UNIFIL Tolak Mundur, TNI Bakal Hadapi IDF di Lebanon?
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), menolak permintaan pasukan penjajahan Israel (IDF) untuk memindahkan pasukan yang ditempatkan di dekat perbatasan Lebanon. Saat ini, ada lebih dari seribu pasukan TNI dalam Satuan Tugas Kontingen Garuda (Satgas TNI Konga) bergabung dengan pasukan perdamaian PBB tersebut.
Perkembangan ini terjadi di tengah bentrokan sengit antara pasukan Israel dan militan Hizbullah, dengan pertempuran besar terjadi hanya 2 kilometer dari pos pengamatan pasukan penjaga perdamaian Irlandia, yang dikenal sebagai Pos 6-52, yang terletak di sepanjang Garis Biru yang memisahkan Lebanon dari Israel.
Meskipun ada bahaya, UNIFIL dan pemerintah Irlandia telah menegaskan bahwa keputusan mengenai pengerahan pasukan sepenuhnya berada di tangan PBB, dan menolak permintaan Israel. Presiden Irlandia dengan tajam mengkritik tuntutan Israel agar pasukan penjaga perdamaian PBB meninggalkan posisi mereka di Lebanon selatan.
“Sangat keterlaluan bahwa Pasukan Pertahanan Israel telah mengancam pasukan penjaga perdamaian ini dan berusaha agar mereka mengevakuasi desa-desa yang mereka pertahankan,” kata Presiden Michael Higgins dalam sebuah pernyataan. “Memang benar, Israel menuntut agar seluruh UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) yang beroperasi di bawah mandat PBB untuk pergi.”
Relief Web melansir, Irlandia menyumbang 347 dari 10.000 tentara yang bertugas di pasukan UNIFIL, yang bertugas menjaga perdamaian di selatan Lebanon. Higgins menyebut tuntutan tersebut sebagai “penghinaan terhadap institusi global yang paling penting.”
Permintaan untuk menarik pasukan penjaga perdamaian PBB pada saat yang kritis ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan mengenai keselamatan mereka yang berada di lapangan tetapi juga mengenai implikasi yang lebih luas terhadap pemeliharaan perdamaian internasional. Action on Armed Violence (AOAV) mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kerentanan misi penjaga perdamaian, khususnya di wilayah yang bergejolak seperti Lebanon selatan.
Dr. Iain Overton, Direktur Eksekutif AOAV, menyatakan, “Permintaan Israel untuk memecat pasukan penjaga perdamaian PBB berisiko merusak kerangka kerja pemeliharaan perdamaian internasional. Pasukan ini ditempatkan di sana untuk mencegah konflik yang lebih besar dan menjaga perdamaian yang rapuh. Penarikan mereka, bahkan ketika menghadapi bahaya besar, dapat menyebabkan kekosongan kekuasaan, yang semakin menambah keberanian kekuatan militan dan meningkatkan kekerasan.”
Sejumlah anggota TNI Angkatan Darat mengikuti upacara pemberangkatan menuju Lebanon di Dermaga Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/12/2019). – (ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO)
Misi UNIFIL di Lebanon dirancang untuk memantau penghentian permusuhan antara Hizbullah dan Israel dan melaporkan pelanggaran perbatasan Garis Biru. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk operasi perdamaian, Jean-Pierre Lacroix, memastikan pada Kamis (3/10/2024) )bahwa pasukan penjaga perdamaian di Lebanon akan melanjutkan misinya.
“Pasukan penjaga perdamaian UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) merasa berkewajiban untuk melanjutkan,” ujar Lacroix kepada wartawan selama konferensi pers di markas besar PBB di New York.
Lacroix mengungkapkan bahwa ada 10.058 pasukan penjaga perdamaian di Lebanon, yang merasa berkewajiban menjalankan mandat yang diberikan kepada mereka oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pasukan, ujarnya, juga merasa berkewajiban menjaga penduduk Lebanon selatan. Meskipun banyak menghadapi tantangan, kata Lacroix, misi menjaga perdamaian akan terus dilanjutkan dan memastikan bahwa “rencana darurat sudah siap dan selalu diperbarui”.
