Apakah Biden Langgar Hukum dengan Perintahkan Serangan ke Yaman?

Beberapa anggota Kongres AS menuduh Presiden Joe Biden melanggar konstitusi dengan mengesahkan serangan ke Yaman.

Apakah Biden Langgar Hukum dengan Perintahkan Serangan ke Yaman?

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Beberapa anggota Kongres AS menuduh Presiden Joe Biden melanggar konstitusi dengan mengesahkan serangan ke Yaman.

Namun, kata para ahli, ketentuan-ketentuan dalam undang-undang AS memberi Gedung Putih wewenang untuk melancarkan aksi militer luar negeri secara terbatas.

"Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat untuk mencegah Biden melakukan tindakan semacam ini," kata Michael O'Hanlon, direktur penelitian kebijakan luar negeri di Brookings Institution, dikutip dari Reuters.

Baca juga: AS dan Inggris Jelaskan Tujuan Serang Houthi di Yaman

Apa yang dilakukan Biden? 

Pesawat tempur, kapal, dan kapal selam AS dan Inggris telah melancarkan puluhan serangan udara di berbagai wilayah Yaman pada Jumat (12/1/2024) dini hari, sebagai pembalasan terhadap pasukan Houthi.

Houthi diyakini telah melakukan serangan terhadap pelayaran Laut Merah dalam beberapa bulan terakhir sebagai tanggapan atas perang Israel di Gaza.

Pemerintahan Biden menginformasikan Kongres tentang serangan yang akan dilakukan, namun tidak meminta persetujuan mereka.

Apa yang dikatakan Konstitusi AS?

Beberapa anggota Partai Demokrat progresif yang mengkritik Biden mencatat bahwa Pasal 1 Konstitusi AS mengharuskan Kongres untuk mengesahkan perang, bukan presiden.

Dikatakan, itu sebagai salah satu "checks and balances" yang merupakan ciri khas sistem politik AS.

Namun, Pasal 2 Konstitusi menunjuk presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan memberinya wewenang untuk menggunakan kekuatan militer tanpa otorisasi kongres untuk tujuan pertahanan.  

Para pendukung langkah Biden mengatakan bahwa tujuan pertahanan tersebut akan mencakup menanggapi serangan terhadap pangkalan AS di Irak dan Suriah dan kapal-kapal komersial di Laut Merah.

Baca juga: 100 Rudal AS-Inggris Sasar 16 Lokasi Houthi Yaman

Apakah Biden melanggar UU Kewenangan Perang? 

Selain ketentuan konstitusional, penggunaan kekuatan juga dikendalikan oleh Resolusi Kekuatan Perang, yang disahkan Kongres pada 1973 sebagai pengawasan terhadap kekuasaan presiden setelah Perang Vietnam.

Resolusi tersebut mengharuskan tindakan militer tanpa deklarasi perang atau otoritas hukum khusus untuk dihentikan dalam waktu 60 hari.

Resolusi tersebut juga mengharuskan presiden untuk memberikan laporan kepada Kongres Amerika dalam waktu 48 jam setelah serangan mengenai keadaan yang mengharuskan tindakan tersebut, wewenang yang digunakan, serta perkiraan ruang lingkup dan durasi pertempuran.

Apa yang terjadi sekarang?

Para ahli kebijakan hukum dan keamanan mengatakan bahwa tanggapan jangka panjang akan bergantung pada apa yang terjadi di lapangan.

Dampaknya akan lebih kecil jika konflik dengan Houthi tidak meningkat dan Pemerintah AS terus memberikan informasi kepada Kongres.

"Saya rasa masih terlalu dini untuk mengetahui sejauh mana penolakan dari Kongres terhadap hal ini," ujar Brian Finucane, mantan pengacara Departemen Luar Negeri dan penasihat senior untuk program Crisis Group di Amerika.

"Saya rasa tanggapan Kongres dapat berubah seiring berjalannya waktu, terutama jika ada serangan Houthi lebih lanjut terhadap pelayaran di Laut Merah dan jika ada serangan lebih lanjut di Yaman," ujarnya.

Para ahli juga mencatat bahwa Kongres dapat meloloskan undang-undang yang mengekang presiden jika menginginkan suara yang lebih besar, karena adanya ketidakjelasan dalam undang-undang yang ada.

Baca juga: Australia Bantu AS dan Inggris Serang Houthi di Yaman

Apa presedennya? 

Kongres meloloskan resolusi untuk mengendalikan kekuasaan perang presiden pada tahun 2020 setelah Presiden Donald Trump, seorang Republikan, memerintahkan serangan yang menewaskan komandan tertinggi militer Iran Qassem Soleimani di bandara Baghdad tanpa memberi tahu Kongres.

Trump memveto resolusi tersebut dan tindakan tersebut tidak mendapat cukup dukungan dari rekan-rekannya di Partai Republik untuk dibatalkan.

Sementara, pada tahun 2011, Presiden Barack Obama, seorang Demokrat, mengizinkan serangan udara ke Libya, yang saat itu diperintah oleh Muammar Qaddafi, tanpa persetujuan Kongres.

Obama kemudian mengidentifikasi keputusan itu sebagai kesalahan terburuknya sebagai presiden.

Serangan-serangan tersebut membantu menggulingkan Qaddafi, tetapi membuat Libya sangat tidak stabil.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow