalem Post, ini berarti bahwa IDF membutuhkan setidaknya 7.000 tentara baru untuk menggantikan mereka yang sudah tewas dan cacat permanen. IDF mungkin membutuhkan lebih banyak lagi karena banyak dari tentara yang dirawat menderita gangguan stres pasca-trauma dan tidak dapat terus bertugas.
Berdasarkan perspektif tersebut, sumber-sumber IDF mengatakan bahwa meskipun IDF mendapatkan tingkat kehadiran 100 persen dari 3.000 pemanggilan terhadap komunitas Haredi, masih dibutuhkan ribuan lagi prajurit baru atau untuk memperpanjang waktu tugas ribuan prajurit guna menutupi kerugian selama ini. Sementara dari 3.000 Haredi yang dipanggil itu, sejauh ini hanya 300 yang memenuhinya.
Ditekankan bahwa kerugian belakangan terlalu besar untuk mempertahankan agresi seperti yang telah dilakukan IDF selama 14 bulan belakangan. Sumber-sumber IDF mengatakan bahwa tugas militer saat ini adalah menemukan jalan keluarnya, untuk mencapai tujuan perang yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menganalisis berbagai bagian IDF, jalur perwira karier saat ini terdiri dari 51 persen perwira yang ditugaskan dan 49 persen bintara, sementara itu terdiri dari sekitar 70 persen laki-laki dan 30 persen perempuan. IDF mengatakan bahwa mereka masih kehilangan sejumlah besar perwira karir yang beralih pekerjaan ke sektor swasta. Ini karena gaji tentara yang jauh lebih rendah dibandingkan di sektor swasta.
Rata-rata gaji komandan sekitar 16.000 shekel per bulan, lebih rendah dibandingkan dengan petugas penjara sekitar 18.000 shekel per bulan, dan polisi sekitar 19.000 shekel bulan. Situasi ini merupakan bahaya besar tambahan bagi masa depan IDF, kata sumber yang dikutip Jerusalem Post.