“Tentu saja, kami sudah menyiapkan beberapa skenario kedua kalau situasi memburuk, sampai ke skenario terburuk yang mungkin terjadi, yang diharapkan tidak sampai pada evakuasi sebagian dan total,” imbuhnya.
Dia menekankan bahwa akibat pertempuran yang sedang terjadi, sangat sulit untuk menilai dengan pasti bagaimana keadaan akan berkembang. Mengenai tujuan UNIFIL untuk melindungi warga sipil di Lebanon, Lacroix mengatakan “pasukan penjaga perdamaian akan melakukan segala daya mereka untuk melindungi penduduk”, tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.
Pasukan TNI
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melaporkan bahwa terdapat 1.232 personel TNI yang bertugas di Lebanon, saat Ibu Kota Beirut dihantam serangan udara oleh Israel pada Selasa (30/7/2024). Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemlu RI, Judha Nugraha mengatakan bahwa ribuan personel TNI tersebut tengah mengemban misi perdamaian UNIFIL.
Pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia melemparkan senapan mereka ke udara dalam upacara untuk menandai penyerahan wewenang antara pemimpin yang akan keluar dan kepala misi yang baru diangkat di markas besar UNIFIL di kota Naqoura, Lebanon selatan, Lebanon, Senin, 28 Februari 2022 . – (AP/Mohammed Zaatari)
Pekan lalu, Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan bahwa, prajurit TNI yang bertugas di Lebanon bertekad akan tetap bertugas menjaga perdamaian. “Yakinlah penugasan di sana sampai sekarang masih dilaksanakan,” ucap Hariyanto di Lapangan Silang Monas, Jakarta pada Kamis pekan lalu.
Dia menyatakan, belum ada prajurit TNI di Lebanon yang terluka akibat konflik. “Sampai sekarang aman, tidak terluka,” katanya. Ia menyatakan, penarikan pasukan TNI dari Lebanon harus mendapat izin dari Kementerian Luar Negeri dan pemimpin Pasukan Perdamaian PBB atau UNIFIL di Lebanon.
Tim Pengawasan Pelaksanaan Operasi (Waslakops) yang dipimpin oleh Paban VII/BMN Staf Logistik TNI, Kolonel Tek Budhi Arifa Chaniago pada Agustus lalu telah meninjau kesiapan operasional Satuan Tugas TNI Kontingen Garuda (Satgas TNI Konga) UNIFIL di berbagai lokasi misi di bawah komando Markas UNIFIL, Naqoura, Lebanon.
Peninjauan ini bertujuan untuk memastikan bahwa Satgas TNI Konga UNIFIL berada dalam kondisi siap untuk menjalankan tugas mereka sesuai dengan mandat Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selama peninjauan di lokasi misi seperti UNP 7-1, UNP 7-3, UNP 9-63, dan UNP 9-2.
Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (19/8/2024), Kolonel Budhi menyampaikan bahwa tim Waslakops juga memberikan rekomendasi terkait peremajaan dan pengelolaan materiil, khususnya untuk menghadapi skenario kontinjensi yang mungkin terjadi. “Peremajaan dan penggantian peralatan menjadi prioritas utama untuk memastikan efektivitas kesiapan operasional Satgas TNI dalam menjalankan tugas mereka sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB,” ujar Budhi Arifa Chaniago.
Kolonel Budhi mengakui, sejak tahun 2005, TNI telah aktif terlibat dalam misi UNIFIL di Lebanon. Namun, seiring berjalannya waktu, kendaraan tempur, kendaraan taktis, dan persenjataan, telah mengalami penurunan kinerja. “Oleh karena itu, peremajaan peralatan menjadi langkah penting dalam mempertahankan kesiapan operasional Satgas di lapangan.”