Jokowi sebut Bau Kolonial di Istana Jakarta dan Bogor,Walhi: IKN Gambaran Nyata Kolonialisasi
TRIBUNKALTIM.CO – Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika berkunjung ke IKN Kaltim, menyinggung bau-bau kolonial yang membayanginya selama tinggal tinggal di Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor.
Menurut Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Rere Christanto menyebut pemindahan IKN merupakan gambaran nyata bahwa sedang terjadi kolonialisasi di Indonesia.
Ada sejumlah hal dalam proyek IKN di Kaltim yang justru menjadi gambaran dari kolonialisme.
Ia mengatakan momen peringatan HUT ke-79 RI, Sabtu (17/8/2024) harus menjadi ruang refleksi bagi pemerintah soal definisi kolonialisme.
Baca juga: 8 Fakta Aksi Protes IKN dan Spanduk Indonesia is Not For Sale hingga 14 Orang Dibawa Polisi
Baca juga: Istana Garuda di IKN Jadi Kontroversi dan Ramai di Medsos, IAI: Karya Seni Beda dengan Arsitektur
Baca juga: Apa Baju Kustin yang Dipakai Jokowi dan Iriana di Upacara HUT RI di IKN? Arti Busana Sultan Kukar
Seperti diketahui, beberapa hari lalu Presiden Joko Widodo baru-baru ini menuturkan bahwa dirinya kerap dibayang-bayangi oleh “bau kolonial” selama tinggal di Istana Kepresidenan Jakarta dan Bogor.
“Hanya ingin menyampaikan bahwa itu (Istana lama) sekali lagi (dibuat) Belanda.
Bekas Gubernur Jenderal Belanda dan sudah kita tempati 79 tahun.
Ini bau-bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari dibayang-bayangi,” ucap Jokowi di hadapan para kepala daerah ketika berkunjung ke IKN yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (13/8/2024).
Rere menerangkan jika kolonialisme itu bukan terletak pada bangunan namun lebih kepada watak seseorang.
“Pemerintahan saat ini tidak mengedepankan komunikasi yang baik dengan warga karena tidak mengikutsertakan warga di dalam pembangunan.
Bahkan, hak-hak warga yang dirampas.
Ada ribuan hektar wilayah di IKN yang kemudian terdeforestasi.
Itu justru menjadi watak kolonial dari pemerintahan,” ungkap Rere dikutip dari Kanal YouTube YLBH Indonesia.
Bahkan dikatakan, pemindahan Ibukota Negara ke Kalimantan justru merupakan perluasan dari kolonialisme.
Baca juga: Aktivis dan Jurnalis Diduga Diintimidasi Oknum Aparat usai Bentangkan Spanduk Protes IKN
Rere menilai, pemindahan IKN ini seharusnya menjadi ruang partisipasi dan kemerdekaan untuk warga setempat.
“Sampai hari ini kita masih melihat bahwa justru pemindahan IKN menjadi bagian dari kolonialisme.
Ruang-ruang pertambangan dan pertanian warga lokal justru diambil oleh industri-industri ekstraktif.
Hak warga pun diabaikan,” tandas Rere seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Diketahui, pada Sabtu (17/8/2024) saat perayaan HUT ke-79 RI di IKN, ada protes yang diserukan oleh sekelompok masyarakat di sekitar IKN serta sejumlah organisasi masyarakat.
Sebagai bentuk protes, dilakukan pembentangan sebuah kain merah berukuran 50×15 meter dengan corak tulisan putih berbunyi “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang.
Selain itu, dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan terkembang juga sejumlah banner lainnya.
Beberapa di antaranya bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100 persen”, “Belum Merdeka Bersuara”, hingga “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah”.
Baca juga: Fakta di Balik Upacara HUT RI di IKN, Banner Indonesia is Not For Sale di Jembatan Pulau Balang
Alasan Indonesia is not for sale
Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik mengatakan, warga menyerukan pemerintah yang akan datang untuk lebih memperhatikan lingkungan hidup dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat.
“Kami datang dengan seruan “Indonesia is Not For Sale”.
Kenapa kami ambil seruan ini karena kami melihat bahwa 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi yang terjadi malah investasi yang serampangan dan itu mengganggu ruang hidup warga termasuk di Balikpapan,” ungkap Iqbal.
Dikatakan, apa yang dilakukan oleh Pemerintah justru merupakan bentuk dari manifestasi kolonial.
Seharusnya, masyarakat yang tinggal di IKN dan sekitarnya bisa hidup dengan sejahtera atas nama pembangunan.
Sayangnya hal ini tidak terjadi.
“Hari ini atas nama pembangunan mereka tergusur dan mereka bahkan tidak menikmati apa yang disebut pembangunan untuk kesejahteraan,” terangnya.
Selain itu, keputusan Pemerintah untuk memberikan Hak Guna Usaha (HGU) selama 190 tahun kepada perusahaan untuk investasi di IKN dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita Kemerdekaan Indonesia.
“Karena itulah kami menyebut dan mengibarkan Bendera Merah Putih termasuk membentang banner besar bertuliskan “Indonesia Not for Sale, Merdeka agar cita-cita kemerdekaan Indonesia yang dapat kita rasakan 100 persen,” tandas Iqbal.
Baca juga: Mengenal Sosok 7 Konglomerat Indonesia yang Viral Saat Mengikuti Upacara HUT RI Ke-79 di IKN
Jokowi menceritakan pengalamannya selama mendiami Istana Negara, Istana Merdeka dan Istana Bogor selama hampir 10 tahun memimpin Indonesia.
Menurut Presiden, ia setiap hari selalu merasakan suasana kolonial di istana-istana yang merupakan peninggalan Belanda itu.
“Jadi kalau istana kita yang ada di Jakarta, yang ada di Bogor, itu adalah istana bekas kolonial yang dulunya dihuni.
Oleh karenanya, menurut Jokowi pemerintah ingin menunjukkan bahwa Indonesia punya kemampuan untuk membangun ibu kota sesuai dengan keinginan dan desain lokal.
Namun, Presiden mengakui pembangunan IKN masih memerlukan waktu yang panjang.
“Ini dimulai baru tahun 2021-2022, akan selesai kira-kira 10-15 tahun yang akan datang.
Jadi masih panjang. Jadi kalau Bapak, Ibu gubernur, bupati dan walikota tadi melihat, ini baru awal.
Ini belum selesai, jangan keliru. Ini belum selesai. Mungkin baru 20-an persen,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga sempat menanyakan seperti apa tanggapan para kepala daerah saat melihat perkembangan pembangunan IKN.
Jadi di Istana Negara, itu dihuni oleh Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten.
Kemudian Istana Merdeka, saya juga kaget, ternyata Istana Negara, Istana Merdeka (penghuninya) berbeda.
Dihuni oleh Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge,” ujar Jokowi.
Kemudian Presiden menjelaskan bahwa Istana Bogor juga pernah dihuni oleh Gubernur Jenderal Belanda Gustaaf Willem baron van Imhoff (G.W. Baron van Imhoff).
“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi, Belanda.
Bekas gubernur jenderal Belanda, dan sudah kita tempati 79 tahun.
Bau-baunya kolonial, selalu saya rasakan setiap hari. Dibayang-bayangi (masa kolonial),” lanjut Presiden.
Baca juga: 7 Fakta Sultan Kukar tak diundang ke Upacara HUT RI di IKN Kaltim, Jokowi Kenakan Baju Raja Kutai
(*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim