Informasi Terpercaya Masa Kini

Akhirnya Jaksa Jati Pahlevi Minta Maaf Usai Ngegas di Sidang PK Saka Tatal,Terkuak Pemicu Emosinya

0 2

SURYA.CO.ID – Jaksa Novriantino Jati Pahlevi akhirnya minta maaf setelah mendapat sorotan luas karena ngegas di sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal di Pengadilan Negeri Cirebon. 

Permohonan maaf jaksa Jati Pahlevi diucapkan menjelang sidang permohonan PK Saka Tatal berakhir. 

Sebelum ketua majelis hakim Rizqa Yunia menutup sidang, kuasa hukum Saka Tatal meminta izin menyampaikan kalimat terakhirnya. 

Saat itu Farhat Abbas mengucapkan terimakasih kepada hakim yang sabar sampai akhir sidang perkara ini.

“Pada panitera, pada jaksa penuntut umum teman-teman kuasa hukum, mohon maaf juru bicara cuma dua orang. Semoga Allah memberi kemudahan kita semua, semoga ada hasil terbaik,” ucap Farhat sambil berdiri. 

Baca juga: Sosok Jaksa Jati Pahlevi yang Ngegas ke Ahli di Sidang PK Saka Tatal, Ucap: Sampean, Ahli Apa Ini

“Semoga kita berkawan di luar,” ucap Farhat diikuti dengan dua pantun penutup.

Hakim Rizqa lalu memberi kesempatan jaksa penuntut umum untuk menyampaikan sesuatu. 

Saat itu lah, jaksa Jati Pahlevi berdiri dan mengucap terimakasih atas semua pihak yang melancarkan persidangan ini. 

“Terimakasih atas semua kerja-kerja di sini, semoga kita mendapatkan kebenaran materiil,” ucap jaksa Kejaksaan Negeri Cirebon ini. 

Setelah itu, jaksa Jati lalu meminta maaf secara terbuka. 

“Saya atau tim, kalau ada perbuatan atau kata yang menyakiti, kami mohon maaf. Karena memang dinamika sidang beggitu adanya. Di persidangan biasa ada dinamika. Tapi di belakang kita semua bersaudara,” ucapnya. 

Jati lalu berterimakasih kepada hakim yang telah memberi kesempatan termohon dan pemohon untuk menyampaikan apa yang harus disampaikan.

Tak lupa dia juga terimakasih ke  panitera, awak media hingga kepolisian. 

“Semoga teman-teman yang memperjuangkan keadilan, mendapatkan keadilan. Semoga MA dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya bagi semua,” tutupnya. 

Sebelumnya, aksi Jati saat mendebat keras Ahli Pidana Azmi Syahputra mendapat sorotan luas.

Perdebatan bermula saat jaksa Jati Pahlevi bertanya tentang pembuktian pidana di Indonesia.

Azmi Syahputra yang menjadi dosen Fakultas Hukum, Universitas Trisakti Jakarta menjelaskan bahwa pembuktian di hukum acara pidana di Indonesia menggunakan pembuktian negatif yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP. 

“Di KUHAP ada 6 alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Bukan pengakuan terdakwa atau tersangka,” sebut Azmi. 

Baca juga: Yakin PK Saka Tatal Dikabulkan Hakim Meski Hanya 1 Novum, Pakar Hukum: Yang Penting Ada

Jaksa Jati lalu bertanya, apakah di dalam undang-undang negatif, sekonyong-konyongnya seorang hakim akan menjatuhkan putusan dengan kekhilafannya tanpa memperhatikan alat bukti-alat bukti yang sah, bukan berdasarkan tulisan-tulisan kecil untuk memutuskan suatu perkara. 

“Atau seperti apa pak? apakah cukup dengan alat bukti bisa menyimpulkan ini salah, atau berdasatkana lat bukti bisa mendapatkan keyakinan untuk memutuskan perkara bersalah?,” tanya Jati. 

