Sulistina Sutomo, Mawar Revolusi yang Mekar di Sisi Sang Singa Podium
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
—
Intisari-online.com – Surabaya, 10 November 1945. Langit kota pahlawan berselimut asap dan debu.
Deru mesiu beradu dengan pekikan semangat para pejuang yang tak gentar menghadapi gempuran tentara Sekutu.
Di tengah kobaran api perjuangan, terselip kisah cinta yang tak kalah heroik.
Kisah tentang seorang perempuan tegar bernama Sulistina, yang berdiri teguh di sisi suaminya, Sutomo alias Bung Tomo, sang orator ulung yang membakar semangat arek-arek Suroboyo.
Sulistina, bukanlah perempuan biasa. Ia adalah mawar revolusi yang mekar di tengah medan perang.
Lahir di Malang pada 25 Oktober 1925, Sulistina muda telah digembleng oleh semangat perjuangan.
Ia bergabung dengan Palang Merah Indonesia (PMI) di Malang, mengabdikan diri untuk merawat para pejuang yang terluka.
Di sanalah takdir mempertemukannya dengan Bung Tomo, sang singa podium yang suaranya menggetarkan jiwa.
Pertemuan pertama mereka terjadi di tengah suasana revolusi yang berkecamuk.
Bung Tomo, yang kala itu memimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), terkesima dengan dedikasi dan keberanian Sulistina.
“Ia bagai bidadari di tengah medan laga,” kenang Bung Tomo dalam memoarnya. Sulistina, di sisi lain, tertarik dengan kharisma dan semangat juang Bung Tomo yang membara.
Cinta mereka bersemi di tengah desingan peluru dan dentuman bom. Bung Tomo, yang menyadari ketulusan hati Sulistina, memutuskan untuk melamarnya.
Namun, situasi perang memaksa mereka untuk menunda pernikahan. “Kita akan menikah setelah Indonesia merdeka,” janji Bung Tomo kepada Sulistina.
Janji itu akhirnya terpenuhi pada 19 Juni 1947. Pernikahan mereka dilangsungkan secara sederhana di Malang, di tengah suasana perjuangan yang masih menggelora.
Sulistina, dengan setia mendampingi Bung Tomo, menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi sang suami.
“Sulistina adalah belahan jiwa saya, teman seperjuangan, dan sumber kekuatan saya,” tulis Bung Tomo dalam sebuah surat cinta kepada Sulistina.
Sebagai istri seorang pejuang, Sulistina tak hanya diam di rumah. Ia aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan.
Ia mendirikan dapur umum untuk membantu para pengungsi, mengobati para pejuang yang terluka, dan membangkitkan semangat para perempuan untuk turut berjuang.
“Perempuan memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan,” ujar Sulistina dalam sebuah wawancara.
“Kita tidak boleh hanya diam dan menunggu. Kita harus turut serta membela tanah air.”
Sulistina juga menjadi penopang bagi Bung Tomo dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin perjuangan.
Ia selalu siap mendengarkan keluh kesah Bung Tomo, memberikan semangat, dan mengingatkan akan tujuan perjuangan mereka.
“Sulistina adalah orang yang selalu ada untuk saya, apapun yang terjadi,” ujar Bung Tomo.
Perjuangan Sulistina dan Bung Tomo tidak selalu mudah. Mereka harus menghindari kejaran tentara Sekutu, berpindah-pindah tempat, dan hidup dalam kesederhanaan.
Namun, mereka tetap tegar dan pantang menyerah. Cinta mereka justru semakin kuat ditempa oleh cobaan dan rintangan.
Setelah Indonesia merdeka, Sulistina dan Bung Tomo terus berjuang untuk membangun negeri. Mereka aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan politik.
Sulistina mendirikan Yayasan Bung Tomo, yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan. Ia juga menjadi anggota DPR RI dan aktif menyuarakan aspirasi rakyat.
Sulistina adalah sosok perempuan inspiratif yang patut diteladani. Ia adalah pejuang, ibu, dan istri yang setia. Ia menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perjuangan dan pembangunan bangsa.
Kisah cinta Sulistina dan Bung Tomo adalah kisah cinta yang abadi. Cinta mereka lahir di tengah kobaran api revolusi dan terus bersemi hingga akhir hayat mereka.
Mereka adalah pasangan pejuang yang saling mencintai dan mendukung, bahu-membahu berjuang untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa.
Sulistina meninggal dunia pada 31 Agustus 2016 di usia 91 tahun. Ia dimakamkan di samping pusara suaminya, Bung Tomo, di TPU Ngagel Rejo, Surabaya.
Meskipun telah tiada, namanya akan selalu dikenang sebagai mawar revolusi yang mekar di sisi sang singa podium.
Sumber:
Buku “Bung Tomo: Suamiku” karya Sulistina Sutomo
Wawancara dengan Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo dan Sulistina Sutomo
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
—