Informasi Terpercaya Masa Kini

Bagaimana Sukuk Negara Dimasak Hingga Halal? Ini Resep dan Caranya.

0 13

Dalam lanskap keuangan syariah yang terus berkembang, sukuk negara telah muncul sebagai instrumen investasi yang menjanjikan, memadukan prinsip-prinsip syariah dengan dukungan penuh dari pemerintah. 

Namun, di balik potensi besarnya, proses penerbitan sukuk negara melibatkan serangkaian tahapan yang cermat dan pengawasan ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap syariah. 

Meskipun demikian, masih ada sebagian pihak yang bertanya,  

“Benar enggak sih kesyariahannya sukuk negara ini, kok ya secara kasat mata sih sama saja dengan instrumen investasi fixed income lainnya”?

Nah, untuk itu, mari kita telusuri perjalanan sukuk negara, mulai dari pembentukan hingga pengawasannya, untuk memahami lebih dalam tentang instrumen investasi ini

Pengertian dan Sejarah Penerbitan Sukuk di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut, kita akan memulai dengan definisi sukuk dan sejarah penerbitanya di Indonesia.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sukuk atau dikenal juga dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah instrumen keuangan syariah yang sering disebut sebagai “obligasi syariah”. 

Secara sederhana, sukuk adalah sertifikat kepemilikan atas aset atau proyek yang mendasari penerbitan sukuk tersebut. Pemegang sukuk memiliki hak atas sebagian aset atau proyek tersebut dan berhak mendapatkan imbal hasil (return) dari pengelolaan aset atau proyek tersebut.

Prinsip Dasar Sukuk:

Kepemilikan Aset: Sukuk mewakili kepemilikan atas aset riil atau proyek yang mendasari (underlying asset) penerbitan sukuk. Aset tersebut harus sesuai dengan prinsip syariah dan tidak boleh terkait dengan kegiatan yang dilarang seperti riba, perjudian, atau produksi barang haram.

Bagi Hasil: Imbal hasil yang diterima pemegang sukuk berasal dari bagi hasil keuntungan yang dihasilkan oleh aset atau proyek yang mendasari sukuk. Prinsip bagi hasil ini berbeda dengan prinsip bunga dalam obligasi konvensional.

Akad: Penerbitan dan pengelolaan sukuk harus didasarkan pada akad (perjanjian) yang sesuai dengan prinsip syariah. Akad ini mengatur hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat, termasuk penerbit sukuk, pemegang sukuk, dan pengelola aset.

Jenis-jenis Sukuk:

Ada berbagai jenis sukuk, antara lain:

Sukuk Ijarah: Sukuk yang didasarkan pada akad ijarah (sewa). Pemegang sukuk memiliki hak atas sebagian aset yang disewakan dan mendapatkan imbal hasil dari pendapatan sewa.

Sukuk Mudharabah: Sukuk yang didasarkan pada akad mudharabah (kerjasama bagi hasil). Pemegang sukuk bertindak sebagai penyedia modal dan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan usaha yang dikelola oleh penerbit sukuk.

Sukuk Musyarakah: Sukuk yang didasarkan pada akad musyarakah (kemitraan). Pemegang sukuk menjadi mitra dalam kepemilikan aset atau proyek dan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan yang dihasilkan.

Seluruh hal ini diatur dan diawasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang terdiri dari para ahli di bidang keuangan syariah

Dari sisi penerbitannya, Sukuk terbagi menjadi dua, yaitu:

Sukuk Negara, merupakan instrumen keuangan syariah yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai anggaran negara atau proyek-proyek pembangunan

Sukuk korporasi adalah instrumen keuangan syariah yang diterbitkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional atau ekspansi bisnis.

Karena fokus artikel ini adalah sukuk negara, saya akan membahas lebih dalam tentang instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah ini

Secara umum, Sukuk Negara terbagi menjadi tiga kategori utama, salah satunya adalah Sukuk khusus untuk perseorangan bagi warga negara Indonesia, atau yang dikenal dengan Sukuk ritel.

Sukuk ritel terbagi lagi menjadi tiga jenis, yakni Sukuk ritel seri SR yang memiliki karakteristik utama bisa diperdagangkan kembali (tradeable) di pasar sekunder antar investor domestik, dan memiliki imbal hasil tetap atau fixed rate.

