Informasi Terpercaya Masa Kini

Konsekuensi AS Izinkan Ukraina Pakai Rudal Jarak Jauh ATACMS

0 16

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Ukraina akan segera meningkatkan eskalasi tempurnya melawan Rusia jika Amerika Serikat benar-benar mengizinkan penggunaan rudal jarak jauh ATACMS.

Kabar baru perubahan kebijakan Washington yang semula membatasi penggunaan rudal ATACMS muncul di pemberitaan media Axios, Rabu 11 September 2024.  

Rudal jarak jauh Army Tactical Missile System atau ATACMS telah dikirim ke Ukraina, dan terbukti beberapa kali digunakan pasukan Kiev dengan target terbatas di wilayah Donbas atau perbatasan Ukraina-Rusia.

Pencabutan total pembatasan ini berimplikasi Kiev bisa menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia. Konsekuensi lainnya, Amerika akhirnya benar-benar terlibat perang melawan Rusia.

Meski tetap menggunakan proksi Ukraina, izin penggunaan rudal jarak jauh itu menjadi bukti kuat perang besar memang diinginkan Amerika dan NATO sebagai kekuatan militer aliansi barat.

Pembatasan awalnya ditetapkan guna memungkinkan AS dan sekutunya berdalih tidak terlibat langsung dalam konflik dengan Rusia.

Pasukan Kiev dipaksa untuk menggunakan rudal jarak jauh itu terbatas hanya di wilayah-wilayah Ukraina yang kini dikontrol pasukan Rusia.

Pemerintahan Volodymir Zelensky berulang kali menuntut agar pembatasan tersebut dicabut sejak Mei 2024.

Baca juga: Zelensky Kirim Daftar Sasaran Mahal ke AS: Stok Rudal ATACMS Menipis, Target Keluar Jangkauan

Baca juga: Rusia Mulai Was-was Jika Ukraina Menggunakan Senjata Andalannya Rudal ATACMS

Apa yang akan terjadi? Benarkah perang Ukraina adalah awall dari malapetaka global, yang akan menyeret Eropa dan dunia ke perang akbar ketiga kalinya di planet ini?

Penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina sekali lagi adalah cermin dari babak menyedihkan negara itu dan para pemimpinnya yang memilih jadi boneka dan kepanjangan tangan barat.

Meningkatkan eskalasi tempur dengan menyerang target-target jauh di dalam wilayah Rusia, termasuk menjangkau ib kota Moskow, adalah tantangan maut.

Moskow pasti sudah siap dengan skenario perang total, manakala rudal-rudal jarak jauh kiriman Amerika dan Inggris menghancurkan target-arget di pedalaman Rusia.

Kehancuran yang akan dialami Ukraina akibat tindakakn gegabah itu akan berlipatganda dari apa yang terjadi sekarang ini.  

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken diperkirakan bakal mengumumkan perubahan kebijakan tersebut saat mengunjungi Kiev bersama mitranya Menteri Pertahanan Inggris, David Lammy.

Kabar ini dipublikasikaan media Axios dari Amerika, mengutip pernyataan anggota Kongres AS Michael McCaul.

McCaul mengatakan telah berbicara dengan Menlu Antony Blinken, dan ia mendapatkan konfirmasi tentang isu itu dari pejabat itu.

Michael McCaul  adalah seorang Republikan Texas atau tokoh Partai Republik yang mengepalai Komite Urusan Luar Negeri DPR AS.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Matt Miller, mengonfirmasi Blinken memang ke  Kiev tapi tidak akan mengumumkan perubahan kebijakan apa pun.

Media lain, Bloomberg mengutip pernyataan Blinken memberikan isyarat Washington mulai berubah pikiran ketika muncul klaim Iran memasok rudal balistik kepada Rusia.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer secara spesifik membicarakan isu rudal jarak jauh itu dalam pertemuan di Washington.

Blinken mengklaim Iran telah mengirimkan sejumlah rudal Fateh-360 yang tidak disebutkan jumlahnya ke Rusia.

Iran sudah membantah tuduhan tersebut, bersikeras Teheran tidak mendukung salah satu pihak dalam konflik Rusia-Ukraina.

Komandan militer Iran, Fazlolag Nozari menyebut tuduhan itu perang psikologis yang dilancarkan kekuatan barat dan musuh Iran.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanaani mengatakan mereka yang menuduh Iran adalah para eksportir senjata terbesar ke satu pihak dalam perang di Ukraina.

Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyatakan barat kini terlibat konflik Ukraina sampai ke ujung telinganya.

Hingga 27 Agustus, Pentagon menyatakan bahwa kebijakannya tentang penggunaan senjata jarak jauh tidak berubah.

Ini terjadi sebelum Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov dan Kepala Staf Vladimir Zelensky, Andrey Yermak, mengunjungi Washington.

Kehadiran mereka di Pentagon termasuk menjelaskan daftar target Rusia yang ingin dihancurkan oeh Ukraina menggunakan rudal jarak jauh kiriman barat.

Ukraina telah berulang kali meluncurkan pesawat nirawak hingga ke Moskow, dan salah satunya jatuh di atap Kremlin pada Mei 2023.

