Kunci Jawaban Program Belajar dari Rumah TVRI: Pesan Moral Cerita Asal Usul Danau Situ Bagendit
TRIBUNTRENDS.COM – Simaklah kunci jawaban Program Belajar dari Rumah TVRI: Pesan Moral Cerita Rakyat Asal Usul Danau Situ Bagendit di Jawa Barat.
Laman ini memuat Program Belajar dari Rumah TVRI sebagai alternatif kegiatan pembelajaran selama anak belajar di rumah karena terdampak masa pandemi Covid-19. Seperti tayangan cerita anak Kidi dan Widi Episode Aku Mengoles Selai di Atas Roti untuk anak PAUD, kemudian Cerita Rakyat: Asal Usul Danau di Sumatera dan Jawa Barat untuk siswa SD.
Tak hanya itu ada pula tayangan dokumenter Ragam Wajah Amerika Diaspora: Orang Indonesia Sukses di Amerika. Untuk SMP hingga Vokasi Kini: Teknisi adalah Kunci untuk SMA. Siswa juga disuguhkan materi belajar Bahasa Inggris. Khusus untuk cerita Cerita Rakyat selain membahas Asal Usul Danau Toba di Sumatera Utara, juga membahas Asal Usul Danau Situ Bagendit.
Berikut Ringkasan Cerita Asal Usul Danau Situ Bagendit di Jawa Barat
Alkisah, pada zaman dahulu, di sebuah desa yang subur yang berada di Jawa Barat tepatnya di daerah Garut hiduplah seorang janda yang bernama Nyai Bagendit. Nyai Bagendit adalah seorang janda yang kaya raya.
Meskipun dikaruniai harta yang berlimpah, Nyai Bagendit adalah orang yang sangat kikir, dan tamak. Ia juga mempunyai sifat yang sombong terutama pada orang-orang miskin di sekitarnya. Ia sama sekali tidak pernah memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan bahkan ia seringkali mengusir warga yang datang ke rumahnya untuk meminta bantuan.
Kalaupun Nyai Bagendit mau membantu meminjamkan uang kepada masyarakat sekitar, ia tak segan-segan mengambil bunga yang sangat tinggi. Apabila si peminjam tidak bisa membayar hutangnya tepat waktu, Nyai Bagendit menyuruh tukang pukulnya untuk menagih dengan paksa bahkan dengan kekerasan.
Harta Nyai Bagendit menjadi semakin bertambah melimpah dikala panen tiba. Ketika musim paceklik tiba, penduduk sekitar banyak yang gagal panen dan menderita busung lapar. Tapi bukannya membantu masyarakat sekitarnya Nyai Bagendit justru berpesta pora bersama sanak dan keluarganya.
Karena sifatnya yang kikir dan pelit itu, maka warga sekitar menjulukinya Bagenda Endit, yang artinya orang kaya yang pelit.
Suatu hari, Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya semakin bertambah banyak. Ketika selamatan itu berlangsung, datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan, tubuhnya kurus kering dan bajunya compang camping.
“Tolonglah Nyai, berikan saya sedikit makanan. Saya sangat lapar, sudah dua hari tidak makan.” Kata pengemis itu.
Melihat perempuan tua yang kotor dan bau masuk ke rumahnya. Nyai Bagendit marah besar.
“Hai perempuan tua, jangan kau injakkan kaki kotormu itu di rumahku. Pergi kau dari rumahku!” hardik Nyai Bagendit.
Dengan rasa sedih yang mendalam, akhinya perempuan tua itu pun pergi.
Kekikiran Nyai Bagendit tidak sampai disitu saja, suatu saat terjadi musim kemarau panjang. Air sumur warga banyak yang mengalami kekeringan. Mereka kebingungan mendapatkan sumber air. Hanya tinggal satu sumur yang airnya masih melimpah, yaitu milik Nyai Bagendit. Sebenarnya warga malas untuk meminta air kepada Nyai Bagendit, namun karena terdesak dan terpaksa mereka pun mencoba meminta air kepadanya.