Seri Sukuk Tabungan, atau ST, memiliki karakteristik utama non-tradeable, artinya tidak bisa diperdagangkan kembali. Selain itu, ST juga memiliki struktur imbal hasil mengambang dengan batas minimal (floating with the floor)..

Dan terakhir Sukuk Waqaf, yang diterbitkan untuk membiayai proyek-proyek sosial atau keagamaan. Imbal hasil dari sukuk wakaf digunakan untuk tujuan wakaf yang telah ditentukan.

Kemudian ada Sukuk umum yang ditawarkan dengan denominasi Rupiah, sehingga bisa diserap oleh siapapun, termasuk investor asing dan korporasi

Terakhir, ada sukuk dengan denominasi valuta asing, yang sejauh ini baru diterbitkan dalam mata uang US Dollar.

Sejarah Penerbitan Sukuk Negara di Indonesia.

Keberadaan sukuk negara di Indonesia dimulai setelah diterbitkan dasar hukumnya, yaitu Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN..

Instrumen sukuk secara umum sebenarnya telah diterbitkan jauh sebelum itu. Pada tahun 2002, PT Indosat, perusahaan telekomunikasi yang saat itu masih milik Pemerintah Indonesia, menerbitkan Sukuk Korporasi pertama di Indonesia.

Menurut catatan Kemenkeu, Sukuk Negara pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun 2008 dengan seri IFR0001 melalui skema transaksi book building. Penerbitan ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia 

Inovasi terus dilakukan dengan menerbitkan berbagai jenis sukuk negara lainnya, termasuk sukuk ritel yang kini dikenal dengan seri SR001.

Pada tahun 2016, seri baru Sukuk Negara khusus untuk pasar domestik diluncurkan, yaitu seri Sukuk Tabungan, ST001. Seri ini memiliki karakteristik berbeda dengan seri SR, yaitu tidak bisa diperdagangkan kembali di pasar sekunder dan memiliki skema imbal hasil mengambang dengan batas minimal. 

Pemerintah melanjutkan diversifikasi dan inovasi sukuk negara dengan menerbitkan Sukuk Tabungan berwawasan hijau, atau Green Sukuk, pada tahun 2018. Sukuk ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan.

Pada tahun 2020, pemerintah menerbitkan Sukuk Wakaf Ritel pertamanya, seri SWR001, yang bertujuan untuk membiayai proyek-proyek sosial dan keagamaan.

Setelah memahami definisi dan jenisnya serta sedikit mengetahui tentang sejarahnya, kita akan mengulas bagaimana sih sebuah sukuk negara ‘dimasak hingga benar-benar halal’  agar bisa dicicipi investor tanpa rasa was-was.

Pembentukan, Penerbitan, dan Pengawasan Sukuk Negara.

Berdasarkan berbagai sumber informasi, langkah pertama Pemerintah dalam membentuk sukuk negara adalah membuat perencanaan.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR-Kemenkeu) sebagai pihak yang ditugaskan Pemerintah, merencanakan penerbitan sukuk negara berdasarkan kebutuhan pembiayaan dalam APBN dan proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai.

Setelah perhitungan matang, Pemerintah memilih aset negara yang sudah ada atau proyek yang akan dibangun sebagai underlying asset sukuk negara. Aset ini harus sesuai dengan prinsip syariah dan mendapatkan persetujuan dari DSN-MUI.

Selanjutnya, Pemerintah, dengan bantuan konsultan keuangan dan hukum, menyusun struktur sukuk. Struktur ini mencakup jenis akad, imbal hasil, jangka waktu, dan mekanisme pengelolaan aset, serta harus sesuai dengan fatwa DSN-MUI

Pemerintah membentuk tim kerja untuk menentukan struktur sukuk, termasuk memilih akad yang sesuai dengan karakteristik underlying asset. Beberapa akad yang umum digunakan antara lain Ijarah, Mudharabah, Musyarakah, dan Istinah. Namun, untuk sukuk ritel, biasanya akad Ijarah yang dipilih

Tim kerja juga menentukan tingkat imbal hasil sukuk negara, baik tetap maupun mengambang, dengan mempertimbangkan kondisi pasar, risiko proyek, dan ekspektasi investor. Jangka waktu sukuk negara juga ditentukan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan dan karakteristik underlying asset.

