Informasi Terpercaya Masa Kini

Gen Z di China Bangun Jam 4 Pagi untuk Bekerja di 4 Tempat Berbeda demi Financial Freedom

0 4

KOMPAS.com – Kisah influencer generasi Z atau gen Z viral di media sosial TikTok China, Douyin, setelah dirinya mendapat penghasilan 1.380 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 21 juta per bulan.

Perempuan berusia 23 tahun itu rela bekerja di 4 tempat yang berbeda setiap harinya. Bukan sebagai pekerja paruh waktu saja, salah satu pekerjaannya menuntut shift penuh waktu selama 12 jam.

Kegigihannya itu dilakukan agar dirinya mampu mencapai kebebasan finansial atau financial freedom di usia muda.

Dikutip dari Next Shark, Jumat (22/11/2024) gen Z itu bangun pada pukul 4 pagi untuk bersiap masuk kerja pukul 5.30 waktu setempat sebagai staf dapur di sebuah restoran.

Selama waktu istirahatnya, ia mengunjungi rumah klien di dekat tempat kerjanya untuk memberi makan kucing dan membersihkan kotak kotoran hewan tersebut.

Setelah shift restorannya selesai pada pukul 17.30 waktu setempat, ia bergegas ke toko makanan penutup dan bekerja di sana hingga pukul 23.00 malam.

Seusai shift keduanya itu, perempuan tersebut kembali ke rumah dan mengedit video untuk akun media sosialnya hingga tengah malam.

Berkat usahanya tersebut, ia berhasil memperoleh penghasilan gabungan sekitar Rp 21 juta per bulan.

Namun, beberapa warganet mengkritik gaya hidupnya yang dinilai melelahkan karena terlalu banyak bekerja.

Mendapat sederet kritikan, pemilik akun tersebut menjelaskan bahwa kegiatan padatnya itu tidak dilakukan setiap hari. Ada kalanya perempuan itu beristirahat.

“Jika suatu hari saya merasa tidak enak badan atau tidak ingin bekerja, saya akan berhenti. Ini tidak se-ekstrem yang dipikirkan orang-orang,” kata dia.

Baca juga: Gen Z Kerap Memiliki Stigma Negatif di Dunia Kerja, Apa Alasannya?

Gen Z di China hadapi kondisi ekonomi yang sulit

Pertumbuhan ekonomi di China yang melambat pada tahun ini telah memberi tekanan bagi gen Z di negara tersebut.

Selama ini, masyarakat China tumbuh di negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat selama 4 dekade tanpa henti.

Namun, nasib malang, kondisi itu tidak terjadi ketika gen Z mulai tumbuh dewasa. Generasi yang lahir dari tahun 1997 sampai dengan 2012 itu justru harus menghadapi kesuraman ekonomi.

Mereka menghadapi ekspektasi yang jauh lebih rendah terhadap dinamisme ekonomi dan prospek mereka sendiri di masa depan.

Dikutip dari NPR, Selasa (16/1/2024), gaji pekerja muda lulusan kuliah di negara tersebut pada 2023 hanya 1.160 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 18 juta per bulannya, lebih rendah 15 dollar Amerika Serikat dari tahun sebelumnya.

Di sisi lain, penciptaan lapangan kerja di China juga melambat dan tidak sebanding dengan banyaknya lulusan pendidikan universitas dan pascasarjana tiap tahunnya.

Menjadi pengusaha dengan membangun dan menjalankan usaha kecil dan menengah juga tidak selamanya menjanjikan. Sebab, selama pandemi Covid-19, pengusaha bisnis kecil dan menengah itu mati-matian bangkit dari keterpurukan.

Kondisi tersebut mengakibatkan tingkat pengangguran di kalangan gen Z di China mencapai rekor tertinggi, yakni 21 persen untuk pekerja dengan usia 16-24 tahun, berdasarkan data per Juli 2023.

Tak lama setelah data tersebut diterbitkan, biro statistik di China mengatakan akan berhenti menerbitkan angka pengangguran di kalangan gen Z karena merasa perlu diperbaiki.

Adapun sejumlah perusahaan yang sebelumnya mempekerjakan pekerja milenial dan gen Z juga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca juga: Gen Z Peduli dan Memperjuangkan Perdamaian Dunia

Kebijakan pemerintah China

Menghadapi permasalahan ekonomi gen Z, pemerintah China telah mencoba meningkatkan lapangan kerja untuk kaum muda dengan menawarkan subsidi tambahan kepada perusahaan yang menyediakan program magang bagi lulusan universitas.

Dengan begitu, lulusan muda bisa magang di perusahaan selama satu tahun.

Namun, hampir 11,6 juta lulusan universitas yang memasuki dunia kerja pada 2023 masih menganggur yang berjuang mencari pekerjaan.

“Saya tidak yakin ekonomi China akan mampu menyerap lulusan baru (mulai tahun 2023),” kata seorang peneliti di lembaga pemikir Paulson Institute yang berbasis di Chicago, Houze Song, masih dari sumber yang sama.

Menurut dia, krisis properti dan utang pemerintah daerah menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi di negara tersebut menjadi sulit.

“Saya yakin bahwa tingkat pertumbuhan China (pada tahun 2024) kemungkinan besar akan lebih rendah daripada [pada tahun 2023], yang berarti bahwa tingkat pengangguran kaum muda kemungkinan besar akan terus terakumulasi,” tandas dia.

Leave a comment