“Nyai Bagendit, tolonglah kami, air sumur kami sudah kering, biarkanlah kami mengambil air di sumurmu untuk kami pakai memasak. Kami sangat haus dan kelaparan.” Kata seorang warga dari luar pagar rumah Nyai Bagendit.
Dengan nada kasar Nyai Bagendit berkata “Hai, kalian semua. Aku tidak akan memberikan air kepada kalian walau hanya setetes. Jika kalian ingin air, carilah ke tempat lain.”
Warga pun akhirnya pergi dari rumah Nyai Bagendit dengan tangan hampa.
Suatu saat, datanglah seorang kakek ke rumah Nyai Bagendit. Badannya kurus dan bungkuk. Ia membawa sebuah tongkat untuk menopang tubuhnya yang renta. Kedatangannya hanya ingin meminta air minum.
“Nyai Bagendit, saya minta tolong, berikanlah saya sedikit air minum untuk menghilangkan dahaga saya.” Iba sang kakek.
Sang kakek sangat senang karena Nyai Bagendit tidak menghardik seperti yang telah ia lakukan pada orang-orang lainnya. Nyai Bagendit masuk ke dalam rumahnya tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sang kakek mengira Nyai Bagendit akan mengabulkan permintaannya.
“Syukurlah, sebentar lagi aku tidak akan kehausan, dahaga ini akan segera hilang.” Pikir sang kakek.
Tak berapa lama kemudian, Nyai Bagendit keluar rumah dengan membawa ember yang berisi air. Tanpa banyak kata, Nyai Bagendit langsung menyiramkan air dalam ember tadi ke tubuh si kakek.
“Byurrrr.. Rasakanlah ini hai kakek tua!” kata Nyai Bagendit dengan rasa marah. Tak cukup hanya itu, setelah menyiramnya dengan air, ia mendorong dengan keras kakek tua renta itu hingga jatuh tersungkur ke tanah. Ia juga merampas tongkat yang dipegang kakek itu dan membuangnya jauh.
Sungguh malang nasib sang kakek, ia harus berjalan sempoyongan karena kehilangan tongkatnya.
Keesokan harinya, Desa setempat digegerkan dengan munculnya tongkat yang menancap di jalan desa. Tongkat tersebut menghalangi jalan sehingga masyarakat desa berusaha untuk mencabutnya. Namun tak ada satupun yang berhasil.
Lalu, datanglah seorang perempuan tua berpakaian compang camping yang tak lain adalah nenek yang pernah meminta-minta pada saat acara selamatan Nyai Bagendit. Tanpa mengeluarkan banyak tenaga, si nenek dapat mencabut tongkat yang menancap di jalan itu.
Tiba-tiba saat tongkat tercabut, keluarlah pancuran air yang sangat deras. Warga sekitar yang menyaksikan terheran-heran dengan peristiwa itu. Makin lama air mengalir makin deras hingga meluber kemana-mana. Warga pun menjadi ketakutan sehingga mereka segera pergi dan menyelamatkan diri.
Semua warga melarikan diri mencari tempat yang aman karena air terus mengalir dengan derasnya. Hanya tinggal satu orang yang tersisa di desa itu yaitu Nyai Bagendit yang kikir dan tamak. Ia tetap bertahan karena tidak mau meninggalkan rumah dan harta bendanya.
Akhirnya, Nyai Bagendit pun tenggelam bersama harta bendanya. Sementara penduduk yang lain selamat. Kini desa itu berubah menjadi sebuah danau besar dan dalam. Danau itu kemudian dikenal dengan sebutan Situ Bagendit. Situ aritnya danau, dan Bagendit diambil dari nama Nyai Bagendit.
Begitulah akhir dari cerita legenda Situ Bagendit. Konon, di danau Situ Bagendit hidup seekor lintah besar yang dipercaya sebagai jelmaan Nyai Bagendit yang semasa hidupnya menjadi lintah darat.
Pesan Moral Cerita Rakyat Asal Usul Danau Situ Bagendit di Jawa Barat
Janganlah sombong dan pelit terhadap sesama
(TribunTrends.com/ Tribunpontianak.co.id)