Setiap langkah pembentukan sukuk negara diawasi oleh DSN-MUI, yang melakukan kajian terhadap underlying asset dan struktur sukuk untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip syariah. Jika disetujui, DSN-MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan sukuk negara tersebut halal.

Setelah mendapat persetujuan DSN-MUI, proses penerbitan dimulai dengan penyusunan prospektus. Prospektus ini berisi informasi lengkap tentang sukuk negara, termasuk underlying asset, struktur sukuk, imbal hasil, risiko, dan tata cara pembelian.

Pemerintah, sebagai penerbit, bekerja sama dengan wali amanat, bank persepsi, dan mitra distribusi (pelaku jasa keuangan di sektor perbankan, perusahaan sekuritas, dan perusahaan keuangan berbasis teknologi). Kolaborasi ini bertujuan untuk membantu pemasaran dan proses rekonsiliasi dana hasil pemesanan, yang sejak 2018 diorkestrasi oleh platform digital e-SBN yang dikelola Kemenkeu.

Proses penerbitan dan penawaran selesai dengan settlement dan penyerahan sukuk negara kepada investor. Namun, ini bukan akhir dari proses penerbitan sukuk negara.

Kementerian Keuangan secara internal terus mengawasi pengelolaan aset dasar sukuk dan memastikan pembayaran imbal hasil tepat waktu dan jumlah kepada investor.

Pengawasan eksternal pengelolaan sukuk negara dilakukan oleh OJK dan DSN-MUI, untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan prinsip syariah.

DSN-MUI juga melakukan audit berkala terhadap penerbitan dan pengelolaan sukuk negara untuk memastikan kesesuaiannya dengan fatwa dan prinsip syariah.

Seluruh proses ini menunjukkan bahwa prinsip syariah dalam setiap penerbitan sukuk negara, baik ritel maupun umum, dijaga ketat, sehingga kesyariahan sukuk negara tak “kaleng-kaleng”

Keberadaan DSN-MUI penting dalam setiap penerbitan sukuk negara untuk memastikan kesesuaiannya dengan prinsip syariah, sehingga membangun kepercayaan investor.

Ahli keuangan syariah Indonesia, Syafii Antonio, mengungkapkan, 

“Kepercayaan adalah fondasi dari pasar keuangan yang sehat. Pengawasan ketat dan kepatuhan terhadap syariah adalah kunci untuk membangun kepercayaan dalam sukuk negara.”

Dengan proses yang ketat tersebut, kita tidak perlu meragukan kesyariahan sukuk negara. Tidak heran jika perkembangannya di Indonesia sangat menjanjikan.

Menurut data dari Kemenkeu, pada tahun 2022, Indonesia berada di posisi ketujuh untuk total aset keuangan syariah global terbesar di dunia dengan nilai 139 milyar US Dollar.

Aset perbankan syariah Indonesia juga tak kalah mengesankan, menempati peringkat kesembilan terbesar secara global dengan nilai 48 miliar US Dollar. Sementara itu, aset sukuk Indonesia mengukuhkan posisi negara ini sebagai pemain utama, menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia dengan nilai 84 miliar US Dollar

Pertumbuhan pesat aset syariah di Indonesia terutama didorong oleh instrumen sukuk. Selama 16 tahun sejak peluncurannya, Sukuk Negara tidak hanya menjadi instrumen penting dalam pembiayaan APBN, tetapi juga berperan sebagai katalisator dalam perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Mengutip keterangan Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR-Kemenkeu,sebelumnya, Dwi Irianty Hadiningdyah, hingga Maret 2024, total penerbitan Sukuk Negara telah mencapai Rp2.590 triliun. Penerbitan ini dilakukan melalui berbagai metode, book buliding, lelang, serta private placement.

Dengan proses pengawasan yang ketat dan melibatkan DSN-MUI di setiap tahapannya, sukuk negara di Indonesia telah membuktikan kesyariahannya yang tak terbantahkan. Hal ini telah membangun kepercayaan investor,  mendorong pertumbuhan pasar sukuk negara yang signifikan, dan berkontribusi pada perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. 

Sukuk negara bukan hanya sekadar instrumen investasi, tetapi juga simbol komitmen Indonesia dalam mengembangkan keuangan syariah yang berkelanjutan dan inklusif.

Leave a comment