Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Kolonel Azwar Syam Anggota Marinir Pernah Tampar Prabowo Subianto Berkali-kali,Ini Sosoknya

0 3

SURYA.co.id – Kisah Kolonel Azwar Syam pernah menampar Prabowo Subianto berkali-kali cukup menarik untuk diulas.

Pasalnya, Prabowo kini mengaku malah rindu dengan tamparannya.

Hal ini diungkapkan Prabowo saat berkunjung ke Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (25/2/2017) silam.

Ketika itu Prabowo bertemu dengan Azwar Syam.

Tangan Azwar Syam langsung menampar keras pipi mantan Danjen Kopassus tersebut.

Baca juga: Nggak Nyangka Lihai Tirukan Gaya Prabowo ‘Biar Rakyat Yang Menilai’ Bocah SD Dijamu Makan Prabowo

Namun, tamparan itu tidak membuat Prabowo marah.

Ia malah rindu dengan tamparan sang senior.

“Saya rindu dengan tamparannya,” kata Prabowo Subianto sambil tersenyum, melansir dari Tribun Timur.

Ya, Prabowo tengah bernostalgia bertemu Azwar Syam saat melakukan kunjungan ke Palu.

Karena itu, saat bertemu Azwar Syam, Prabowo meminta lelaki tua itu menampar pipinya.

Pertemuan Prabowo dan Azwar kembali jadi sorotan saat menghadiri acara Silaturahmi Halal Bihalal dan Syukuran Abituren Akabri 1971-1975 tahun 2024′ pada Sabtu (4/5/2024).

Azwar Syam yang duduk di kursi roda tampak bercengkarama dengan Prabowo Subianto.

Prabowo Subianto yang menggunakan baret merah bintang empat terlihat tertawa kala mengenang sosok Azwar Syam.

Mantan Danjen Kopassus itu bilang, bahwa Azwar Syam ini sosok yang galak.

“Galak banget,” kata Prabowo disambut tawa tamu pensiunan TNI lainnya.

Meskipun Azwar Syam dikenal galak, Prabowo menerangkan, berkat beliaulah ia menjadi jenderal.

“Tapi kita jadi jenderal karena beliau,” kata Prabowo.

Azwar Syam mengenang kisah ketika ia menampar Prabowo kala itu.

Suatu ketika saat semua taruna Akabri sedang apel, salah seorang di antara mereka terlambat.

Akhirnya, Prabowo Subianto selaku komandan regu harus mengambil risiko dengan dihukum.

“Saya berikan hukuman berat karena dianggap dia tidak mampu mengurus anak buahnya,” tutur Azwar Syam.

Hukuman demi hukuman selalu diberikan oleh Azwar Syam kepada anak begawan ekonomi, Soemitro Djoyohadikusumo, yang sudah terkenal saat itu, termasuk menampar wajah.

“Tamparan itu bukan hanya sekali-dua kali, tetapi berkali-kali,” ujar Azwar.

Azwar Syam saat ini menjadi tenaga pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik Palu.

Ia mengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Sejak akhir tahun 1980-an, dia dipindahtugaskan ke Palu sebagai Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut.

Dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Sospol Provinsi Sulteng.

Di bidang politik, Azwar pernah menjabat sebagai Ketua Golkar pada masa Orde Baru.

Prabowo Pernah Disumpahi Legenda Kopassus

Selain itu, ada kisah menarik lainnya tentang masa lalu Prabowo Subianto.

Prabowo ternyata pernah disumpahi oleh legenda Kopassus, Sintong Panjaitan.

Dan menariknya, sumpahan Sintong tersebut kini jadi kenyataan.

Lantas, bagaimana detik-detik Sintong Panjaitan menyumpahi Prabowo?

Serta apa isi sumpahannya yang kini jadi kenyataan?

Hal itu tertuang pada buku “Perjalanan Seorang Prajurit, Para Komando, Sintong Panjaitan” karya Hendro Subroto.

Pada buku tersebut dikisahkan, semua berawal dari hubungan Prabowo yang memburuk dengan Sintong Panjaitan ketika masih sama-sama aktif di militer.

Kala itu, tepatnya pada 5 Mei 1985.

Adapun Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan kala itu sudah menjabat sebagai Komandan Kopassandha tetapi belum dilantik.

Saat itu, Kolonel Bambang Sumbodo, Asisten 3/Personel, melaporkan bahwa seharusnya Prabowo Subianto selaku Wakil Komandan Detasemen-81/Antiteror sudah pindah dari Kopassandha ke Kostrad berdasarkan surat perintah KSAD yang sudah lama diterimanya.

