AS Kembali Berlutut,Batalkan Sanksi Batalyon Netzah Yehuda IDF Meski Lakukan Pelanggaran Berat HAM

AS Kembali Berlutut, Batalkan Hukum Batalyon Netzah Yehuda IDF Meski Lakukan Pelanggaran Berat HAM- Amerika Serikat (AS) dilaporkan membatalkan keputusannya untuk menjatuhkan sanksi terhadap batalyon Netzah Yehuda yang berisi kelompok Yahudi ekstrem milik Pasukan Israel (IDF). Pembatalan sanksi itu dilakukan AS meskipun telah menetapkan kalau tentara di brigade tersebut telah melakukan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat”...

AS Kembali Berlutut,Batalkan Sanksi Batalyon Netzah Yehuda IDF Meski Lakukan Pelanggaran Berat HAM

AS Kembali Berlutut, Batalkan Hukum Batalyon Netzah Yehuda IDF Meski Lakukan Pelanggaran Berat HAM

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) dilaporkan membatalkan keputusannya untuk menjatuhkan sanksi terhadap batalyon Netzah Yehuda yang berisi kelompok Yahudi ekstrem milik Pasukan Israel (IDF).

Pembatalan sanksi itu dilakukan AS meskipun telah menetapkan kalau tentara di brigade tersebut telah melakukan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” terhadap warga sipil Palestina di Tepi Barat yang diduduki, ABC News melaporkan.

Baca juga: Netanyahu Bersumpah Lawan AS yang Hukum Batalyon Netzah Yehuda atas Pelanggaran HAM di Tepi Barat

Ini menandai kedua kalinya pemerintahan Presiden Joe Biden batal memberikan sanksi kepada Israel atas pelanggaran hak asasi manusia berat sejak 7 Oktober.

Batalyon Netzah Yehuda, yang dibentuk untuk kelompok fundamentalis Yahudi di Israel, telah menarik banyak kelompok ekstremis dan kelompok pemukim Zionis ke dalam pasukannya sejak didirikan pada tahun 1999.

"Keputusan untuk tidak memberikan sanksi kepada batalion tersebut dituangkan dalam surat tak bertanggal dari Menteri Luar Negeri Antony Blinken kepada Ketua DPR Mike Johnson," tulis laporan ABC News.

Dalam surat itu, Blinken menyatakan kalau AS bertekad “tidak akan menunda pengiriman bantuan apa pun dari AS dan Israel akan dapat menerima jumlah penuh yang dialokasikan oleh Kongres.”

"Dia juga menyebutkan, pemerintah Israel telah memberikan informasi baru mengenai status unit tersebut dan bahwa AS akan terlibat dalam mengidentifikasi jalan menuju remediasi yang efektif untuk unit tersebut," tulis laporan tersebut.

Kembali Berlutut dan Manut

Keputusan untuk membatalkan  sanksi terhadap batalyon Haredi disebut-sebut dipengaruhi oleh seruan dari para pemimpin Israel dari berbagai spektrum politik.

Situs Amerika Axios, mengutip sumber lokal mengatakan kalau Departemen Luar Negeri AS menangguhkan sanksi terhadap batalion "Netzah Yehuda" tentara pendudukan Israel di Tepi Barat karena tengah meninjau kembali cerita dan pembelaan dari Netzah Yehuda berdasarkan informasi baru yang diberikan oleh Israel.

Axios menunjukkan, Menteri Luar Negeri Anthony Blinken berada di bawah tekanan dari pemerintah Israel dan anggota Kongres AS untuk mempertimbangkan kembali kemungkinan sanksi terhadap Brigade "Netzah Yehuda".

Awal pekan ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kalau dia akan menentang sanksi apa pun yang dijatuhkan terhadap unit militer Israel mana pun.

“Jika seseorang berpikir mereka dapat menjatuhkan sanksi pada unit IDF mana pun, saya akan melawannya dengan sekuat tenaga,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Awal bulan ini, pemerintahan Biden batal menjatuhkan sanksi terhadap pemukim ekstremis setelah pada Maret mengumumkan kalau mereka akan berusaha menghukum individu yang terkait dengan kekerasan terhadap pemukim.

Sebulan kemudian Gedung Putih memberi tahu Kementerian Keuangan Israel bahwa bank-bank di Israel tidak perlu membekukan rekening para pemukim yang terkena sanksi oleh Washington.

"Bank-bank Israel telah membekukan rekening para pemukim setelah AS mengumumkan sanksi tersebut. Namun, dalam surat yang dikirim ke Kementerian Keuangan, Washington mengatakan tindakan tersebut “tidak dimaksudkan untuk memaksa bank-bank Israel menutup rekening individu yang menjadi sasaran,” tulis laporan Memo.

