Informasi Terpercaya Masa Kini

Profil Wedang Djembuk Angkringan yang Protes Ditarik Pajak Rp 12 Juta Per Bulan,Bikin Bapenda Heran

0 7

SURYA.co.id – Angkringan Wedang Djembuk di Solo jadi sorotan setelah viral videonya protes lantaran kena pajak Rp 12 juta per bulan. Simak profilnya.

Protes inipun langsung direspon oleh Kepala Bapenda Kota Solo, Tulus Widajat.

Tulus mengaku heran dengan sikap pihak Wedangan Djembuk yang melakukan protes.

Herannya Tulus dikarenakan wajib pajak lain juga menerima peningkatan pungutan pajak, namun tidak protes.

Melansir dari laman surakarta.go.id, Wedangan dan Kota Solo merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan.

Baca juga: Sosok Kepala Bapenda Solo yang Beber Aturan di Balik Polemik Angkringan kena Pajak Rp 12 Juta

Banyak wedangan yang bisa kita temui saat berada di Kota Solo, mulai dari wedangan yang sederhana sampai dengan wedangan yang dikonsep kekinian.

Salah satu wedangan yang cukup terkenal yaitu wedangan D’Jembuk.

Wedangan D’Jembuk  menyediakan berbagai varian hidangan seperti gorengan, aneka sate tusuk, nasi kucing, nasi sambal teri dan nasi pindang.

Untuk varian minumnya seperti kopi jahe, wedang jahe, wedang sampah teh dan masih banyak lagi.

Untuk harga pun masih terjangkau, mulai Rp 2.000.

Suasana cukup nyaman dan higienis dengan kemudahan Wifi gratis yangbisa diakses dengan kecepatan cukup lumayan.

Jika ingin mencoba, bisa langsung datang di Jl. RM. Said No. 54, Ketelan, Banjarsari, lebih tepatnya di sebelah RS PKU Muhamaddiyah Surakarta. Buka muali pukul 10.00 sampai dengan 24.00 WIB.

Baca juga: Detik-detik Wanita Ngeyel Ogah Bayar Pajak Jam Tangan, Nekat Semprot Petugas Bea Cukai: Gak Ada Uang

Diketahui, Wedangan Djembuk di Solo protes lantaran dikenai pajak Rp12 juta per bulan, padahal sebelumnya Rp3 juta.

Melalui akun Facebook Hantozmurtadho yang dikirim ke grup Info Cegatan Solo dan Sekitarnya pada 7 Agustus 2024, ceritanya terungkap.

Video protes Wedangan Djembuk tersebut telah dilihat lebih dari 54.000 pengguna Facebook dan mendapat sekitar 502 tanggapan.

“Iki lur, dodolanku lur. Jagung rebus, klenyem, onde-onde, lento, tempe gembus, tape goreng, sukun, gatot, tahu isi, tempe dele sewunan (1.000-an) lur.

Tahu bakso, telur, sego bungkus (nasi bungkus) Rp3.000 lur, ketane Rp3.500. Mosok sewulan ditariki pajak 12 juta lur.

Iki memeras apa jaluk lur,” demikian keterangan dalam video, Senin (9/9/2024).

Dalam keterangan juga dituliskan bahwa wedangan tersebut sebelumnya ditarik pajak sebesar Rp3 juta per bulan.

“Niki wedangan bpk kulo ….. Sebelumnya ditariki pajak 3juta / buln. Sekarang minta naik jadi 12 juta sebulan….. Monngo sami komentar pripun tangepanipun …. Kota solo,” tulis keterangan itu, melansir dari Kompas.com.

Kompas.com sudah mendatangi wedangan tersebut dan bertemu langsung dengan pemilik wedangan.

Namun mereka enggan diwawancarai dan minta Kompas.com mewawancarai Bapenda Kota Solo.

Kepala Bapenda Kota Solo, Tulus Widajat pun mengaku heran dengan sikap pihak Wedangan Djembuk yang melakukan protes.

Herannya Tulus dikarenakan wajib pajak lain juga menerima peningkatan pungutan pajak, namun tidak protes.

“Dari Rp16 menjadi Rp50 juta. Faktanya memang begitu. Jadi sebetulnya sudah banyak yang seperti itu. Itu bukan hal yang baru,” ungkapnya kepada Tribun Solo, Rabu (3/9/2024).

Tulus mengatakan, pihaknya sendiri belum menarik pajak dari Wedangan Djembuk Rp 12 juta, seperti yang ramai diberitakan.

Akan tetapi, kata Tulus, pihaknya masih menyimulasikan dan mengonfirmasi terhadap pemilik wedangan.

“Kami belum menarik (pajak). Kami baru mengonfirmasi. Jadi Rp12 juta itu belum ketetapan.”

“Itu baru pengamatan kami dan kami konfirmasikan. Jadi belum sebagai sebuah ketetapan kamu harus bayar segini, belum,” jelas Tulus.

Tulus menambahkan, berdasarkan Undang-undang No 1 Tahun 2022 dan Perda No 14 Tahun 2023 bahwa Wedangan Djembuk masuk kategori restoran.

“Jadi prinsip bahwa sesuai Undang-undang 1 Tahun 2022 dan Perda No 14 Tahun 2023 bahwa yang bersangkutan itu termasuk kategori restoran sesuai dengan regulasinya,” kata Tulus.

“Makanya kemudian berlaku ketentuan di Perda No 14 itu bahwa kalau omzetnya itu minimal Rp7,5 juta per bulan itu berkewajiban untuk membayar pajak restonya.”

“Yang bersangkutan sesuai dengan pengamatan kami harusnya membayar pajaknya lebih dari apa yang sudah dibayarkan saat ini,” sambung dia.

Meski berlabel wedangan, namun jika omzetnya lebih dari Rp7,5 juta per bulan, maka wajib membayar pajak.

Hal ini termaktub dalam Perda Pasal 19 ayat (2) yang dikecualikan dari objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman: a. dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) per bulan.

“Sesuai UU, Wedangan Djembuk, Mbah Wir, itu restoran. Bentuknya angkringan wedangan itu tidak penting, karena itu termasuk pelayanan makanan minuman yang dipungut bayaran.”

“Yang kena pajak omzet lebih dari Rp7,5 juta per bulan. Kalau omzet Rp5 juta di ruko, ya tidak kena pajak.”

“Tapi di pinggir jalan omzetnya lebih dari Rp7,5 juta, sesuai ketentuan Undang-Undang harus membayar pajak,” terangnya.

Ia pun menegaskan bahwa pajak dipungut dari konsumen.

Dengan demikian pihak pengelola restoran hanya dititipi oleh konsumen untuk disampaikan ke negara.

“Ada di Undang-Undang. Yang menjadi subjek pajak adalah konsumen. D’Jembuk, Bakso Alex, dititipin duit yang seharusnya disetorkan ke negara.”

“Bapenda ditugaskan oleh negara, haknya negara tersampaikan. Itu sebetulnya kewajiban meneruskan dari uang kita ke negara.”

“Kalau seharusnya yang disampaikan 10, tapi yang disampaikan 7, bisa dikatakan korupsi enggak? Kami memastikan yang kurang harus dibayar,” terangnya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment