Informasi Terpercaya Masa Kini

Surah Al Jinn di Masjid yang Hanya Buka di Hari Jumat di Zhuhai

0 9

Setelah sejenak mampir ke Xin Yuanming Yuan, jalan-jalan di hari Kamis pagi menjelang siang di Zhuhai dilanjutkan dengan tujuan Masjid Xiangzhou dengan harapan bisa melihat lebih dekat tempat ibadah Muslim di kota ini.

Untuk itu kembali kami memesan taksi online Didi. Masjid ini terletak  di tepi jalan raya yang lebar dan cukup ramai, kebetulan sedang ada pekerjaan perbaikan tempat parkir sehingga kami harus  berhenti sekitar 50 meter dari masjid.

Akan tetapi, ketika tiba  di depan masjid, saya terkejut karena pintunya tertutup rapat.  Masjid ini juga hanya menempati salah satu pintu dari deretan rumah toko pada bangunan besar yang bertingkat cukup banyak.

Sama sekali tidak ada tanda bahwa ini sebuah masjid kecuali sebuah nama dengan alas warna hijau dalam aksara Hanzi.  Zhuhai Shi Xiang Zhou Qingzhensi. Demikian kira kita bunyi delapan aksara tersebut yang berarti Masjid Xiangzhou Kota Zhuhai.

Di bawahnya ada deretan aksara hanzi yang lebih kecil dan saya sama sekali tidak bisa membacanya. Baru kemudian dengan bantuan gadget saya tahu artinya yaitu

Membangun rasa kebersamaan yang kokoh bagi bangsa Tiongkok.

Saya mendekat ke rolling door dari alumunium dan melihat gemboknya di bagian bawah.  

Tepat di sebelah masjid, saya melihat sebuah restoran dan ada seorang lelaki yang sedang membakar shashlik atau sate domba khas yang sering dijumpai dalam perjalanan saya ke beberapa negara Asia Tengah baru-baru ini.

Wah ini pasti restoran Xinjiang, pikir saya. Lalu saya bertanya kepada lelaki itu mengapa masjid ini ditutup dan kapan bukanya.  Tentunya saja dengan bahasa Inggris dan mandarin yang terbatas.  Lelaki itu menjawab dengan bahasa Mandarin dan mengatakan bahwa masjid baru akan buka besok menjelang shalat Jumat. Dia juga mengatakan bahwa marbotnya tidak tinggal di masjid ini.

Karena keterbatasan bahasa maka saya juga tidak tahu apakah masjid ini memang hanya buka setiap Jumat atau hanya kebetulan saat ini saja pengurusnya sedang pergi.

Kebetulan waktu sudah menunjukkan hampir waktu makan siang sehingga kami memutuskan untuk mampir ke restoran.

Restoran ini ternyata lumayan besar dan bertingkat dua walau gedungnya bertingkat cukup tinggi.  Kebetulan saat itu sedang tidak ada pelanggan lain.

Kami duduk di meja bundar di tengah dan kemudian seorang gadis langsung menyambut dan membawa menu.  Untungnya gadis nya lumayan bisa berbahasa Inggris.

Kami memesan roti nan yang betinanya bulat dan tentu saja beberapa tusuk sate domba alias shashlik serta sayur yang mirip capcay.

Sebagaimana di restoran Xinjiang di sini juga tersedia Laghman atau Lamien, nasi plov dan juga sup daging. Untuk minumnya kami memesan teh hangat yang harum dan segar.

Sambil menunggu Shashlik yang sedang dibakar, saya memperhatikan interior restoran ini.  Banyak dekorasi khas Xinjiang berupa hiasan dan  lukisan yang menggambarkan budaya  Uyghur dan pemandangan Xinjiang yang memukau.

Sebagian besar karyawan, termasuk lelaki yang menyiapkan shashlik adalah etnis Uyghur, hal ini dapat diamati ketika mereka saling  berbicara. Sebagian  lagi mungkin etnis Hui atau Han.

Tidak lama kemudian, muncul beberapa tusuk shashlik yang masih hangat. Hidangan ini berupa daging domba yang dipanggang dan dibumbui dengan rempah khas. Dagingnya lembut, beraroma, dan memiliki rasa gurih yang pas, sangat memuaskan bagi pecinta kuliner daging.  Dalam waktu singkat sate dengan tusuk dari logam yang panjang dan sekilas mirip pedang kecil ini langsung ludes, sehingga kami memesan beberapa tusuk lagi.

Selain itu juga hadir sepotong Nan, Roti pipih tradisional yang lembut di dalam namun renyah di luar, cocok sebagai pelengkap shashlik, apalagi dihidangkan masih dalam keadaan hangat.

Sebagai tambahan, satu porsi  capcai berupa campuran sayuran segar ini memberikan sentuhan rasa yang lebih ringan dan melengkapi hidangan daging dan roti.

Makan siang ini tak hanya memuaskan rasa lapar tetapi juga memperkenalkan saya pada kekayaan kuliner Uyghur yang autentik. Selain itu menunjukkan betapa miripnya kuliner Xinjiang dengan beberapa negara di Asia Tengah.

Setelah makan, saya bertanya kepada gadis tadi  apakah ada mushola di restoran ini. Dengan  ramah , gadis tadi menunjukkan sebuah ruangan  di lantai dua. Ruangan ini ternyata juga didekorasi dengan indah, dilengkapi hiasan dinding dan lukisan karpet bertema Islam.

Ruangan ini berkarpet indah dan memiliki perabotan cukup mewah, mungkin sebenarnya merupakan salah satu ruangan VIP di restoran ini.  Selembar sajadah besar juga terhampar di sini sehingga saya sudah tidak perlu menanyakan arah kiblat.

Sekilas , ruangan ini memberikan suasana yang tenang dan damai, sangat cocok untuk beribadah.

Mungkin ruangan ini  sering digunakan oleh para pelanggan Muslim yang datang ke restoran, terutama bagi mereka yang tidak sempat ke masjid atau saat masjid tidak buka. Fasilitas ini menjadi tambahan yang sangat berarti bagi restoran dan memperlihatkan perhatian pemilik terhadap kebutuhan komunitas dan pelancong  Muslim di Zhuhai.

Pada awalnya saya tidak mengetahui nama restoran ini. Baru ketika keluar dan memesan taksi Didi untuk melanjutkan jalan-jalan ke tempat lain di Zhuhai saya melihat nama restoran ini yaitu Xinyue Muslim Restaurant.

Meski rencana awal untuk mengunjungi Masjid Xiangzhou tidak berjalan sesuai harapan, pengalaman ini memberikan pelajaran berharga. Saya bisa melihat bagaimana restoran Muslim di sekitar masjid, khususnya yang berakar dari tradisi Uyghur, turut mendukung kebutuhan spiritual dan kuliner para pelanggannya. Makan di restoran ini dan berkesempatan sholat di ruang khusus di lantai dua adalah pengalaman yang sangat berkesan, menunjukkan bagaimana kehangatan dan perhatian bisa ditemukan di tempat-tempat yang tak terduga.

Kunjungan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan saya tentang budaya Uyghur tetapi juga menyiratkan semangat kebersamaan yang erat antara umat Muslim di Zhuhai.

Jika pembaca  mengunjungi Zhuhai, sempatkanlah untuk mampir ke Masjid Xiangzhou pada hari Jumat, atau bila berkunjung di hari lain, bisa mampir ke  restoran di sebelahnya yang menawarkan kehangatan, hidangan lezat, dan juga  tempat untuk beribadah.

Dalam taksi menuju ke Zhuhai Grand Theatre, saya masih sempat berselancar di dunia maya dan menemukan satu lagi foto masjid Xiangzhou.  Namun kali ini dengan tulisan yang berbeda di bawah namanya.

 Tulisan yang ada di foto itu adalah kutipan ayat Al Quran dengan aksara Hijaiyah serta terjemahan dalam aksara Hanzi.Surat Al-Jin ayat 18  ini berbunyi:”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah sesuatu pun di dalamnya selain Allah.”Ayat ini sering ditampilkan di masjid-masjid sebagai pengingat bahwa tempat ibadah adalah khusus untuk beribadah kepada Allah saja, mencerminkan makna tauhid dan esensi Islam.Saya terus bertanya dalam hati mengapa kutipan ayat ini sekarang digantikan dengan slogan yang sedikit bernuansa  kesatuan bangsa seperti yang saya lihat baru saja? Mungkin pembaca bisa menjawabnya.Zhuhai, Agustus 2024

Leave a comment