Kala itu, Sintong Panjaitan terkejut setelah sadar bahwa surat itu ditandatangani KSAD Jenderal TNI Rudini pada saat Brigjen TNI Wismoyo Arismunandar menjabat sebagai Komandan Kopassandha.

“Mengapa Prabowo belum dipindahkan ke Kostrad oleh Pak Wismoyo Arismunandar?” tanya Sintong Panjaitan kepada Kolonel Bambang, seperti tertuang dalam narasi buku yang ditulis Hendro Subroto tersebut.

Sebagai tindak lanjut, Sintong Panjaitan memerintahkan asisten personel untuk membuat surat perintah pemindahan Prabowo dari Kopassandha ke Kostrad.

Adapun Sintong Panjaitan langsung menandatanganinya.

Kepada penulis, Sintong Panjaitan mengatakan, ia tidak tahu-menahu tentang awal mula pemindahan Prabowo, karena pada waktu itu ia baru pindah dari Pusdik Kopassandha di Batujajar, Bandung Barat, ke Mako Cijantung, Jakarta.

Dasar pemindahan Prabowo yang dilakukan oleh Sintong Panjaitan, semata melaksanakan surat perintah KSAD yang sudah lama disimpan di arsip asistern personel Kopassandha.

Jabatan Prabowo pada waktu itu adalah Wakil Komandan Detasemen-81/Antiteror yang bukan merupakan jabatan teras dalam jajaran Kopassandha.

Seharusnya setelah menerima surat perintah pemindahan, Prabowo cukup melapor kepada atasannya langsung, kala itu atasan Prabowo adalah Letkol Luhut Panjaitan.

Menurut prosedur yang berlaku, mereka yang dapat melakukan corps’ report kepada Komandan Kopassandha setelah menerima surat perintah pemindahan ialah para asisten, komandan grup, komandan detasemen, dan kepala dinas.

Namun, kala itu, Prabowo tetap bersikukuh meminta waktu untuk corps’ report.

Meskipun hal tersebut berlawanan dengan prosedur.

Pada waktu itu, Sintong Panjaitan pun menerima Prabowo di ruang kerjanya.

Ketika bertemu Sintong Panjaitan, Prabowo langsung bertanya mengapa ia dipindahkan dari Kopassandha ke Kostrad.

Dalam sejarah Korps Baret Merah, belum pernah terjadi seorang anggota menanyakan kepada atasan mengapa ia dipindahkan.

Menurut Sintong Panjaitan, di kalangan Korps Baret Merah, komandan sangat disegani oleh anak buahnya. Tidak seorang pun yang berani menanyakanmengapa ia dipindahkan.

“Kalau anak buah Prabowo berani menanyakan hal serupa padanya, ia pasti langsung dipecat pada saat itu juga oleh Prabowo.

Lantas bagaimana dengan anggota Kopassandha yang dipindahkan ke Merauke? Pemindahan Prabowo ke Yonif 328/Raiders Kostrad, ibaratnya hanya pindah pagar saja,” kata Sintong Panjaitan.

Menurut Sintong Panjaitan, Setelah menikah dengan Siti Hediyanti Hariyadi, atau Titiek Soeharto, hubungan Prabowo dengan sang ayah mertua, Soeharto sangat dekat.

Adapun Prabowo yang semula idealis dan selalu berbicara tentang teknik, taktik, dan peningkatan mutu kesatuan serta masalah kualitas militer, kemudian berubah pandangan ke arah kenegaraan, pemerintahan, dan kekuasaan.

Menurut Sintong Panjaitan, kala itu, Prabowo mulai banyak berhubungan dengan politisi.

Sebenarnya menurut tradisi militer, pertanyaan tentang pemindahan dari satu kesatuan ke kesatuan lain itu tidak pantas disampaikan, sehingga mengakibatkan Sintong Panjaitan menjadi sangat kaget dan tersinggung.

“Kami prajurit, saya tidak pandang kamu anaknya siapa.

Selama kamu di tentara, kamu harus turut aturan-aturan yang tentara. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa saja keluar dari tentara lalu masuk Partai,” kata Sintong Panjaitan kepada Prabowo kala itu.

Selain itu, Sintong Panjaitan menambahkan, sebagai anggota partai, orang bisa jadi bermacam-macam.

“Mungkin di masa datang kamu bisa jadi Menteri Pertahanan. Saya akan menghormati kamu. Itu tidak menjadi masalah bagi saya,” kata Sintong Panjaitan pada Prabowo.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment