Informasi Terpercaya Masa Kini

Sosok Ipda Rudy Soik yang Mendadak Dipecat Usai Bongkar Mafia BBM di Kupang,Dibela Keluarga Prabowo

0 7

SURYA.co.id – Sosok Ipda Rudy Soik jadi sorotan usai mendadak dipecat setelah membongkar dugaan mafia BBM di Kupang.

Nasib yang menimpa Ipda Rudy inipun mendapat simpati dari keluarga Prabowo Subianto.

Menurut penelusuran SURYA.co.id, Ipda Rudy Soik adalah seorang perwira polisi Indonesia yang menjadi sorotan publik karena kasus yang melibatkan tuduhan pelanggaran HAM dan dugaan pembunuhan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada tahun 2014, Rudy Soik mengungkap adanya dugaan tindak pidana perdagangan manusia di wilayah NTT dan melaporkan sejumlah nama yang diduga terlibat, termasuk beberapa pejabat.

Namun, setelah membuat laporan tersebut, dia malah ditangkap dan diadili dengan tuduhan penganiayaan terhadap seorang tersangka yang ia tahan saat menangani kasus perdagangan manusia tersebut.

Baca juga: Nasib Ipda Rudy Soik Usai Dipecat Gara-gara Bongkar Mafia BBM di Kupang, Didukung Keponakan Prabowo

Kasus ini mendapat perhatian karena dianggap sebagai upaya untuk membungkam Rudy Soik yang berani mengungkapkan praktek perdagangan manusia di NTT.

Beberapa organisasi dan aktivis HAM mendukung Rudy, melihatnya sebagai korban dari sistem yang korup.

Dan terbaru, anggota Polda NTT itu mendadak dipecat.

Informasi itu dibenarkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy saat dikonfirmasi Kompas.com pada Jumat (11/10/2024) malam.

“Sidang pemberhentian tidak dengan hormat digelar tadi pukul 10.00 Wita sampai 17.00 Wita di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT dilaksanakan sidang Komisi Kode Etik Polri,” kata Ariasandy.

Alasan Rudy dipecat, lanjut Ariasandy, karena melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri berupa ketidakprofesionakan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa.

Rudy, kata dia, melanggar Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 Ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.

Dibela Keluarga Prabowo

Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menanggapi pemecatan terhadap Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik dari institusi Polri.

Rahayu yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengungkapkan, pemecatan Rudy merupakan kemunduran institusi penegakan hukum.

“Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang,” ujar Rahayu, Sabtu (12/10/2024), melansir dari Kompas.com.

Menurut Rahayu, Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.

Dia menyebut, Rudy memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota polisi.

Keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto itu lantas mempertanyakan alasan pemecatan terhadap Rudy Soik.

“Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat?” ujar dia.

Terkait itu, Rahayu mengimbau pihak kepolisian terkait, khususnya tim etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga berujung pada pemberhentian terhadap Ipda Rudy.

Terpisah, Ketua Harian Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus menyayangkan tindakan Polda NTT itu.

“JarNas Anti-TPPO akan mendukung saudara Rudy Soik dalam memperjuangkan hak-haknya. Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan keputusan pemberhentian ini,” tegasnya.

Reaksi Ipd Rudy

Sementara itu, Ipda Rudy angkat bicara terkait pemecatannya.

Rudy mengaku terkejut dengan keputusan itu. Karena alasan pemecatannya hanya gara-gara memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

Padahal, yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan. Itu pun atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.

“Bagi saya keputusan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) ini sesuatu yang menjijikkan,” kata Rudy kepada sejumlah wartawan di kediamannya, Jumat (11/10/2024) malam.

Rudy menjelaskan, dia disidang kode etik dengan agenda pembacaan tuntutan dan putusan pada Jumat (11/10/2024) pagi.

Namun, saat sidang dia tidak hadir. Alasannya selalu ditekan ketika hadir dalam sidang-sidang sebelumnya.

Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan rangkaian penyelidikan kasus mafia BBM yang berujung pemasangan garis polisi. 

“Kenapa saya tidak hadir, karena sidang dari hari pertama itu saya sudah sampaikan ke komisi sidang agar saya tidak ditekan dan diintimidasi secara kewenangan.

Namun saya benar-benar ditekan saat memberikan keterangan saat itu,” ungkap Rudy.

Rudy mencontohkan pemasangan garis polisi itu ada rangkaian cerita, mulai dari awal hingga terjadinya pemasangan garis polisi di rumah terduga pelaku mafia BBM, Ahmad Ansar, Kamis (27/6/2024).

Tapi pimpinan sidang kode etik hanya fokus di tanggal 27 Juni 2024, apa yang dibuat Rudy.

“Mengapa saya memasang police line di tanggal 27. 

Itu harus dijelaskan dan pimpinan sidang harusnya meminta saya untuk menjelaskan rangkaiannya. Tapi saya tidak diberi ruang untuk menjelaskan alasan pemasangan police line,” ungkap dia.

Rudy pun menuturkan, pada tanggal 27 Juni 2024, dia menanyakan kepada pemilik rumah tempat dipasangnya garis polisi, meski saat itu tidak ada BBM dalam drum.

“Jadi saya bertanya, apakah Krimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTT) yang pada tanggal 27 itu saya pergi kamu menjelaskan kepada saya bahwa minyak (BBM) Krimsus itu ilegal.

Dia (Pemilik rumah tempat dipasang garis polisi) mengakui itu dalam sidang. Kemudian saya bertanya lagi beberapa fakta-fakta apakah kamu memberikan uang Rp 15 juta kepada anggota sebelum saya datang dan dia mengakui itu.

Saya pun menjelaskan di sidang, tapi saya di-cut. Katanya kamu jangan melebar ke mana-mana,” ungkap Rudy.

Rudy menyayangkan dalam proses sidang kode etik yang dijalaninya, tidak mencari fakta-fakta tentang mafia BBM.

“Terkesan saya ini melanggar SOP pemasangan police line. Makanya saya bertanya kok itu dianggap berbelit-belit.

Saya kan tanya, kalau seandainya saya salah dalam pemasangan police line, maka yang benar itu di mana. Perlihatkan kepada saya dalam aturan yang mana, supaya jelas semuanya,” kata Rudy. 

Kemudian, dia pergi ke rumah dua orang terduga mafia BBM karena ada satu rangkaian penyelidikan atas dugaan pidana-pidana. Itu juga ada surat tugasnya.

Pelaksanaan kegiatan itu juga, dia melaporkan ke atasannya Kapolresta dan Kasat Reskrim. Itu telah sampaikan ke komisi sidang kode etik.

“Kalau saya mau jujur, jika bicara soal etika, banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum anggota Polri itu lebih buruk dari yang tertuduh kepada saya,” kata dia.

“Masa ini saya pasang police line terkait mafia BBM di Kota Kupang tapi kok saya bisa disidang PTDH .

Tapi tidak apa-apa, sebagai warga negara yang taat hukum kita mengikuti prosesnya,” sambungnya.

Karena putusan pemecatan ini tidak bersifat final, maka Rudy akan menempuh upaya hukum lainnya yakni banding.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment