Informasi Terpercaya Masa Kini

Bergaji Rp 4,2 Juta Bersih dan Dianggap Keluarga Sendiri,NR Masih Tega Cekoki Obat ke Anak Majikan

0 12

TRIBUN-MEDAN.COM –  Seorang babysitter di Surabaya, Jawa Timur, yang bernama Nurmiatin (37) alias NR, memberikan obat keras yang mengandung steroid terhadap anak majikannya yang masih berusia 2 selama satu tahun.

Kasus ini terungkap setelah korban mengalami masalah pada kesehatannya. Kemudian orangtua korban melakukan pemeriksaan kesehatan.

Bagaimana tidak, di usia anaknya yang masih dua tahun telah memiliki bobot 20 kg atau dinyatakan overweight.

Ibu korban berinisial LK kemudian menceritakan pengalamannya ini ke akun instagram pribadi hingga viral.

LK mengungkapkan jika pengasuh anaknya telah melakukan tindakan kejam dengan memberikan obat keras untuk penggemuk badan kepada anaknya yang masih berusia 2 tahun selama satu tahun lamanya.

Tersangka NR sendiri sudah bekerja mengasuh anak LK sejak Oktober 2022 dan ikut tinggal di rumah orangtua korban di Kendangsari, Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Jawa Timur.

Setiap bulannya Nurmiatin menerima gaji bersih Rp 4, 2 juta. 

Bahkan NR juga dianggap seperti keluarga sendiri di rumah majikannya, hingga diberikan uang tambahan dan dibelikan pakaian dan barang-barang lainnya.

Korban mengalami masalah kesehatan. Badannya, tidak dapat menghasilkan hormon kortisol yang menyebabkan anaknya tidak mampu beraktivitas dengan baik. Ia pun lantas melaporkan tersangka ke Polda Jatim.

Atas tindakannya ini, babysitter Nurmiatin telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur.

Biddokkes Polda Jatim menyebut obat deksametason dan pronicy yang diberikan tersangka Nurmiatin alias NB  ke anak majikannya itu mengandung steroid.

Kandungan steroid sangat berbahaya jika diberikan tanpa pengawasan dokter.

Pada dasarnya, steroid adalah jenis hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh manusia, namun bisa juga ditemukan dalam hewan atau disintesis di laboratorium. 

Obat golongan steroid biasanya digunakan untuk kondisi darurat yang mengancam nyawa, seperti syok anafilaktik.

Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, steroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ tubuh. 

Untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan. 

Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi.

Biddokkes Polda Jatim, Bayu Dharma Shanti menyatakan bahwa kandungan steroid di dalam obat yang diberikan ke anak berbahaya jika dilakukan tanpa pengawasan dokter ahli.

Efek samping yang ditimbulkan jika diberikan tanpa takaran dosis yang jelas dengan jangka waktu lama pada bayi, yakni pertumbuhan terganggu dan organ lambung menjadi terganggu.

Sementara, berdasarkan hasil pemeriksaan, korban mengalami penggemukkan tidak wajar akibat penggunaan obat yang terlalu lama dan tidak sesuai aturan.

Pengakuan tersangka

Polda Jawa Timur menetapkan Nurmiatin (37), seorang “babysitter” yang mencekoki balita berusia 2 tahun sebagai tersangka.

Tak hanya itu, polisi juga menahan tersangka yang tega memberikan obat keras kepada anak balita dengan alasan penggemukan.

Dari hasil pemeriksaan, tersangka mengaku sudah lazim melakukan memberikan obat keras kepada anak. Bahkan ia mengaku, mendapatkan informasi pemberian obat keras dari rekan sesama “babysitter”.

Orangtua balita yang menjadi korban pemberian obat keras, menyebut pemberian obat keras itu sudah berlangsung selama satu tahun .

Pelaku awalnya tak mengakui perbuatannya; namun, akhirnya mengaku obat diberikan dengan alasan untuk menambah nafsu makan. Akibatnya balita itu mengalami bengkak di wajah serta tubuhnya.

Tersangka mengaku mendapatkan obat penggemuk itu dari beli online.

“Iya, tersangka (pengasuh korban) menerangkan membeli obat itu dari marketplace. Pembelian dilakukan di dua toko berbeda, masing-masing 2 kali dan 5 kali,” ujar Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Farman, dalam keterangannya dikutip Kamis (17/10/2024).

Obat yang mengandung Siproheptadine, Deksametasone, dan steroid itu diminumkan kepada korban selama kurang lebih satu tahun dengan alasan untuk menambah nafsu makan. Korban kini kelebihan berat badan. “Berat badannya juga overweight, mencapai 19,5 Kg, tanpa sepengetahuan atau seizin orang tua korban. Sedangkan NB bukan ahli farmasi,”ungkapnya.

Kombes Pol Farman membeberkan awal mula tersangka melakukan praktek ini karena untuk menggemukkan badan korban yang sebelumnya sakit dan hilang nafsu makan. Dari itu, ia kemudian mencari cara kepada rekannya untuk bisa menggemukkan badan korban. “Untuk pengetahuan itu didapat tersangka dari sesama baby sitter,” kata Farman.

Setelah tahu, tersangka kemudian membeli dua obat yang mengandung steroid dan dexamethasone melalui aplikasi e-commerce. Obat tersebut kemudian dicampur dengan air dan diberikan kepada korban sehari sekali.

Dalam pengakuan tersangka, Kombes Farman mengatakan, praktek tersebut cukup lazim dilakukan oleh para baby sitter. Karena itu, pihaknya melakukan penyidikan lanjutan apakah ada potensi tersangka lain

“Kami akan dalami lebih lanjut, kami juga memiliki bukti percakapan tersangka dengan teman-temannya. Apakah mereka melakukan hal yang sama masih kami dalami,” pungkasnya.

Tersangka mengaku jika mengetahui obat-obatan tersebut dari rekannya sesama pengasuh anak lainnya. Lantas, dia membeli obat berupa pil lonjong orange dan segi lima biru tersebut melalui online atau e-commers Lazada dan Shoppe pada September 2023.

“Tersangka mengaku mendapatkan obat itu dari informasi teman temannya sesama baby sitter,” terangnya.

Penyidik dalam kasus ini telah melakukan olah TKP, melakukan visum et repertum korban di rumah sakit, melakukan kloning HP tersangka di Labfor Polda Jatim dan memeriksa kandungan obat.

Selain itu penyidik juga meminta keterangan 12 orang saksi, di antaranya keluarga, orang tua (pelapor), keluarga, asisten rumah tangga (Art), tersangka, dokter, ahli farmasi, dokter anak, dan dokter forensik. 

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU RI no 23 tahun 2004 tentang PKDRT. Serta pasal 436 ayat (1) dan ayat (2) UU RI nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun penjara.

(*/Tribun-medan.com)

Leave a comment