Sri Mulyani Mantap Naikkan PPN Jadi 12%: Harga Barang Naik, Daya Beli Turun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berkukuh kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan tetap dilaksanakan per 1 Januari 2025.
Hal ini disampaikan dalam rapat bersama komisi XI DPR RI. Sri Mulyani menanggapi pernyataan dari Anggota Komisi XI Fraksi PKS Muhammad Kholid mengenai kepastian kebijakan tersebut.
Dalam rapat tersebut, Kholid menilai keputusan PPN 12 persen di 2025 akan memukul daya beli masyarakat. Meski demikian, Sri Mulyani menyatakan kebijakan PPN 12 persen di 2025 ini akan dijalankan, namun perlu persiapan yang matang.
“Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak-ibu sekalian, sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” kata Sri Mulyani di Komisi XI DPR RI, Rabu (15/11).
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sri Mulyani menegaskan, dirinya akan memberikan penjelasan lebih rinci nantinya kepada masyarakat terkait kebijakan PPN tersebut.
“Kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat walaupun kita buat kebijakan tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor kesehatan, pendidikan, makanan pokok, waktu itu debatnya panjang di sini,” ujarnya.
Pengusaha Khawatir Tekan Daya Beli
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan kenaikan tarif PPN pada kinerja penjualan dan daya beli masyarakat.
“Sudah pasti ya akan mempengaruhi performance penjualan dan market tahun depan. Saya khawatir dengan kenaikan PPN ini justru tax revenue kita malah akan turun kalau market bereaksi negatif,” kata Bob kepada kumparan, Kamis (14/11).
Menurut Bob, kenaikan PPN bisa memperburuk kondisi pasar, terutama ketika daya beli masyarakat sedang melemah. Jika bisnis tertekan dan konsumen menahan pembelian, dampaknya akan langsung terasa pada penerimaan pajak negara.
Tiket Pesawat hingga Hotel Bisa Kena Imbas
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menyebut sektor perhotelan dan restoran bakal terdampak isu kenaikan harga tiket pesawat tahun depan, yang disebabkan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.
“Kenaikan PPN 12 persen dampaknya bukan hanya dari industri penerbangan, pasti akan ada adjusment di industri perhotelan dan restoran sekali pun,” ucap Yusran ketika dihubungi kumparan, Rabu (13/11).
Sementara itu, Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan sejak tahun 2022, PPN terus dinaikkan persentasenya. Menurutnya, jika pemerintah berjanji ingin menurunkan harga tiket pesawat, maka diperlukan upaya penghapusan PPN untuk tiket dan avtur penerbangan domestik.
“Kalau pemerintah janji mau menurunkan harga tiket ya pertama hapus dulu PPN untuk tiket domestik, hapus PPN untuk avtur penerbangan domestik, karena baik tiket maupun avtur untuk penerbangan internasional tidak dikenakan PPN, tapi yang domestik justru dikenakan PPN,” pungkasnya.
Harga Langganan Netflix hingga Spotify Bakal Naik
Kenaikan tarif PPN diprediksi akan mempengaruhi harga sejumlah layanan digital, termasuk platform streaming seperti Netflix dan Spotify. Hal ini diungkapkan oleh ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda.
“Pasti akan berpengaruh ke harga Netflix, Spotify, dan layanan lainnya karena tarif PPN yang naik ini. Termasuk barang-barang elektronik yang kita beli di toko dan sebagainya,” kata Nailul kepada kumparan, Kamis (14/11).
Menurut dia, kenaikan PPN ini akan berdampak langsung pada harga layanan digital yang ditawarkan kepada konsumen. Hal ini disebabkan peningkatan biaya operasional yang harus ditanggung perusahaan akibat kenaikan tarif pajak tersebut.
Nailul mengatakan, dampak lain dari kenaikan tarif PPN ini adalah semakin maraknya praktik berbagi akun premium (premium sharing) sebagai upaya konsumen untuk mengurangi biaya berlangganan.