Azmi pun menjawab bahwa terkait putusan itu ada di Pasal 197 KUHAP poin d. 

Namun jawaban itu langsung disanggah Jati. 

“Pertanyaan saya belum kesana. Apakah pertanyaan hakim bisa sekonyong-konyongnya,” sela jaksa. 

Azmi kembali menerangkan bahwa hakim tentu melakukan pemeriksaan yang menyeluruh, sampai pemeriksaan itu selesai.

Namun, belum selesai Azmi menerangkan, jaksa langsung menyela dengan mencecar pertanyaan serupa.  

Saat itu Azmi keberatan menjawab karena sudah diterangkan sebelumnya. 

Jawaban Azmi malah membuat jaksa naik pitam. 

“Berarti ahli tidak bisa menjawab,” seru jaksa. 

Melihat gelagat jaksa tersebut. Azmi dengan sabar kembali mengulang jawabannya. 

Setelah itu, jaksa kembali mencecar dengan berusaha menyanggah jawaban ahli. 

Bahkan jaksa menudinng ahli tanpa menguji alat bukti, dan hanya berdasarkan catatan kecil sebagai seorang ahli menyimpulkan ini salah.

“Sebagai ahli pidana yang mempunya ilmu sebagai doktor, menurut saudara ini benar atau salah,” seru jaksa. 

Saat itu lah Azmi mengajak jaksa untuk menyandingkan putusan pengadilan dengan catatan-catatan kritis yang telah dibuatnya. 

“Kalau kita dihadapkan dengan kata-kata tidak selesai. tapi tolong dihadapkan bendanya. Saya kebetulan membawa,” ujar Azmi. 

Jaksa lalu menyimpulkan bahwa catatan ahli itu bukan alat bukti. 

Ucapan jaksa ini pun langsung disanggah ketua majelis hakim Rizqa Yunia. 

“lain lagi ceritanya,” kata hakim.

Bukannya mengakui kesalahannya, jaksa justru menuding ahli. 

“Pertanyaan saya itu yang mulia, yang membuat ribet kan ahli sendiri,” seru jaksa.

Tak terima dikata-katai depan pengadilan, Azmi akhirnya menjawab lantang.

“Tolong dicabut kalimat itu tidak baik lho. Jadi jaksa yang baik. Hakim saya merasa terintimidasi lho kalau kalimatnya begitu. Anda tidak menyampaikan kode etik lho kalau begitu,” protes Azmi.

Protes Azmi ini kembali dijawab jaksa dengan kalimat pedas. 

“Saya menyampaikan ke yang mulia, bukan ke sampean ahli,” serunya yang kembali diprotes Azmi.  

“Ditujukan ke saya. Kalau senggolnya tidak ke saya kan tidak masalah,” ujarnya. 

Debat panas kembali terhadi saat jaksa mempertanyakan tentang asas legalitas. 

Jaksa kembali mempertanyakan pendapat ahli mengenai putusan kasus Saka Tatal mulai dari tingkat pengadilan pertama hingga mahkamah agung. 

Namun, pertanyaan ini justru dimentahkan hakim.

“Berarti saudara tadi tidak menyimak,” ujar hakim Rizqia. 

Azmi lalu meminta agar diperkenankan menunjukkan catatan-catatannya di depan persidangan. 

“Yang mulia, dia tidak tahu. Kalau saya dosen, bukan bohong-bohongan, saya baca,” ujarnya kemudian menunjukkan catatan-catatan itu di depan meja hakim. 

Saat itu diduga Azmi sempat nyeletuk mengatakan nomor rekening. 

Hal ini yang diduga membuat Jaksa Jati naik pitam dan kembali memprotes. 

“Izin yang mulia, maksudnya apa ini. Maksudnya apa?

Ahli apa ini? Maksudnya apa,” kata jaksa Jati sambil terus menggerutu. 

