Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Otto menilai, permintaan agar MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan memerintahkan pemilu ulang dapat menimbulkan krisis ketatanegaraan.

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

JAKARTA, KOMPAS.com- Kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran menilai, permintaan agar Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan memerintahkan pemilu ulang dapat menimbulkan krisis.

Hal ini disampaikan anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait.

"Bilamana rangkaian pemilu ini tidak berkesudahan, misalnya dengan permintaan diskualifikasi, pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan lain yang mengarah kepada krisis ketatanegaraan di Republik Indonesia yang kita cintai ini," kata Otto di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Baca juga: KPU Sindir Anies-Muhaimin Baru Persoalkan Pencalonan Gibran setelah Hasil Pilpres Keluar

Otto menilai tidak tepat apabila kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud membawa seluruh persoalan kecurangan pemilu kepada MK.

Ia menilai, persoalan tersebut semestinya ditangani sejumlah lembaga, salah satunya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bukan ke MK.

Menurut Otto, sengketa ke MK semestinya fokus pada mempersoalkan jumlah suara hasil pemilu yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Oleh karena itu, proses sengketa di MK pun dibatasi dan harus diputuskan dalam waktu 14 hari kerja.

"Undang-undang menentukan jatah waktu 14 hari kerja karena memang yang diadili itu terbatas pada jumlah suara hasil pemilihan umum yang ditetapkan oleh termohon yaitu KPU dan jumlah suara yang dianggap benar oleh pemohon," kata Otto.

Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres, KPU Angkat Tangan soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Otto pun mengingatkan bahwa waktu sengketa di MK juga perlu dibatasi agar rangkaian pemilu dapat diselesaikan dan masuk dalam agenda ketatanegaraan berikutnya.

"Adanya keketatan sehubungan dengan jangka waktu ini tidak lain dan tidak bukan untuk memastikan agar agenda ketatanegaraan berupa pengisian jabatan-jabatan di republik ini berjalan dengan lancar dan tepat waktu," ujar dia.

Dalam gugatannya ke MK, Anies-Muhaimin meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan Mahkamah Konstitusi, yakni 40 tahun. Sementara, Gibran baru berusia 36 tahun.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.

Di samping itu, Anies-Muhaimin juga mendalilkan terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945 berkaitan dengan nepotisme Jokowi dan pengerahan sumber daya negara untuk bantu mendongkrak suara Prabowo-Gibran.

Baca juga: KPU: Anies-Muhaimin Lakukan Tuduhan Serius MK Diintervensi

Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024, Anies-Muhaimin mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.

Pasangan itu tertinggal jauh dari Prabowo-Gibran yang memborong 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.

Sementara itu, Ganjar-Mahfud hanya sanggup mengoleksi 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow