Informasi Terpercaya Masa Kini

Merekam Cinta dalam Lagu: Sejarah, Tren, dan Inovasi Terkini

0 6

“Aku selalu ingat tentang kita setiap kali dengar lagu ini.”

“Terima kasih ya kamu selalu ngertiin aku dalam segala situasi.”

“Aku kangen masa-masa indah kita dulu.”

Kalimat-kalimat di atas acap kali muncul di platform populer Send The Song.

Melalui platform ini, kita dapat mengirim lagu pilihan dan pesan pribadi secara anonim kepada orang tersayang, termasuk mereka yang pernah menjadi bagian dari hidup kita—alias mantan kekasih.

Keunikan Send The Song terletak pada fitur pencariannya, yang memungkinkan siapa saja menemukan lagu dan pesan yang dikirimkan hanya dengan mengetikkan nama si penerima.

Misalnya, nama-nama lazim, seperti Putri atau Rizki, akan menampilkan berbagai lagu dan pesan yang pernah mereka terima. Pencarian ini otomatis memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat bagaimana orang-orang yang pernah menyukai Putri atau Rizki menyampaikan perasaannya lewat melodi.

Baca juga:

  • Link Send The Song yang Lagi Viral dan Cara Ikut Tren
  • Tutorial Bikin Pesan Send the Song XYZ untuk Kirim ke Crush

Mengirim lagu cinta sebenarnya sudah menjadi kebiasaan jauh sebelum era digital.

Zaman kakak-kakak kita dulu, misalnya. Mereka biasa mengirimkan lagu melalui sesi request di stasiun radio, baik via telepon atau SMS.

Harapannya, lagu yang diajukan bakal diputar oleh si penyiar radio untuk dikirimkan pada orang yang diam-diam mereka taksir, atau memang ditujukan untuk kekasih resmi.

Pengirim lagu sering berjanji dengan penerima lagu untuk mendengarkan lagu tersebut bersama-sama.

Atau, terkadang, bisa juga si pengirim sengaja tidak memberi tahu sebelumnya karena berharap pihak penerima bakal mendengar lagunya secara tak disengaja, tanpa ekspektasi apa pun.

Baik melalui Send The Song maupun radio, lagu cinta seakan menjadi penyempurna dalam kisah dua sejoli yang tengah dimabuk asmara.

Lagu cinta memiliki sejarah panjang untuk mengekspresikan perasaan manusia. Pertanyaannya, sejak kapan melodi menjadi bahasa cinta?

Ayo coba kita telusuri sederet trivia menarik dan cuplikan historis mengenai bagaimana lagu cinta mencerminkan perjalanan perasaan manusia sepanjang waktu!

Sejarah lagu cinta Lagu cinta tak lepas dari sejarah panjang yang dimulai jauh sebelum era modern.

Ted Gioia, sejarawan musik, mengungkapkan fakta ini dalam bukunya Love Songs: The Hidden History (2015).

Menurut Gioia, lagu cinta telah ada sepanjang sejarah manusia dan bukan hanya tradisi budaya, melainkan kebutuhan biologis yang hampir mendasar.

Gioia melacak asal-usul lagu cinta ke ritual kesuburan kuno, seperti yang dilakukan sekitar 4.000 tahun lalu oleh Enheduanna, pendeta perempuan dan penyair dari Ur, kawasan yang sekarang menjadi Irak Selatan. Enheduanna dikenal sebagai penulis perempuan pertama.

Gioia juga menemukan bahwa gagasan romantisme ideal pertama kali muncul bukan dari para troubadour Eropa, melainkan dari nyanyian budak perempuan elite (qiyan) di Spanyol pada masa Arab abad pertengahan.

Pada masa lalu, menurut Gioia, lagu cinta selalu berakhir dengan bahagia karena terkait pada ritual kesuburan.

Konsep kegagalan tidak diterima, sedangkan cinta bahagia dianggap sebagai kunci kesuburan dan stabilitas.