Ditemui usai sidang, Azmi Syahputra menegaskan bahwa ucapannya tentang nomor rekening itu hanya sebatas candaan.

Dosen Universitas Trisakti itu menjelaskan, bahwa pernyataannya tidak bermaksud untuk menyinggung atau menimbulkan ketegangan di ruang sidang.

“Tadi soal keributan di depan majelis hakim soal nomor rekening itu saya jujur benar-benar bercanda karena teman saya itu saja, tidak bermaksud apa-apa,” ujarnya selepas sidang, Rabu (31/7/2024).

Menurut Azmi, suasana tegang yang terjadi di ruang sidang bukanlah intensinya.

“Tadi tidak bilang apa-apa, karena teman sebelah saya saja, cuma bilang ‘kita diskusi kok tegang-tegang amat’ katanya begitu.”

 “Jadi, tidak bermaksud apa-apa, lagi-lagi itu memang kesalahan tapi sangat tidak elok,” ucapnya.

Azmi juga mengakui bahwa pernyataannya yang terkesan tidak tepat tersebut adalah kekeliruan.

“Tadi keceplosan yang menurut saya tidak pas. Tadi percayakan dengan sebelah itu (salah satu jaksa), dia yang dengar.”

“Dia sambil ngomong ‘kok sore-sore begini tegang sekali suasananya’, padahal kita bicara santai, kita semua santai,” jelas dia.

Azmi menegaskan bahwa tidak ada maksud apapun di balik candaannya tersebut.

“Jadi, tidak ada bermaksud apapun,” tutupnya.

Dalam persidangan tersebut, Azmi Syahputra yang kapasitasnya sebagai seorang pakar hukum pidana, mengungkapkan adanya pelanggaran hukum acara dalam kasus Saka Tatal pada tahun 2016.

Ia menjelaskan, bahwa terdapat tiga putusan dalam perkara Saka Tatal yang menjadi dasar analisanya.

“Ya tadi saya mempelajari ada tiga putusan yang dalam perkara Saka Tatal, yaitu putusan yang memang sudah dijatuhkan bukan pada waktu itu, pidsus 10 Oktober 2016, terus saya menyandingkan juga dengan putusan banding pada waktu itu 2 November 2016 dengan putusan nomor 50 pidsus dan putusan Mahkamah Agung (MA),” ujar Azmi.

Menurut Azmi, terdapat beberapa pelanggaran hukum acara yang signifikan.

Salah satunya adalah Saka Tatal tidak mendapatkan penasihat hukum pada waktu itu, yang menandakan adanya penyimpangan hukum acara pidana.

Selain itu, Azmi juga menyoroti kurangnya pertimbangan hukum dari hakim dalam putusan tersebut.

“Jadi, sewaktu dibaca pertimbangan hukum hakim itu sangat minim, tidak mempertimbangkan alat kesesuaian fakta keadaan serta pembuktian, karena semuanya mengacu kepada berita acara,” ucapnya.

Lebih lanjut, Azmi menyatakan bahwa terdapat kejanggalan dalam visum yang tidak menyebutkan adanya luka tusuk.

Meskipun dalam memori kasasi jaksa disebutkan ada luka tusuk di perut.

“Visum sejak awal itu menyatakan tidak ada yang namanya luka tusuk, tetapi dalam memori kasasinya jaksa bilang ada luka tusuk di perut itu. Itu darimana diambil?,” jelas dia.

Azmi menekankan pentingnya mencari kebenaran materiil dalam hukum pidana dan mengajak semua pihak untuk membuka ruang bagi bukti-bukti baru.

“Yang dicari dalam hukum pidananya adalah kebenaran materiil, jadi kebenaran yang sebenar-benarnya.”

“Jadi, semua pihak memang harus membuka ruang menunjukkan bukti-bukti baru,” katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Bersitegang dengan Jaksa di Depan Majelis Hakim Sidang PK Saka Tatal, Azmi Syahputra: Hanya Bercanda

Leave a comment