Informasi Terpercaya Masa Kini

Berkat Kunjungan Pendeta, Henderson Akhirnya Bebas Setelah 3 Tahun Dikerangkeng

0 7

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com – Henderson Harianja (49), warga Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, hidup dalam kerangkeng selama tiga tahun. 

Henderson kemudian dibebaskan dan dibawa ke Rumah Sakit Jiwa dr Muhammad Ildrem, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (5/11/2024). 

Henderson merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Dia tinggal di Jalan Pisang, Gang Delima RT/03/RW/09, Kelurahan Pardamean, Kecamatan Siantar Marihat. 

Adik Ipar Henderson, Junita Nainggolan, menuturkan, Henderson mengalami perubahan perilaku sejak remaja. 

Henderson yang tak lulus SMA, pergi bekerja sebagai pemanen padi bersama temanya di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

“Sepulang dari sana, mungkin ada kejadian tapi dia nggak mau cerita. Sejak itu dia mulai mengurung diri dan mau ngomong sendiri,” ujar Junita yang mengetahui riwayat Henderson dari mertuanya, saat ditemui di lokasi, Selasa.

 

Pihak keluarga sempat membawa Henderson ke salah satu pusat rehabilitasi di Kota Pematangsiantar. Namun, karena terkendala biaya, Henderson akhirnya tak jadi dirawat di sana.

 

Sejak itu, dia pindah ke Aek Ledong, Kabupaten Asahan, merantau bersama ayahnya.

 

Pada 2021, Henderson pulang kampung setelah ayahnya meninggal dunia. 

 

Setelah itu Henderson tinggal bersama ibunya, T Boru Nainggolan, yang kini kondisi kesehatannya kurang baik.

 

“Tiga minggu baru datang kemari, kondisinya masih baik. Setelah satu bulan baru mulai. Dia mau menutup pintu dan jendela, jadi Ibunya takut karena mau diusir. Apalagi kondisi Mertua ku ini sakit, jadi takut kenapa kenapa,” ujar Junita.

  Dikerangkeng karena tak ada biaya

Ketua RT/03/RW/09, Kelurahan Pardamean, Anggiat Situmorang, menuturkan, Henderson terpaksa dikerangkeng karena keterbatasan biaya keluarga untuk membawanya ke pusat rehabilitasi.

Orangtua Henderson bolak balik membawa anak sulungnya itu berobat ke paranormal mau medis, tapi tak kunjung sembuh.

 

Akhirnya, selama tiga tahun Henderson mendekam di dalam kerangkeng besi berukuran 60 x 2 meter yang ditempatkan di samping rumah. 

 

Kerangkeng itu berada di antara dua tembok rumah bagian luar, ditutupi pintu seng yang di bawahnya setengah beton. 

 

“Kalau dana untuk berobat jelas memang tidak ada. Jadi itu lah solusinya,” ucap Anggiat.

 

Selama Henderson dikerangkeng, kata Anggiat, dia berupaya meminta bantuan ke pemerintah, tapi gagal karena oknum pejabat saat itu meminta uang dan administrasi yang berbelit belit.

 

Anggiat mengakui, perilaku sehari hari Henderson tidak terlalu mengganggu, tapi membuat warga was-was. 

   

“Kami merasa bersalah juga karena dia dikerangkeng, tapi mau bagaimana lagi,” tutur Anggiat.

  Terungkap saat kunjungan Pendeta

Henderson yang selama tiga tahun hidup dalam kerangkeng, terungkap baru baru ini setelah kunjungan seorang Pendeta Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) Pematangsiantar Sahat Rumapea.

Adapun Sahat mengunjungi rumah T Boru Nainggolan, ibu dari Henderson yang tercatat sebagai jemaat GPI. 

Pendeta Sahat mendatangi rumah jemaatnya itu setelah sekian lama tidak beribadah karena kondisi sakit di usia senja. Ia datang untuk mendoakan.

 

“Ibunya sakit, jadi kami datang untuk mendoakan. Saat kami tanya ada yang mau didoakan lagi, ibunya bilang ada,” kata Sahat saat ditemui di lokasi yang sama.

 

Ia heran ketika ibu Henderson bilang ada anaknya sedang berada di dapur. Setelah dia masuk ke dapur, Sahat tidak melihat siapa-siapa. 

 

“Katanya di kamar bagian dapur, rupanya di kerangkeng. Saya langsung terkejut, kenapa bisa begini, saya terharu dan mendoakan dia,” ungkapnya.

 

Pulang dari rumah jemaatnya Nainggolan, Sahat menghubungi kerabatnya, Tagor Sitohang, dari Komunitas Siantar Men Peduli. 

 

Komunitas ini turun memberi bantuan kepada keluarga, menghubungi pihak kelurahan dan melapor ke Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A)  Kota Pematangsiantar.

 

“Kami berharap bantuan sosial pemerintah untuk disalurkan untuk masyarakat yang benar benar membutuhkan. Semoga kondisi beliau baik baik saja dan cepat pulih,” ujar Pdt Sahat Rumapea.

  Diberangkatkan ke Medan

Ketua RT 03 Anggiat Situmorang  mengaku cemas melihat kondisi Henderson saat dikeluarkan dari kerangkeng.

Ia khawatir pria 49 tahun tak mampu berjalan karena kondisi hanya berbaring dan jongkok dalam kerangkeng besi selama tiga tahun.

 

“Makanya saya bawa jalan-jalan di sekitar sini dulu. Kita juga khawatir dia terganggu karena banyak orang di sini,” ucap Anggiat.

 

Sebelum dibawa ke RS Jiwa dr Muhammad Ildrem, Kota Medan, pagi itu Henderson lebih dulu didoakan oleh pendeta dan keluarga di rumahnya. 

   

Henderson tampak mengenakan kaus biru dan celana pendek saat dijemput mobil Dinas Sosial Pematangsiantar dari kediamannya.

 

Ia duduk di sebelah Anggiat di kursi belakang mobil. 

 

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos P3A Pematangsiantar, S Malau, mengatakan, petugas membawa Henderson ke rumah sakit jiwa setelah ada rekomendasi dari kelurahan.

 

“Kalau biaya makan semua ditanggung di Rumah Sakit Jiwa Ildrem, karena itu kan milik pemerintah. Kalau ada kebutuhan keluarga itu diserahkan kepada keluarga lah,” ucap Malau. 

 

Ia menyebut peristiwa ini bukan kali pertama terjadi. Dinsos Pematangsiantar sering menangani hal semacam ini, tapi tidak disampaikan ke media.

 

Di tempat yang sama, Lurah Pardamean, Sam Andre Situngkir, mengaku baru mengetahui ada warganya dikerangkeng setelah mendapat laporan.

 

Sam baru menjabat sebagai Lurah Pardamean tiga yang bulan lalu. 

 

Setelah mendapat laporan, dia membuat surat keterangan tidak mampu untuk Henderson dan mengirimkan permohonan ke Dinas Sosial P3A Pematangsiantar.

 

Sam mengatakan, keluarga Henderson merupakan salah satu keluarga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kota Pematangsiantar.

 

“Kalau biaya semuanya ditanggung oleh pemerintah. Kalau misal pihak keluarga khawatir soal biaya, hubungi saya agar saya sampaikan ke dinas sosial,” ucap Sam.

Leave a comment