Informasi Terpercaya Masa Kini

Eks Karyawan Smelter Akui 33 Kali Transfer ke Rekening Perusahaan Helena Lim Sebesar Rp 70 Miliar

0 7

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan staf perusahaan smelter timah swasta PT Stanindo Inti Perkasa, Elsi Rahayu mengaku mengirim uang Rp 70 miliar ke perusahaan money changer Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange (QSE) dalam 33 kali transaksi.

Keterangan ini Elsi sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang menjerat Helena, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi dan kawan-kawan secara daring.

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung mencecar Elsi terkait pengiriman uang ke PT QSE. Ia mengaku melakukan transaksi itu atas perintah bagian keuangan PT Stanindo Inti Perkasa, Yulia.

Baca juga: Sidang Kasus Timah, Harvey Moeis Sebut Uang dari Bos-bos Smelter Swasta Dipakai Beli Alkes Covid-19

“Kenapa kok bisa (ditulis pada slip) pengirimnya PT Quantum, penerimanya juga PT Quantum?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).

“Karena perintahnya begitu,” jawab Elsi.

Meski demikian, Elsi mengaku tidak ingat berapa rincian transaksi pengiriman uang ke PT QSE. Sebab, ia tidak menyimpan bukti transfer.

Jaksa lantas meminta Elsi mengingat dengan membacakan barang bukti slip setoran 21 Februari 2019 dan 5 Maret 2018. Setelah diperlihatkan bukti slip itu oleh jaksa, Elsi membenarkan transaksi tersebut.

“Jumlahnya 3.543. 760.000 betul?” tanya jaksa.

“Betul,” jawab jaksa.

Baca juga: Sidang Kasus Timah, Bos Smelter Sebut Beri Insentif Harvey Moeis Rp 50 Juta-Rp 100 Juta Per Bulan

Jaksa lantas menyebut, selama 2019 hingga 2020 terdapat 33 kali transaksi ke PT Quantum Skyline Exchange.

Pada 22 April 2019 misalnya, Elsi mengrimkan uang Rp 2.815.000.000 ke rekening perusahaan Helena Lim.

Kemudian, pada 27 Mei 2019 Rp 4.320.000.000; transaksi pada 21 Juni 2019 Rp 3.400.800.000; transaksi pada 3 Juli 2019 Rp 2.129.120.000; dan Rp 2.580.000.000 pada 17 Juli 2019.

“Kalau total dari 2019 sampai dengan 2020 itu berkisar sampai dengan Rp 70 miliar. Perkiraan saksi apakah sampai dengan nilai segitu?” tanya jaksa.

Namun, pertanyaan ini dihentikan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rianto Adam Pontoh. Jaksa diminta menunjukkan slip setoran kepada Elsi.

“Apakah slip setoran ini saudara tahu seperti ini yang saudara kirim waktu itu?” tanya Hakim Rianto.

Baca juga: Bos Smelter Sebut Perusahaan Cangkang Hanya Dipakai untuk Tempat Pembayaran Bijih Timah

“Iya, betul,” jawab Elsi.

Surat dakwaan jaksa menyebut, Helena diduga berperan memfasilitasi Harvey Moeis yang mewakili perusahaan smelter PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan PT QSE.

Money changer milik Helena itu disebut menampung uang pengamanan senilai 500 hingga 700 dollar Amerika Serikat (AS) per ton.

Uang itu dikumpulkan dari perusahaan smelter yang menangani kerja sama smelter dengan PT Timah Tbk yakni, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.

Dana tersebut dikumpulkan seakan-akan menjadi Corporate Social Responsibility (CSR) dari para smelter yang mengambil bijih timah dari izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Helena bersama suami akris Sandra Dewi itu diduga menerima aliran uang Rp 420 miliar dari tindakan tersebut.

“Memperkaya Harvey Moeis dan terdakwa Helena setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” kata jaksa.

Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Harvey, Mochtar, Helena, dan para terdakwa lainnya melakukan korupsi secara bersama-sama.

Perbuatan mereka diduga menimbulkan kerugian keuangan negara dan kerugian lingkungan hingga Rp 300 triliun.

Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa.

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.

Leave a comment