Teori Konspirasi Penembakan Trump Berkembang di Media Sosial, Apa Saja Bentuknya?
WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Teori konspirasi tentang upaya pembunuhan terhadap Donald Trump telah disimak oleh puluhan juta orang di media sosial X.
Hal itu diungkap oleh peneliti dari lembaga pengawas Center for Countering Digital Hate (CCDH) pada Selasa (16/7/2024).
Mereka tengah menyoroti potensi kehadiran informasi palsu tentang penembakan Trump yang menjadi viral di platform milik Elon Musk tersebut.
Baca juga: Kaus Bergambar Penembakan Trump Sempat Dijual di E-Commerce China
Situs media sosial yang sebelumnya bernama Twitter ini telah dibanjiri klaim-klaim tidak berdasar segera setelah penembakan Trump pada Sabtu (13/7/2024) di sebuah rapat umum kampanye di Butler, Pennsylvania.
Klaim-klaim tersebut, termasuk pernyataan-pernyataan tidak berdasar bahwa upaya pembunuhan Trump telah “diatur” atau “dilakukan oleh orang dalam”.
Sementara, terkait pelaku tuduhan ditujukan secara tidak berdasar seperti kepada orang Yahudi dan badan intelijen Israel, Mossad.
“Teori konspirasi tersebut disimak lebih dari 215 juta kali di media sosial X,” ungkap CCDH setelah menganalisis sampel dari 100 unggahan populer.
CCDH menambahkan, mayoritas posting nyatanya tidak memiliki “Catatan Komunitas”.
“Catatan Komunitas” adalah fitur yang memungkinkan para pengguna X untuk berkolaborasi dalam menambahkan konteks pada posting yang berpotensi menyesatkan, sehingga semua orang bisa mendapatkan informasi dengan setara.
Sementara itu, menurut kelompok penelitian nirlaba Institute for Strategic Dialogue, dalam 24 jam pertama saja, narasi tidak berdasar seputar insiden penembakan Trump telah mengumpulkan lebih dari 100 juta penayangan di X.
Baca juga: Biden Minta Publik Fokus pada Kebohongan Trump
Tim fact-checkers dari Kantor berita AFP menemukan, para penyebar berita bohong di internet juga secara keliru mengidentifikasi beberapa orang sebagai pelaku penembakan. Itu termasuk jurnalis olahraga Italia Marco Violi, pengunjuk rasa anti-Trump Maxwell Yearick, dan komedian Sam Hyde.
Para penyelidik federal AS sendiri telah mengidentifikasi pelaku penembakan Donald Trump sebagai Thomas Matthew Crooks dari Pennsylvania. Pelaku tewas di tempat kejadian.
Segera setelah penembakan, beberapa pengguna media sosial menyuarakan kebingungan saat mereka berebut untuk mendapatkan informasi yang akurat dalam apa yang tampaknya merupakan lautan posting palsu atau menyesatkan, yang dengan cepat mendapatkan daya tarik.
Tren ini menggambarkan kemampuan informasi keliru untuk bermutasi menjadi wacana politik yang viral di platform teknologi termasuk X.
Para peneliti mengatakan, beberapa akun yang mengejar pengaruh di platform tersebut memiliki motif finansial untuk mengunggah disinformasi yang sensasional, karena program bagi hasil iklan X memberikan insentif untuk konten ekstrem yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan.
Baca juga: Hakim Federal Batalkan Salah Satu Tuntutan Pidana Trump
“Dalam pasar disinformasi -yang secara efektif telah direduksi menjadi pasar kebohongan- konten ekstrem adalah mata uang Anda,” kata Imran Ahmed, Kepala Eksekutif dan Pendiri CCDH.
“Algoritme mengambil konten yang paling aneh dan memperkuatnya secara eksponensial hingga seluruh dunia digital dibanjiri dengan konspirasi, disinformasi, dan kebencian,” tambahnya.
Para peneliti telah memperingatkan tentang kemungkinan meluasnya disinformasi menjelang Pilpres AS 2024, yang akan berlangsung dalam iklim politik yang sangat terpolarisasi di Amerika Serikat.
“Pada tahap awal dalam siklus pemilu AS, kita sudah bisa melihat tanda-tanda peringatan bahwa media sosial dalam beberapa minggu dan bulan ke depan akan semakin kacau dan penuh dengan disinformasi,” kata Ahmed, sebagaimana dilansir AFP.