Namun seiring waktu, mulai dari Mesir, bergeser ke Yunani dan daerah kekuasaan bangsa Romawi, lagu-lagu cinta yang tak berakhir bahagia mulai muncul sebagai ekspresi baru dalam nyanyian manusia.

Orang-orang Romawi tahu tentang pentingnya cinta yang tak bahagia. Mereka malah cenderung canggung dan lebih suka mengejek orang yang patah hati ketimbang mengagumi gairah cinta mereka.

Gioia percaya, rasa malu terhadap lagu cinta ini diwariskan dari Romawi, yang membuat banyak orang hari ini merasa tak nyaman mengakui bahwa mereka menikmati lagu-lagu cinta yang sentimental.

Tentang definisi lagu cinta Menurut Billboard, cara paling simpel untuk mengenali lagu cinta adalah melalui keberadaan kata “love” di judulnya.

Mereka bahkan menyusun peringkat 50 lagu paling populer dengan kata “love” dalam judulnya, berdasarkan keberhasilan lagu-lagu tersebut di tangga lagu.

Meski begitu, jumlah lagu cinta dengan kata “love” dalam judulnya nampaknya semakin menurun.

Hal ini bisa ditelusuri dari penemuan ahli bahasa Tyler Schnoebelen pada 2013 seperti dilansir dari The Week.

Schnoebelen melakukan analisis data terhadap hampir 40.000 judul lagu yang muncul di tangga lagu pop Billboard dari tahun 1890 hingga 2012.

Hasilnya, pada periode 1978-1982, sekitar 12-14 persen lagu menggunakannya, sedangkan sepanjang periode 2008-2012 angkanya turun menjadi hanya 5-6 persen.

Selain itu, lagu cinta yang dirilis saat ini tidak lagi menggambarkan kisah cinta sempurna seperti yang mendominasi era 1970-an dan 1980-an. Sebaliknya, banyak lagu fokus pada patah hati, hubungan yang tidak jelas (situationship), atau perasaan rumit di sekitar cinta.

Transformasi ini mencerminkan perubahan cara pandang terhadap cinta yang lebih realistis dan berani mengeksplorasi sisi gelap dan rumit dalam hubungan antarmanusia.

Jack Hamilton, dosen kajian media di University of Virginia, menggarisbawahi bahwa definisi lagu cinta memang telah meluas pada era modern.

Menurutnya, melansir dari UVA Today, lagu cinta mencakup berbagai topik, mulai dari balada romantis seperti “I love you” hingga lagu tentang patah hati, bahkan seks.

Dia juga menyoroti bahwa lagu-lagu populer dari generasi sebelumnya lebih sering mengisahkan kerinduan atau kehilangan cinta, dengan tema patah hati menjadi elemen dominan dalam musik pop selama beberapa dekade.

Terlepas dari itu semua, cinta tetaplah konsisten menjadi tema sentral dalam industri musik pop.

Keberagaman topik yang ada justru dianggap sebagai perkembangan positif. Sebab, artinya, musik tidak lagi terpaku pada narasi cinta yang klise.

Kala perempuan menulis lagu cinta Seiring berkembangnya definisi lagu cinta dan musik pop, kian banyak musisi perempuan yang berani menulis lagu tentang pengalaman pribadinya, termasuk ketidakpuasan terhadap pasangannya

Joni Mitchell membuka jalan pada 1970-an dengan karya-karya yang menggali emosi dalam hubungan dan berhasil menembus tangga lagu Billboard Hot 100.

Pada masa kini, musisi seperti Taylor Swift, Olivia Rodrigo, dan Billie Eilish gencar menulis tentang pengalaman mereka dalam hubungan yang penuh lika-liku, tanpa ragu mengungkapkan rasa sakit dan kekecewaan.

Terbaru, Chappell Roan dalam lagu Good Luck, Babe! mengeluhkan seorang kekasih yang ogah berkomitmen. Dan menariknya, objek kemarahannya adalah seorang perempuan, tema yang beberapa tahun lalu sulit ditemukan dalam musik pop.

