Populer: Cuan Pedagang Gorengan; Vietnam Akan Produksi Susu di RI
Kabar mengenai pedagang gorengan yang meraup cuan menjadi berita populer di kumparanBISNIS sepanjang Minggu (27/10).
Selain itu, ada juga informasi mengenai Vietnam yang memproduksi susu di Indonesia. Berikut rangkumannya.
Cuan Pedagang Gorengan
Iwan, pria 30 tahun yang kini berprofesi sebagai penjual gorengan, mengaku tidak terpengaruh fenomena menurunnya daya beli yang tengah terjadi saat ini.
Menurut pengakuannya, gorengan tetap laku dalam kondisi perekonomian saat ini. Dari modal yang dikeluarkan sebesar Rp 800 ribuan, Iwan bisa meraih omzet kotor di kisaran Rp 1,3 juta sampai Rp 1,4 juta.
“Omzetnya paling Rp 1.300.000 sampai Rp 1.400.000, modal sekitar Rp 800.000-an,” kata Iwan, penjual gorengan, kepada kumparan.
Bakwan dan tahu goreng jadi dua teratas jenis gorengannya yang paling laris. Sehari-hari, Iwan berjualan gorengan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Berbagai macam fenomena ekonomi telah dilewati Iwan sebagai pedagang gorengan, selama itu pula dia bertahan. Mulai dari pandemi hingga resesi yang melemahkan daya beli, pedagang gorengan tetap eksis.
Sebab, udah lebih dari separuh umur Iwan dihabiskan untuk melakoni profesi sebagai penjual gorengan. Pemuda yang kini berusia 30 tahun itu, sudah mengadu nasib di ibu kota Jakarta dengan berdagang gorengan sejak 2005, 19 tahun silam.
Tak hanya di pinggir jalan, ternyata gorengan juga dapat dengan mudah ditemui di dalam mal. Salah satu mal yang menyediakan segmen khusus gorengan adalah AEON Mall, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Di sini, pengunjung dapat dengan mudah menemui banyak gorengan di bagian Food Street AEON Mall Tanjung Barat. Meskipun variasi gorengan di tempat semacam ini dibuat seakan akan lebih layak di jual dengan harga tinggi.
Jika di pinggir jalan yang biasanya laris adalah tahu, tempe, bakwan dan cireng, maka yang ada di sini adalah berbagai macam gorengan berbau Jepang.
Mulai dari karaage, tempura, dan kakiage atau bakwan Jepang. Harga gorengan di sini pun agak berbeda, ada di kisaran Rp 9.000 sampai Rp 15.000 per item.
Dalam publikasi berjudul ‘Cerita Data Statistik untuk Indonesia-Kehidupan Sehat dan Sejahtera’ yang dipublikasi pada 30 September 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk yang mengkonsumsi gorengan meningkat hingga 51,7 persen pada tahun 2023 dibanding sebelumnya 45 persen pada 2018.
Tercatat juga bahwa makanan berlemak/berkolesterol/gorengan itu dikonsumsi rata-rata oleh anak usia 3 tahun ke atas yang memakannya sebanyak 1 sampai 6 kali seminggu.
Ekonom pangan dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, menyebut bagi masyarakat Indonesia, gorengan dapat menggantikan makanan utama seperti nasi, roti, dan mi instan. Sebab, harga gorengan yang terjangkau dan mudah ditemukan.
Hal ini juga tercermin dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024. Dalam data tersebut, pengeluaran per kapita masyarakat selama seminggu lebih banyak dikeluarkan untuk gorengan ketimbang mi instan dan roti.
Pengeluaran per kapita masyarakat selama seminggu untuk gorengan mencapai Rp 2.996, lebih tinggi dari pengeluaran untuk mi instan di angka Rp 2.564 atau roti di angka Rp 2.248.
Dalam data yang sama, konsumsi beras per bulan pada Maret 2021 di angka 6.700 turun menjadi 6.499 pada Maret 2024. Selain itu, mi instan juga mengalami penurunan dari 4.807 pada Maret 2022 turun menjadi 3.708 pada Maret 2024.
Anak muda juga memandang gorengan sebagai salah satu panganan favorit. Salsyabilla Sukmaningrum misalnya, yang kerap mengeluarkan uang Rp 10.000 hingga Rp 15.000 untuk membeli gorengan.
“Biasanya kalau membeli gorengan itu bisa Rp 10.000-Rp 15.000, cuma itu untuk ramai-ramai ya, bukan untuk sendiri, mungkin kalau untuk konsumsi sendiri Rp 5.000 sih gorengannya itu juga gorengan kan macem-macem,” cerita Salsya.
Salsya juga mengungkap dirinya tidak hanya menyukai gorengan ‘abang-abang’ yang ada di pinggir jalan. Ia juga bercerita kerap membeli berbagai jenis gorengan, seperti gorengan Korea dan gorengan Jepang.
“Kaya makanan Korea, makanan Jepang, itu kan juga ada varian gorengannya kan, itu juga kadang suka beli. Jadi enggak hanya terbatas gorengan abang-abang aja, gitu,” terus Salsya.
Vietnam Produksi Susu di Indonesia
Investor dari Vietnam siap memasok 1,8 juta ton susu. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan pasokan susu tersebut akan digunakan untuk persediaan susu gratis guna program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program andalan Presiden Prabowo Subianto.
“Untuk susu sapi kita mengundang investor dari Vietnam, dia berani produksi susu 1,8 juta, kita impor 3,7 juta, berarti separuh kan. Kami mau kawal,” kata Amran dalam keterangan tertulis seperti dikutip kumparan pada Minggu (27/10).
Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan 1,8 juta ton susu dari Vietnam untuk program Makan Bergizi Gratis bukanlah skema impor, melainkan pembangunan fasilitas peternakan di Indonesia.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Kementan Arif Cahyono, menegaskan Kementan mengundang investor asal Vietnam untuk membangun industri sapi perah di Indonesia, bukan mengimpor susu.
“Perlu ditegaskan bahwa Indonesia tidak merencanakan impor 1,8 juta ton susu dari Vietnam. Kebijakan yang diinisiasi oleh Kementan adalah mengundang investor asal Vietnam untuk membangun industri sapi perah di Indonesia dengan tujuan meningkatkan produksi susu nasional, bukan untuk mengimpor produk susu,” katanya kepada kumparan, Minggu (27/10).
Nantinya, fasilitas peternakan yang dimaksud akan dibangun di Poso, Sulawesi Tengah. Investor Vietnam tersebut rencananya akan membangun peternakan di lahan seluas 10.000 hektare.
“Investor asal Vietnam yang berminat mengembangkan industri sapi perah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, rencananya akan mengelola lahan seluas 10.000 hektare dan membangun fasilitas pengolahan susu yang diproyeksikan akan menghasilkan produksi susu hingga 1,8 juta ton,” lanjutnya.