Pekan ini sebuah pesawat nirawak Ukraina menghantam sebuah bangunan tempat tinggal di Moskow, menewaskan satu warga sipil dan melukai tiga orang.

Bagi Presiden Rusia Vadimir Putin, kini semakin jelas tindakan-tindakan agresif Amerika Serikat dan sekutunya mengancam arsitektur keamanan global dan keseimbangan kekuatan dunia.

Washington dan barat berusaha mempertahankan dominasi atau hegemoninya di dunia dengan cara apa pun.

Pernyataan Putin muncul saat ia menghadiri acara peluncuran latihan maritim terbesar yang pernah digelar Rusia sepanjang sejarahnya.

Bagi Putin, Moskow sekarang harus siap menghadapi perkembangan apa pun di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.

Rusia mesti memberikan perhatian khusus untuk terus menerus memperkuat hubungan dengan negara-negara sahabatnya.

Rusia menggelar latihan militer maritim bertajuk Ocean-2024, dijadwalkan berlangsung hinga 16 September melibatkan kontingen militer dari Tiongkok.

Menurut Panglima Angkatan Laut Rusia Laksamana Aleksandr Moiseev, empat kapal dan 15 pesawat dari Tentara Pembebasan Rakyat ikut serta dalam latihan itu.

Upaya Rusia menghadapi agresifitas Amerika dan NATO dilakukan di berbagai Kawasan dari Asia, Afrika hingga Amerika Selatan.

Kapal-kapal perang Rusia menjalankan misi penjelajahan global ke Kuba, Venezuela, dan berbagai negara di benua Amerika.

Di Afrika, Rusia mulai menguatkan pengaruhnya di Niger, Mali, Burkina Faso, dan berbagai negara yang berusaha melepaskan diri dari pengaruh hegemonic barat.

Prancis telah merasakan efek dari peruasan pengaruh Moskow itu di Niger saat pemimpin negara itu mendepak keluar militer yang dikirim Paris.

Begitu pula di Mali dan Burkina Faso. Prancis mengakhiri misi militernya karena sudah tidak dikehendaki pemerintah setempat yang berkuasa.

Gerak maju Rusia ini dijalankan Putin karena AS memiliki begitu banyak pangkalan militer di semua benua, dan berusaha meningkatkan control globalnya.

Putin menegaskan, Amerika Serikat tengah melakukan segalanya untuk mempertahankan dominasi militer dan politik globalnya, berapa pun biayanya, dengan memanfaatkan Ukraina dan berupaya menimbulkan kekalahan strategis bagi Rusia.

Washington telah mengirim lebih banyak pasukan ke Eropa, Arktik, dan Pasifik dengan dalih dugaan ancaman Rusia dan menangkal perluasan pengaruh Tiongkok.

Di Pasifik, Amerika Serikat bersama Inggris dan Australia telah meneken pakta militer AUKUS, dan akan diperluas ke Selandia Baru, Jepang, Korea, dan kemungkinan Filipina.

Indonesia juga dipandang strategis dan Pentagon dan Australia baru saja menggelar latihan militer Garuda Shield di Jawa Timur.

Aneka peralatan tempur canggih Pentagon diturunkan, dan tentara Amerika bersama TNI menggelar berbagai simulasi pertahanan maupun penyerangan aktif.

Amerika dan sekutunya juga tanpa malu lagi mengabarkan rencana mereka menyebarkan rudal jarak menengah dan pendek di wilayah Pasifik Barat.

Washington secara terbuka berusaha memprovokasi perlombaan senjata baru, tanpa memperhatikan keamanan sekutu-sekutu mereka di Eropa dan Asia.

Aktivitas Amerika itu akan menjungkirbalikkan arsitektur keamanan yang ada di Asia-Pasifik dengan efek yang mengganggu pada keseimbangan kekuatan di wilayah ini.

Kebijakan ini berisiko memicu krisis berbahaya di Eropa, serta di kawasan Asia-Pasifik, karena kerentanana pecahnya konflik baru yang bisa menghancurkan segalanya.

Tapi menurut Vladimir Putin, Rusia siap menghadapi setiap perkembangan potensial dalam situasi yang diciptakan kekuatan hegemonic ini.

Termasuk mempertimbangkan perubahan doktrin nuklir mereka, sebagai antisipasi jika konflik Ukraina secara ekstrem mengubah geopolitik dan kontestasi peperangan.

Pemerintah Amerika di bawah Presiden Joe Biden telah menempatkan Rusia dan China sebagai ancaman keamanan terbesar negara mereka.

Kebijakan ini secara garis besar akan dipertahankan Kamala Harris, kandidat Presiden AS yang akan bertarung melawan Donald Trump di Pemilihan Presiden November mendatang.

Trump memiliki perspektif agak berbeda dalam hal kebijakan luar negeri serta militerisme ala Pentagon.

Namun demikian, Donald Trump tetapnya seorang Amerika, yang tidak ingin dominasi mereka di dunia disaingi siapapun.

Kedua tokoh ini, Kamala Harris dan Donald Trump, bagaimanapun tetap akan memperlihatkan keinginan Washington dan NATO yang tidak siap menerima tatanan dunia multipolar.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)

Leave a comment