Di balik itu semua, penulisan lagu cinta tidak lepas dari kritik.

Olivia Rodrigo sering mendapat komentar tentang ketergantungannya pada tema cinta. Taylor Swift juga kerap dikritik karena menulis lagu-lagu yang terinspirasi dari pengalaman pribadinya dalam menjalin kasih dengan beberapa laki-laki.

Taylor menanggapi kritik ini dengan menyoroti bias terkait seksisme, karena musisi laki-laki seperti Ed Sheeran atau Bruno Mars tidak pernah menerima kritik serupa.

Meskipun kritik terus bermunculan, musisi perempuan terus berinovasi dalam menulis lagu cinta.

Gioia memperkirakan, pada dekade mendatang, mereka akan terus mendefinisikan ulang genre ini, dengan tema persetujuan dan politik gender semakin muncul dalam lirik mereka.

Seperti disampaikan Gioia, perubahan besar dalam cara menyanyikan cinta selalu datang dari kalangan luar, terutama dari masyarakat kelas sosial bawah.

Pada 1960-an, perubahan itu datang dari musisi muda Liverpool (Ingat, The Beatles?).

Memasuki dekade 1980-an, rapper dari kawasan pinggiran kota memperkenalkan cara baru dalam melihat cinta.

Gioia menegaskan bahwa terobosan berikutnya dalam lagu cinta kemungkinan besar tidak akan berasal dari kalangan elite sosial.

Lagu cinta, laris manis Band asal Indonesia, Efek Rumah Kaca (ERK), melalui lagunya “Cinta Melulu”, mengkritik dominasi lagu cinta yang klise dan terlalu berorientasi pasar.

Lirik seperti “Lagu cinta melulu, kita memang benar-benar melayu, suka mendayu-dayu” menunjukkan bahwa ERK menyadari betapa lagu cinta sering terjebak dalam pola yang sama dan mudah diterima oleh banyak orang.

Penulis lagu sepanjang sejarah sebenarnya menghadapi tantangan besar dalam menggambarkan cinta.

Jimmy Webb, penulis buku Tunesmith: Inside The Art of Songwriting (1998), menyoroti bahwa kata “love” sendiri sudah terlalu sering digunakan dan sulit dicari padanan rimanya.

Meski begitu, lagu cinta tetap memiliki banyak penggemar dan konsisten diproduksi sedari dulu.

Menurut penelitian oleh Peter G. Christenson yang terbit di jurnal Psychology of Music (2018), diketahui bahwa lagu-lagu top 40 dari Amerika Serikat yang dirilis antara 1960 hingga 2010, sebanyak 67,3 persen liriknya membahas hubungan dan cinta, sementara 29,9 persen menyinggung soal seks dan hasrat.

Tema-tema lain, seperti isu sosial atau politik, agama, ras, identitas pribadi, hingga keluarga dan teman, jauh lebih jarang muncul.

Lagu cinta dengan lirik dominan berbahasa Indonesia juga terbukti sangat laris di platform Spotify.

Per 19 November 2024, lagu Tak Segampang Itu oleh Anggi Marito tercatat sudah diputar 502 juta kali sejak dirilis pada 2022.

Lagu Anggi diikuti oleh Runtuh dari Feby Putri dan Fiersa Besari yang meraih 484 juta pemutaran.

Lagu-lagu lainnya, seperti Duka oleh Last Child dan Komang oleh Raim Laode, juga mencatatkan pemutaran tinggi dengan masing-masing 394 juta dan 390 juta pemutaran.

Sudah jelas, di Tanah Air, lagu bertema cinta masih mendominasi platform musik streaming.

Menurutmu sendiri, apa lagu-lagu cinta ini memang tergolong overrated? Atau, adakah alternatif tema lagu lain yang bisa jadi pertimbangan untuk mendukung hari-harimu semakin bermakna?

Leave a comment