Sejarah dan Makna I Yayat U Santi yang Diterikkan Imba saat Daftar di KPU Manado Sulawesi Utara
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID – Jimmy Rimba Rogi atau akrab disapa Imba meneriakkan kalimat sakral khas Minahasa, “I Yayat U Santi” saat mendaftar sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali di KPU Manado, Sulawesi Utara, Kamis (29/8/2024).
Ia datang ke KPU Manado bersama pasangan politiknya, Kristo Ivan Lumentut.
Imba tampak mengenakan pakaian warna kuning, sedang Kristo pakaian hitam.
Mereka disambut dengan tarian Kabasaran, yakni tarian dari etnis Minahasa.
Di momen itulah, Imba meneriakkan kalimat, “I Yayat U Santi.”
Lantas apa arti dan makna I Yayat U Santi itu?
Sejarah dan Makna I Yayat U Santi
Bagi masyarakat Sulawesi Utara ( Sulut), khususnya dari etnis Minahasa teriakan I Yayat U Santi sangat familiar
Pasalnya, di setiap kegiatan bertema budaya Minahasa, I Yayat U Santi selalu diteriakkan.
Di masa lalu, I Yayat U Santi sejatinya adalah seruan kepada para Waraney (ksatria Minahasa) untuk mengangkat pedang tanda dimulainya peperangan.
Kalimat I Yayat U Santi semacam komando dari seorang Panglima atau dalam istilah Minahasa disebut Sarian.
Dewasa ini, I Yayat U Santi dipakai dalam ritual Kawasaran yakni tarian perang khas Minahasa yang dipertunjukkan dalam menyambut tamu kebesaran seperti pejabat atau tokoh yang dihormati.
Dalam Tarian Kabasaran, saat seseorang yang bertugas sebagai Sarian memekikkan I Yayat U Santi, pekik tersebut disambut para peserta tari dengan teriakan, “Wouw”
Selanjutnya, pekikan I Yayat U Santi dan terian Wouw bersahut-sahutan seiring tarian berlangsung beriringan dengan sabetan pedang dan hunusan tombang.
Ritual Kawasaran sendiri merupakan seni tradisi perpaduan gerak tari dan pertempuran yang dimiliki oleh masyarakat adat Minahasa.
Arti dari kalimat I Yayat U Shanti yakni “Angkatlah pedangmu dan marilah berperang.”
Sejarah Ritual Kawasaran/Kabasaran
Budayawan dan Dosen Universitas Sam Ratulangi, Fredi Wowor, mengatakan ritual Kawasaran berusia lebih dari 1.800 tahun.
Pasukan Kawasaran merupakan penjaga atau pelindung wilayah di Minahasa. Saat ini sering digunakan untuk mengantar tamu, menjaga tamu dan tuan rumah jika ada kegiatan besar.
“Kawasaran dilakukan pada kegiatan besar, berfungsi sebagai pengawal kegiatan, termasuk pesta perkawinan. Kawasaran juga dimaknai jika terjadi sebuah ancaman maka akan muncul para pelindung negeri,” ujarnya.
Dikutip dari buku Kolintang Inspirasi Indonesia: Bapontar Magazine (2013) karya Beiby Sumanti, kata kawasaran berasal dari kata “wasal” yang berati ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Tari Kabasaran diiringi oleh suara tambur atau gong kecil.
Alat musik seperti gong, tambur atau kolintang disebut “pa” “wasalen” dan para penarinya disebut kawasaran, yang menari dengan meniru gerakan dua yama jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.
Kata kawasalan tersebut kemudian berkembang menjadi “kabasaran” yang merupakan gabungan dua kata “kawasalan ni sarian” “kawasal” berati menemani dan mengikuti gerak tari.
Sedangkan “sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa tersebut.
Perkembangan bahasa Melayu Manado, kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B”, sehingga kata itu berubah menjadi kabasaran.
Pada zaman dulu para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah petani dan rakyat biasa. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi Waraney.
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>
Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>
Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>>