Informasi Terpercaya Masa Kini

Rontoknya Bisnis Hypermarket di Tengah Perubahan Perilaku Konsumen

0 4

Beberapa tahun lalu, hypermarket adalah simbol modernitas. Kita ingat bagaimana masyarakat rela menempuh perjalanan jauh untuk berbelanja di tempat ini. Lorong-lorong panjang yang penuh barang, promo menarik, dan suasana belanja yang meriah menjadi daya tarik tersendiri.

Namun, seiring waktu, keadaannya berubah drastis. Kini, satu per satu hypermarket tutup gerai, dan meninggalkan pertanyaan besar: mengapa mereka tumbang?

Jawabannya ada pada perubahan cara kita berbelanja. Kehidupan masyarakat modern semakin dinamis, dan konsumen sekarang lebih memilih cara belanja yang praktis, cepat, dan efisien.

Mereka tidak lagi ingin menghabiskan waktu lama menyusuri lorong hypermarket yang luas. Sebaliknya, pilihan mereka jatuh pada toko yang lebih kecil dan dekat, atau bahkan layanan belanja daring yang semakin populer.

Hypermarket, dari Jaya ke Senja

Hypermarket pernah menjadi fenomena luar biasa di Indonesia. Pada tahun 1990-an dan awal 2000-an, mereka menjadi primadona dalam dunia ritel. Salah satu pemain pertama adalah Makro, yang hadir pada 1992 sebagai pionir konsep toko grosir besar.

Makro menarik perhatian dengan penawaran barang dalam jumlah besar dan harga kompetitif, khususnya untuk usaha kecil dan menengah. Namun, pada 2008, Makro dijual ke Lotte Mart, menandai awal dari perubahan besar dalam industri hypermarket.

Di sisi lain, Carrefour memasuki Indonesia pada 1998 dengan konsep belanja modern yang memikat banyak orang. Selama bertahun-tahun, Carrefour menjadi pilihan utama keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun, pada 2012, Carrefour menjual sebagian besar sahamnya kepada CT Corp dan perlahan-lahan digantikan oleh merek lokal Transmart. Meskipun sempat mencatat sukses besar, Transmart kini menghadapi tantangan besar dan harus menutup banyak gerainya.

Nama besar lain seperti Giant juga tidak mampu bertahan. Setelah lebih dari dua dekade melayani masyarakat, pada 2021 Giant mengumumkan penutupan seluruh gerainya di Indonesia. Beberapa gerai bahkan diubah menjadi toko-toko Hero Supermarket atau IKEA. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahkan merek besar pun tidak kebal terhadap perubahan zaman.

Selain itu ada Hypermart, yang dimiliki oleh Matahari Group, masih bertahan di pasar meskipun menghadapi berbagai tantangan. Meskipun sempat menutup beberapa gerai selama pandemi, Hypermart mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada tahun 2023.

Pada tahun 2024, manajemen Hypermart berharap dapat kembali meraih profitabilitas. Saat ini, Hypermart masih beroperasi dengan 111 gerai di seluruh Indonesia dan terus menawarkan berbagai produk, termasuk elektronik dan barang kebutuhan rumah tangga, dengan promosi yang menarik untuk menarik konsumen.

Praktis Jadi Prioritas

Jika kita perhatikan, perubahan perilaku konsumen ini sangatlah wajar. Masyarakat modern lebih sibuk dari sebelumnya. Mereka menginginkan pengalaman belanja yang cepat dan tidak merepotkan. Minimarket yang tersebar di mana-mana menjadi solusi sempurna untuk kebutuhan harian.

Namun, tidak hanya itu. Kehadiran teknologi juga mengubah segalanya. Layanan quick commerce (q-commerce) seperti Astro dan Segari kini menawarkan belanja daring dengan pengiriman super cepat, bahkan hanya dalam hitungan menit.

Tanpa perlu keluar rumah, konsumen bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan mudah. Inilah tantangan besar yang harus dihadapi hypermarket.

Apakah Ada Harapan untuk Bangkit?

Meskipun hypermarket terlihat seperti kalah bersaing, sebenarnya peluang untuk bangkit masih ada. Dengan perubahan strategi yang tepat, mereka bisa kembali relevan di era yang serba cepat ini.

Misalnya, bagaimana jika hypermarket mulai mengadopsi format toko kecil seperti minimarket? Dengan cara ini, mereka bisa lebih dekat dengan konsumen tanpa harus bersaing langsung dengan pemain besar seperti Alfamart dan Indomaret.

Tidak hanya itu, memperkuat kehadiran di dunia digital juga menjadi langkah penting. Hypermarket perlu menawarkan pengalaman belanja daring yang seamless, dengan aplikasi yang mudah digunakan, berbagai opsi pembayaran digital, dan pengiriman cepat.

Kombinasi toko fisik dan daring bisa menciptakan pengalaman belanja yang berbeda, menjadikan mereka lebih kompetitif.

Namun, yang paling menarik adalah bagaimana hypermarket bisa memberikan sesuatu yang tidak ditawarkan oleh kompetitor lain: pengalaman. Misalnya, area bermain anak, demo masak, atau acara bazar komunitas bisa menjadi nilai tambah yang membuat konsumen kembali.

Kesimpulan: Berubah atau Tertinggal

Dunia ritel sedang berubah, dan hypermarket menjadi saksi paling nyata dari perubahan ini. Kehidupan modern yang serba praktis dan kehadiran teknologi telah mendikte cara baru dalam berbelanja. Hypermarket, yang dulu menjadi tempat favorit, kini harus memilih: beradaptasi atau lenyap.

Namun, di balik semua tantangan ini, ada peluang besar untuk bangkit. Dengan inovasi, keberanian untuk berubah, dan fokus pada kebutuhan konsumen, hypermarket masih bisa menjadi bagian penting dari dunia ritel Indonesia.

Tidak ada yang mudah, tetapi bagi mereka yang mau berjuang, masa depan tetap penuh harapan.

Akhirnya, perlu kita ingat bahwa adaptasi adalah kunci, tidak hanya untuk bisnis tetapi juga untuk kita sebagai konsumen yang terus mencari cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah dunia yang terus berubah.

Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)

Leave a comment