BCA Respons Medsos dan Tagihan Listrik Bakal Jadi Indikator Penilaian Kredit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik atau telepon sebagai bagian dari indikator penilaian kredit.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, Senin (11/11).
Menanggapi hal ini, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, mengatakan perseroan akan mendukung rencana pemerintah dan akan berkomunikasi dengan seluruh stakeholders termasuk regulator terkait rencana kebijakan OJK tersebut.
“Tentu diskusi ini kalau nanti akan dibutuhkan, dilanjutkan, kami tentu akan comply dan kita akan mengikuti seperti apa arahan dari regulator,” kata Hera dalam acara Indonesia Knowledge Forum XIII – 2024, di Hotel The Ritz Carlton Jakarta, Selasa (12/11).
Menurut Hera, penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik atau telepon sebagai bagian dari indikator penilaian kredit ini bisa menyasar ke seluruh sektor. Apalagi yang menggunakan sosial media sebagai untuk kebutuhan pemasaran.
“Jadi menurut kami bisa menyeluruh ke banyak sektor dan mungkin sudah ada kajian awal yang dimiliki oleh regulator sehingga akhirnya mengeluarkan sebuah formulasi baru untuk penilaian masyarakat,” kata Hera.
Sebelumnya, Hasan menjelaskan, keberadaan Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) akan melengkapi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK yang menjadi acuan para lembaga pembiayaan dalam menilai calon debiturnya.
“Kita semua ini individu yang selama ini tidak punya data historis kredit, biasanya kalau ingin mengakses pendanaan dari perbankan, dari fintech lending, dari multifinance ditolak karena kita belum punya track record, belum punya sejarah kredit sebelumnya. Nah, dengan adanya Alternative Credit Scoring, dia memanfaatkan data-data di luar historis kredit,” kata Hasan di Mall Kota Kasablanka, Senin (11/11).
Hasan mengatakan, data-data historis yang dimaksud berasal dari kegiatan calon debitur di sosial media. Kemudian catatan pembayaran utilitas seperti tagihan listrik, telepon, apartemen, dan lain-lain.
Penilaian skor kredit nantinya akan mengacu pada SLIK, PKA, dan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Meski begitu, Hasan menyebut LPIP lebih banyak memanfaatkan data historis kredit dengan model tertentu dalam menyediakan credit scoring.
Menurut Hasan, kehadiran PKA bakal membuka akses bagi pihak yang masih unbanked, serta memperluas segmen pasar baru bagi para peminjam. Di samping itu, PKA juga bisa mencegah potensi gagal bayar.