Solidaritas untuk Palestina, Viral Pemilik Kafe di Vietnam Usir Satu Keluarga Asal Israel
REPUBLIKA.CO.ID, HANOI — Satu keluarga keturunan Yahudi diusir dari sebuah restoran di Hanoi, Vietnam, setelah sang pemilik restoran menegaskan, “Resto saya tidak menerima orang dari negara anda!”. Cerita pengusiran keluarga asal Israel dari restoran bernama Railway Tuan Cafe itu kemudian viral di media sosial khususnya X.
Dilansir dari Jerusalem Post, Dani Namdar dan istrinya Raizel, bersama kedua anak balita mereka tengah berlibur di Vietnam saat insiden itu terjadi pada pekan lalu. Dalam video yang diunggahnya di Instagram, Namdar menulis kutipan, “Ini bukan Jerman pada 1938. Ini adalah pemilik restoran ‘Pro Palestina di Veitnam. Anda bilang Anti Zionisme bukan Anti Yahudi? Kami tengah bersantai di Hanoi untuk foto-foto saat pemilik resto mulai mengancam anak kami saat ia melihat anak kami mengenakan kippah,” kata Namdar.
Dalam video itu, pemilik resto terekam menghardik keluarga Namdar, yang mengambil foto di depan restonya. “Keluar dari resto saya. Keluar! Jangan duduk di sini. Resto saya tidak menerima orang dari negara anda,” ujar pemilik resto tersebut kepada keluarga Namdar.
Saat Namdar bertanya apakah keluarganya ditolak karena mereka adalah Yahudi, pemilik resto menolak tuduhan itu dan bilang, “Tidak, tidak, tidak. Saya tidak menerima.”
“Sungguh ini adalah pengalaman traumatis bagi anak-anak kami,” kata Namdar.
Cek video keluarga Daniel Namdar diusir pemilik Railway Tuan Cafe:
Di video kedua yang diunggah Namdar, terlihat pemilik toko yang sama mengacungkan jari tengah kepada keluarga Namdar, sambil berkata, “Palestina Merdeka,” dan “Kami hanya menerima manusia, anjing, dan kucing. Kamu bukan manusia, pergi!”
Langkah Namdar mengunggah video pengalamannya diusir di restoran Vietnam tampak seperti upaya menggalang solidaritas dengan bingkai dirinya menjadi korban perilaku antisemit. Namun, di media sosial, sang pemilik toko Railway Tuan Cafe justru mendapat banyak simpati atas keberaniaannya itu yang dinilai sebagai refleksi atas solidaritas dunia terhadap penindasan warga Palestina, khususnya Gaza oleh zionis Israel saat ini. Dari ribuan warganet yang berkomentar di video yang diunggah Namdar di akun @thatjewishfamily, justru bersimpati terhadap pemilik Railway Tuan Cafe.
Lebih dari 38 ribu warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 87 ribu orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Hampir sembilan bulan setelah perang Israel dan sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, serta obat-obatan,
Israel telah dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang putusan terbarunya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum negara itu diinvasi pada 6 Mei. Israel yang juga mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober.
Pada pekan lalu, Koordinator Senior Kemanusiaan dan Rekonstruksi PBB untuk Gaza Sigrid Kaag menyatakan, bahwa serangan Israel di daerah kantong Palestina itu telah memicu badai penderitaan manusia.
“Warga sipil Palestina di Gaza telah terjerumus ke dalam jurang penderitaan. Rumah mereka hancur, kehidupan mereka berubah,” kata Sigrid Kaag kepada Dewan Keamanan PBB, Selasa (2/7/2024) dikutip Anadolu.
Kaag melaporkan, bahwa sistem kesehatan publik di Gaza telah runtuh, dengan hancurnya sekolah-sekolah dan sistem pendidikan, hingga menimbulkan ancaman serius bagi generasi mendatang. Ia memperingatkan tentang suhu udara yang melonjak ketika musim panas dan krisis layanan dasar seperti pengelolaan limbah, fasilitas sanitasi dan pasokan air, serta momok wabah penyakit menular.
“Sebanyak 1,9 juta orang kini mengungsi di seluruh Gaza,” kata Kaag.
Dia pun mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait perintah evakuasi terbaru di Khan Younis, dengan menyebut bahwa di Gaza, tidak ada tempat yang aman. Kaag juga menggarisbawahi penurunan signifikan jumlah bantuan yang masuk dan didistribusikan di seluruh Gaza setelah serangan Israel terhadap Rafah dan penutupan perbatasan Rafah.
Memperhatikan bahwa bantuan kemanusiaan akan dibutuhkan selama bertahun-tahun, Kaag mengatakan bahwa fokus juga harus diarahkan pada proses rekonstruksi dan pemulihan di Gaza, tanpa penundaan.
Tumbangnya Narasi Israel – (Republika)