Apa Itu Batalyon Netzah Yehuda?

Kepala Rabbi Yitzhak Yosef menyebut banyak penganut Yahudi Haredi atau ultra-Ortodoks menolak menjalani dinas militer Israel karena mereka mengabdikan waktunya untuk mempelajari Taurat dan interpretasi buku-buku agama secara konsisten.

Namun, tidak semua anak muda Haredi bersekolah di sekolah agama. Sebagian pun menjadi tentara dengan syarat khusus, yaitu kepastian bahwa mereka melanjutkan studi keagamaan.

Nahal Haredi mulai beroperasi sebagai lembaga non-profit pada 1999 yang beranggotakan rabi-rabi Haredi.

Mereka bekerja dengan Kementerian Pertahanan dan militer Israel untuk mengakomodasi anak-anak muda Haredi yang menekuni studi di sekolah keagamaan.

Kerja sama ini menghasilkan pembentukan Batalion Netzah Yehuda yang terdiri dari ribuan serdadu Haredi.

Lembaga Nahal Haredi menyatakan "mengikuti prinsip dan batasan-batasan yang memungkinkan para lelaki Haredi untuk mengabdi di posisi prestisius di militer Israel tanpa mengesampingkan jalan hidup Haredi mereka".

Tahun 1999, unit pertama yang terdiri dari 30 serdadu Haredi terbentuk dan dinamakan “Nahal Haredi", “Netzah Yehuda”, atau “Batalion 97” sesuai dengan nama organisasi sipil yang memberi gagasan penggabungan penganut Haredi ke militer.

Militer Israel membentuk batalion tempur Haredi pertama dan beroperasi di Ramallah dan Jenin. Pada 2019, surat kabar Ibrani Yedioth Ahronoth memberitakan bahwa militer Israel memutuskan untuk memindahkan Batalion Netzah Yehuda dari Ramallah ke Jenin.

Setelah Yedioth Ahronoth memberitakan "serangkaian kegagalan", juru bicara militer Israel mengatakan pemindahan batalion ke Jenin adalah "atas pertimbangan operasional".

Pada Desember 2022, Israel memindahkan batalion ini ke Tepi Barat. Meski begitu, militer menyanggah bahwa kebijakan ini diambil karena perilaku dari para tentara batalion.

Sejak itu, Batalion Netzah Yehuda terus beroperasi di utara.

Pada awal 2024, batalion ini mulai bertempur di Gaza, menurut laporan The Jerusalem Post.

Mantan komandan militer Israel, Aviv Kochavi, mengatakan Brigade Kfir yang mencakup Batalion Netzah Yehuda, akan mampu bertempur di Lebanon, Suriah, dan Gaza.

Saat ini, sekitar 1.000 tentara menjadi anggota Batalion Netzah Yehuda - baik yang masih pelatihan maupun di medan pertempuran.

Tentara-tentara anggota batalion ini menjalankan tugas selama dua tahun dan 8 bulan untuk militer Israel.

Mereka tidak berinteraksi dengan serdadu perempuan, seperti tentara pria lainnya.

Menurut Times of Israel, mereka diberikan waktu lebih untuk beribadah dan mempelajari agama.

Mengapa AS ingin menjatuhkan sanksi?

Anggota-anggota Batalion Netzah Yehuda dituduh membunuh Omar Assad, 79 tahun, seorang warga Amerika-Palestina pada Januari 2022.

Pembunuhan ini terjadi setelah dia ditangkap di dekat sebuah pos pemeriksaan sementara. Keluarga Assad mengatakan para tentara memborgol Assad dan membekap mulutnya—kemudian dia dibiarkan tergeletak.

Assad kemudian ditemukan mati.

Setelah menginvestigasi kejadian tersebut, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan telah terjadi "Kegagalan moral dan kesalahan penilaian, yang secara serius merusak nilai martabat manusia."

Komandan Batalion Netzah Yehuda menerima teguran atas insiden ini. Adapun komandan kompi serta komandan pleton dipecat. Penyelidikan terhadap para tentara ditutup tanpa satu pun dari mereka dibawa ke persidangan.

Kementerian Luar Negeri AS mulai menyelidiki Batalion Netzah Yehuda pada akhir 2022 setelah para tentaranya terlibat dalam sejumlah insiden kekerasan terhadap warga sipil Palestina.

Menurut surat kabar Haaretz, investigasi ini meliputi pembunuhan Omar Assad.

Sejak dimulainya serangan Israel ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, Amerika Serikat sudah mengeluarkan tiga gelombang sanksi terhadap pemukim individu karena tindakan kekerasan terhadap orang Palestina.

(oln/axis/khbrn/abc/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow