Respons Perbankan soal Prabowo yang Mau Terbitkan Perpres Pemutihan Utang
Presiden Prabowo Subianto berniat memperbaiki penyaluran kredit bank ke pengusaha, termasuk petani, nelayan hingga UMKM, dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemutihan utang para pelaku usaha atau pengusaha. Nantinya, Perpres tersebut akan menghapus hak tagih oleh bank kepada peminjam yang utangnya dihapusbukukan.
Bagaimana respons perbankan mengenai rencana kebijakan Prabowo tersebut?
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, menyambut baik rencana Prabowo mau mengeluarkan aturan tersebut.
“Kami sependapat untuk kredit kecil kepada UMKM, petani dan nelayan. Terutama akibat force majeure dan bencana nasional termasuk COVID-19,” ujar Royke kepada kumparan, dikutip pada Jumat (25/10).
Selain BNI, Bank Mandiri juga memastikan mendukung program pemerintah. Corporate Secretary Bank Mandiri, Teuku Ali Usman, mengungkapkan salah satu hal yang menjadi komitmen Bank Mandiri adalah dukungan terhadap program di sektor strategis yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dapat kami sampaikan, Bank Mandiri sebagai salah satu lembaga keuangan BUMN tentu mendukung dan menyambut baik program pemerintah, khususnya di sektor strategis dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih inklusif,” ungkap Teuku Ali.
Sementara itu, EVP Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn, mengungkapkan pihaknya akan mencermati duku mengenai rencana Perpres yang akan dikeluarkan Prabowo tersebut.
“Sebagai perbankan nasional, BCA akan senantiasa mencermati dan sejalan dengan kebijakan dari pemerintah, regulator, dan otoritas perbankan, termasuk rencana Perpres pemutihan utang pelaku usaha,” kata Hera kepada kumparan.
Hera menuturkan BCA akan menunggu rincian dari Perpres tersebut dan segera berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai implementasi aturan itu.
“Pada prinsipnya, saat ini kami akan menunggu rincian Peraturan tersebut. Kami juga senantiasa berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan implementasi rencana kebijakan ini,” ujar Hera.
Dalam menyalurkan kredit, BCA tetap berpegang pada prinsip yang sangat hati-hati. Saat ini rasio loan at risk (LAR) BCA per September 2024 adalah 6,1 persen, angka ini membaik dari posisi tahun lalu di mana LAR mencapai 7,9 persen.
“Ke depan, BCA optimistis dalam penyaluran kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, sehingga kualitas pinjaman tetap terjaga. Sebagai informasi, rasio LAR mencapai 6,1 persen per September 2024, membaik dari posisi setahun lalu di angka 7,9 persen. Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di tingkat yang terjaga 2,1 persen,” jelas Hera.
Selanjutnya, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga, Noviady Wahyudi atau Dede, menunturkan pemerintah harus mengkomunikasikan detail Perpres pemutihan utang itu terlebih dahulu.
Meski langkah ini memiliki niat baik, agar para petani juga nelayan bisa kembali mendapatkan akses pinjaman, Dede menilai komunikasi dibutuhkan agar tidak ada moral hazard yang timbul. Dia menyoroti kewajiban seseorang membayar utang yang telah diambil.
“Harapannya sebetulnya meskipun intensinya untuk membantu, tapi yang mungkin harus dikomunikasikan yang lebih tepat supaya tidak ada moral hazard gitu ya. Jadi memang ada kewajiban yang harus diperlukan,” terang Dede di sela-sela acara CIMB Niaga Jurnalisme Inspiratif: Journalist Class & Workshop, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/10).
Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo menyebut Prabowo bakal menerbitkan Perpres pemutihan utang pada pekan depan. Nantinya, Perpres tersebut akan menghapus hak tagih oleh bank kepada peminjam yang utangnya dihapusbukukan.
“Mungkin minggu depan, Pak Prabowo akan teken suatu Perpres. Pemutihan. Pemutihan, sedang disiapkan oleh Pak Supratman Menteri Hukum. Sedang disiapkan. Semua sesuai dengan undang-undang. Mungkin minggu depan, saya berharap minggu depan ya beliau akan tanda tangan Perpres pemutihan,” ungkap Hashim dalam diskusi ekonomi Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta Selatan pada Rabu (23/10).
Hashim mengungkapkan Perpres ini didasari keberadaan 6 juta orang yang merupakan nelayan, petani, dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang tidak bisa mendapat kredit perbankan karena masih memiliki utang.
Adik kandung Prabowo ini juga menjelaskan dari 6 juta orang tersebut, utang yang dimiliki juga beragam mulai dari utang era krisis moneter 1998 sampai utang sejak 2008. Alhasil, 6 juta orang tersebut saat ini memiliki masalah pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).