Informasi Terpercaya Masa Kini

Soal Jusuf Hamka yang Ingin Bangun Jalan Layang di Sudirman-Thamrin, Ini Kata Pengamat

0 19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nama Jusuf Hamka tengah menjadi sorotan setelah diusulkan Partai Golongan Karya (Golkar) untuk menjadi calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta mendampingi Kaesang Pangarep. Apalagi, pengusaha jalan tol itu telah mengungkapkan rencananya apabila benar-benar meniadi Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta. 

Salah satu rencana yang akan dilakukan politisi Partai Golkar ketika menjadi Wagub DKI Jakarta membangun jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin. Wacana itu dinilai merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. 

“Saya bilang kalau mau mengatasi kemacetan ini masalah nyali. Nyali apa? Berani apa enggak. Karena kalau mau atasi kemacetan, mobilnya diproduksi bertambah, jalannya enggak produksi bertambah. Enggak seimbang,” kata dia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. 

Menurut dia, salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan adalah membangun jalan layang atau flyover. Salah satu tempat yang bisa dibangun jalan layang itu adalah kawasan Sudirman-Thamrin. 

“Kalau menurut saya coba kita bandingkan dari Semanggi, Sahid Hotel depan, kita mau menuju ke Jalan Thamrin itu di Bunderan Hotel Indonesia kita bisa stuck 30 menit 40 menit,” kata dia.

Karena itu, Babah Alun, sapaan Jusuf Hamka, menilai bukan tidak mungkin membangun jalan layang di kawasan itu. Menurut dia, pembangunan jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin tak serta merta merusak estetika kota.

 “Sebenarnya bisa disiasati, tidak perlu merusak keindahan. Jalan tetap ada, apakah flyover apakah BUMD itu kan bisa ditugaskan bikin jalan tol karena APBD Rp 96 triliun, lebih dari cukup saya bilang,” kata dia.

Selain itu, ia mengungkapkan saat ini pihaknya sedang membangun Jalan Tol Harbour Road II. Menurut dia, pembangunan itu dilakukan tak lain mengatasi kemacetan dari Pelabuhan Tanjung Priok hingga Pluit dan Cengkareng. 

Tak hanya membangun Jalan Tol Harbour Road II, Jusuf Hamka mengeklaim mendapatkan tugas untuk bangun Jalan Tol Pluit-Bandara Seokarno-Hatta. “Jadi kami bikin tol di sana,” ujar dia.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai pernyataan Jusuf Hamka tidak didasarkan dengan kajian. Pasalnya, pembangunan jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin justru akan membuat beban ruang di kawasan itu makin berat. Selain itu, pembangunan jalan layang di kawasan itu juga akan merusak estetika kota.

“Karena di situ juga sudah tumpang tindih dengan halte ikonik. Jadi sisi visual ruangnya sudah sangat terganggu,” kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/7/2024).

Ia menambahkan, pembangunan jalan akan memberikan kemudahan untuk kendaraan pribadi menuju tengah kota. Dampaknya, polusi udara di DKI Jakarta makin menjadi-jadi.

Terakhir, Yayat mengatakan, di kawasan Sudirman-Thamrin juga terdapat struktur MRT. Pembangunan jalan layang dinilai akan berpengaruh terhadap stabilitas kekuatan struktur atau mengganggu persoalan struktur ruang MRT.

“Jadi kalau saya menyarankan, pernyataan hendak jangan buru-buru dikemukakan. Harus dikaji, dimatangkan. Itu juga tidak sesuai dengan prinsip rencana RDTR Jakarta, yang berbasis angkutan massal, terintegrasi dengan permukiman,” kata dia.

Ihwal rencana Jusuf Hamka yang hendak membuat jalan tol, Yayat menilai itu sebagi hal yang wajar. Pasalnya, Babah Alun merupakan pengusaha jalan tol.

“Kalau Jusuf Hamka bilang mau bangun jalan tol, wajar karena dia pengusaha jalan. Dia pasti mengutamakan profit,” kata dia.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah menilai, program pembangunan jalan tentu masih sangat diperlukan apabila melihat kondisi kemacetan di DKI Jakarta hari ini. Namun, pembangunan jalan bukan merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi kemacetan. 

“Apalagi, seiring berpindahnya ibu kota ke IKN, apakah itu masih relevan? Itu pertanyaannya. Karena dengan ibu kota pindah, segala kegiatan pelayanan pemerintah pusat akan pindah, sehingga mobilitas masyarakat akan menurun,” kata Trubus kepada Republika, Rabu.

Pembangunan jalan layang….

 

Ia menambahkan, pembangunan jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin juga akan merusak estetika kota. Apalagi, kawasan itu merupakan salah satu ikon Jakarta. 

Alih-alih membuat program untuk membangun jalan layang atau jalan tol, Trubus mengatakan, sebaiknya Jusuf Hamka berorientasi untuk mengatasi masalah lain di Jakarta, seperti kemiskinan, penataan rumah kumuh, banjir. Pasalnya, permasalahan di DKI Jakarta bukan hanya kemacetan.

“Wacana Jusuf Hamka juga menimbulkan kesan mengutamakan masyarakat yang punya mobil. Kan masyarakat Jakarta yang enngak punya kendaraan banyak. Apalagi jalan tol, tidak bisa dilalui motor. Jadi timbul kesan mengutamakan kelas atas,” kata dia.

Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, ide untuk membangun jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin itu tidak sejalan dengan tujuan Jakarta menjadi kota global. Menurut dia, Jakarta justru harus mempercepat pembangunan transportasi massal se-Jabodetabek yang terintegrasi dengan kawasan permukiman dan pusat-pusat kegiatan kota. 

Pembangunan transportasi massal juga harus didukung dengan infrastruktur pejalan kaki seperti trotoar, zebra cross, pelican crossing, dan jembatan penyeberangan/penghubung. Harapannya, warga merasa nyaman untuk berjalan kaki ke berbagai tempat tujuan setelah turun dari transpoirtasi publik.

“Itu (harus) didukung kebijakan yang membatasi pergerakan kendaraan pribadi, seperti perluasan ganjil genap, jalan berbayar elektronik, parkir elektronik progresi, penyediaan kantong/gedung parkir komunal. Tujuannya agar warga beralih ketransportasi massal dan meninggalkan atau mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,” ujar dia.

Nirwono menilai, pembangunan jalan layang lebih banyak di tengah Kota Jakarta justru akan memanjakan pengguna kendaraan pribadi. Akibatnya, kemacetan tetap akam terjadi di titik tertentu. 

“Selain itu, pembangunan jalan layang juga akan merusak lansekap visual kota. Kota terasa sumpek,” kata dia.

Bayu Adji P

Leave a comment