Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Iskhaq, Dulu Kondektur Bus dan Kuli Kini Guru Besar Unsri

0 8

KOMPAS.com – Menjalani hidup dengan penuh keyakinan, dipegang teguh oleh Iskhaq Iskandar, guru besar Universitas Sriwijaya.

Iskhaq dulu bermimpi bisa kuliah, menjadi dosen. Tetapi ia ditertawakan temannya karena memiliki cita-cita yang dianggap terlalu tinggi.

Hidup Iskhaq dulunya biasa saja. Bahkan ekonomi keluarganya terbatas. Jadi wajar saja dulu kawannya tertawa akan mimpinya tersebut.

Tetapi kerja keras dan usaha, bisa mengantarkan seseorang meraih mimpim sama seperti Iskhaq muda.

Ia lahir di Desa Jelabat BK 9 OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan, pada 4 Oktober 1972. Di desa kecil ini, ia tumbuh dalam lingkungan yang serba terbatas, baik dari segi ekonomi maupun fasilitas.

Baca juga: Beasiswa Bill Gates 2025 Dibuka, Kuliah S2-S3 Tunjangan Rp 405 Juta

Namun, dengan didikan yang kuat dari kedua orangtuanya dan semangat yang tak pernah padam untuk meraih cita-cita, Iskhaq mampu menghadapi berbagai tantangan. Keterbatasan ekonomi yang dialami justru menjadi semangatnya untuk terus maju dan meraih prestasi.

Menurut anak pasangan H Abu Daud dan Hj Sri Utami ini, mimpi adalah kunci utama untuk maju.

“Pertama, jangan takut untuk bermimpi, karena ketika kita tidak punya mimpi untuk masa depan, saat itulah keinginan kita untuk maju itu tidak ada dorongannya. Pendorong utamanya adalah mimpi,” ujarnya dilansir dari rilis Sevima.

Icak, sapaan akrabnya saat kecil, baru merasakan adanya listrik saat ia duduk di kelas 2 SD. Hal itu pun terjadi berkat seorang juragan yang membeli mesin diesel untuk mengalirkan listrik ke seluruh desa dengan iuran tertentu. Baru pada tahun 1991, listrik dari PLN masuk ke desanya.

Meski hidup dalam keterbatasan, hal tersebut justru membuat Iskhaq semakin gigih dalam meraih impian, menjadikannya sosok yang inspiratif bagi banyak orang.

Jadi Kondektur Bus dan Kuli Panggul

Demi meraih cita-citanya, Iskhaq merantau ke Palembang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Di sinilah perjuangan hidupnya semakin diuji. Dengan bekal uang saku yang sangat minim dan hanya Rp 50.000 untuk setiap bulan.

Uang saku tersebut digunakan untuk membayar semua kebutuhan mulai dari uang kuliah, bayar kos, hingga makan, Iskhaq harus mencari cara untuk bertahan hidup.

Ia akhirnya tak ragu mengambil pekerjaan sebagai kondektur bus kota Palembang di Jurusan Kilometer 12 – Plaju. Meski harus menahan rasa malu, terutama saat bertemu dengan teman-teman kuliahnya, Iskhaq tetap menjalani pekerjaan ini dengan semangat. Baginya, tak ada yang lebih penting daripada bisa melanjutkan pendidikan.

Baca juga: Ciri-Ciri Meterai Tempel yang Dilarang BKN buat CPNS 2024

“Bahkan istri saya saat ini (bernama Silviana), juga ketemunya saat saya jadi kondektur bus. Disamping kita memang satu kampus di Universitas Sriwijaya. Saat itu saya malu, tapi saya lebih memilih malu daripada tidak makan,” kenang Iskhaq.

Untuk menambah penghasilan, Iskhaq juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar bersama teman satu kosnya.

Setiap pagi, usai Sholat Subuh, ia berjalan sejauh 3 kilometer menuju pasar untuk mengangkat barang-barang belanjaan milik orang.

Kehidupan yang keras ini membuatnya harus mengatur segalanya dengan sangat hemat, termasuk pola makannya. Ia hanya makan dua kali sehari pada pukul 10.00 dan pukul 17.00 WIB, demi bisa bertahan dalam kondisi yang serba terbatas.

“Sesekali kita makan mie yang direbus lebih lama dari umumnya, supaya mengembangnya besar dan lembek, jadi kenyangnya bisa seharian,” kenang Iskhaq.

Lanjut kuliah dan menjadi guru besar

Setelah berhasil menyelesaikan kuliahnya, ayah tiga anak itu, sempat bekerja di salah satu bank.

Tahun 1996, hatinya terpanggil untuk menjadi dosen di Universitas Sriwijaya. Keputusannya ini diambil dengan harapan besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri.

Impian Iskhaq untuk melanjutkan pendidikan akhirnya terwujud. Ia berhasil melanjutkan studi S2 dan S3 di Universitas Tokyo, Jepang. Sehingga ia memiliki gelar lengkap sebagai Prof Dr Iskhaq Iskandar MSc.

Perjalanan menuju gelar doktor ini tidaklah mudah, namun dengan semangat yang telah menemaninya sejak kecil, Iskhaq berhasil menuntaskan pendidikan tertinggi tersebut.

Ia membawa pulang ilmu yang mendalam tentang oseanografi dan iklim tropis, disiplin ilmu yang kemudian menjadi bidang keahliannya hingga diberi amanah sebagai profesor.

Tekad kuat untuk mengabdikan ilmunya kepada masyarakat, selalu ada dalam dada Iskhaq. Baginya, ilmu pengetahuan bukan hanya untuk dikembangkan di dalam ruang laboratorium, tetapi juga harus bermanfaat bagi kemajuan bangsa.

Kini, Iskhaq menjabat sebagai Kepala LLDIKTI Wilayah II, sebuah satuan kerja di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Ia diamanatkan untuk membina 171 perguruan tinggi swasta dan 9 perguruan tinggi negeri di Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, dan Provinsi Bangka Belitung.

Laksana seorang kondektur, Iskhaq dalam jabatannya kini terus berjuang untuk mengantarkan cita-cita para pendiri Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Ini tanggung jawab besar, mengantarkan cita cita republik dan para pendiri Indonesia. Dan jangankan saya, anak saya sekarang ada tiga, mereka pun kadang tidak percaya Bapaknya yang dulu penuh keterbatasan mendapatkan tanggung jawab ini. Tapi itulah kehidupan,” kenang Iskhaq.

Ayah dari tiga anak yaitu Nadiah Khairunnisa Iskandar, Farid Asyam Iskandar, dan Fakhirah Shifa Iskandar ini punya visi agar Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Sumatera tidak hanya bermutu unggul.

Baca juga: Jusuf Kalla Sebut UN Penting untuk Perbaiki Kemampuan Siswa di Indonesia

 

Tapi juga mampu bersaing di kancah global. Karena menurutnya keberhasilan bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan perlu kerja keras.

“Bagi saya, keberhasilan itu diusahakan dengan kerja keras, kesungguhan, ketekunan, dan kerja cerdas. Itulah ilmu sukses. Jadi dengan ketekunan, mari jangan takut bermimpi dan memasang target tinggi: mahasiswa Sumatera bisa mendunia, dan jurusan-jurusan kuliah di Sumatera bisa terakreditasi internasional!,” pungkasnya.

Leave a comment