Penyebab Pihak SMP Swasta Tak Mau Bayar Iuran Rp140 Juta Sebulan,Soroti Sikap Warga di Belakang
TRIBUNJATIM.COM – Perseteruan antara sekolah swasta di Surabaya yakni SMP Petra dengan pengurus RW di kawasan Manyar, Surabaya, Jawa Timur, belakangan viral di media sosial.
Imbas peseteruan SMP Petra dengan pengurus RW ini, mengakibatkan akses jalan ke sekolah ditutup warga sekitar.
Kini terungkap alasan sekolah swasta di Surabaya tersebut tak mau mengalah pada warga bayar Rp140 juta.
Wakil Wali Kota Surabaya, Armudji, sampai turun tangan.
Dalam akun Instagramnya @cakj1, perserteruan ini dipicu karena pihak RW meminta kenaikan iuran penggunaan jalan.
Armuji mengatakan, permasalahan tersebut bermula saat pihak sekolah SMP di Jalan Manyar Tirtomulyo, Mulyorejo, ini melaporkan terkait iuran warga setempat.
Pihak sekolah merasa keberatan karena harus membayar iuran masing-masing Rp35 juta ke empat RW yang ada di dekat bangunan.
Sebab uang dengan total Rp140 juta tersebut dinilai terlalu besar.
“Awalnya (iuranya) Rp25 juta, naik Rp32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp35 juta, sekolah enggak mau, keberatan,” kata Armuji, ketika dihuhungi melalui telepon, Rabu (31/7/2024).
Selanjutnya, Armuji mendatangi lokasi tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari masing-masing pihak.
Dia menyimpulkan, kemacetan di sekitar sekolah hanya alasan untuk menaikkan iuran.
“Saya ngomong, kalau iurannya cocok, enggak macet, tapi kalau enggak cocok dikata macet.”
“Itu juga jalan umum, bukan milik perorangan karena sudah jadi fasilitas umum Pemkot,” jelasnya.
Selain itu, pengelola sekolah juga mengaudit pengelolaan iuran yang diminta warga, dan ternyata banyak sisa.
Baca juga: Deret Fakta Warga Tutup Akses Jalan SMP Swasta, RW Naikkan Iuran Jadi 140 Juta, Sekolah Keberatan
“Pihak sekolah audit sendiri, (iurannya) buat bayar 30 satpam, satpamnya gajinya cuma Rp2,5 juta.”
“Terus itu kali 30 (orang) hasilnya cuma berapa, sisanya masih banyak,” ujarnya.
Dengan demikian, Armuji menyerahkan keputusan soal iuran Rp140 juta tersebut ke pihak sekolah, apakah akan melapor ke polisi atau tidak.
Pihak sekolah sendiri tetap merasa keberatan untuk membayar iuran bulanan kepada RW.
Iuran masing-masing sebanyak Rp35 juta ini terkait penggunaan jalan ke empat RW yang ada di dekat bangunan sekolah.
Mereka mengatakan, uang dengan total Rp140 juta per bulan tersebut terlalu besar hanya untuk digunakan membayar biaya penggunaan jalan.
Pihak sekolah menolak membayar iuran tersebut karena tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.
Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra (PPPKP), Christin Novianty mengatakan, pihaknya secara tiba-tiba mendapatkan informasi kenaikan iuran.
“Awal mula (perseteruan dengan RW) karena iuran tahun 2024 kita ada kenaikan iuran semula Rp32 juta jadi Rp 35 juta,” kata Christin saat ditemui di kantornya, Kamis (1/8/2024), melansir Kompas.com.
Oleh karena itu, kata Christin, pihaknya mempertanyakan kenaikan yang dinilai mendadak tersebut. Akhirnya, Petra menyatakan menolak membayar karena merasa dipaksa.
“Kok bisa naik tanpa mengundang Petra. Memang mereka sengaja tidak mengundang dan Petra harus mengikuti semua keputusan mereka, kan kalau seperti ini tidak adil,” jelasnya.
Menurut Christin, pihak RW sempat mengancam akan menutup jalan yang menghubungkan jalan raya dengan sekolah itu.
Namun, hal itu tidak jadi dilakukan setelah mediasi.
“Hasil mediasi mereka tidak akan menutup jalan dan laporan pertanggungjawabannya diberikan.
Baca juga: Wakil Wali Kota Beber Alasan Warga Tutup Jalan SMP Swasta Tolak Iuran Rp 104 Juta: Itu Jalan Umum
Seiring berjalannya waktu, mereka tidak memberikan laporan dan tidak merespons surat kita,” ujarnya.
Pengelola Petra memutuskan untuk melaporkan perkara dengan RW tersebut ke DPRD Surabaya.
Lalu anggota dewan memintanya membuat rekayasa lalu lintas dibantu Dinas Perhubungan (Dishub).
“Dishub melakukan kajian lalu lintas di Jalan Menur Pumpungan, Jalan Manyar Airdes, Jalan Manyar Tirto Yoso, Jalan Manyar Tirto Asri, Jalan Manyar Tirto Mulyo, keluar masuk Petra atau titik macetnya,” ucapnya.
Akan tetapi, pihak RW merespons pertemuan tersebut dengan membuat video yang memperlihatkan kemacetan.
Menurut Christin, warga menggambarkan kepadatan kendaraan disebabkan oleh Petra.
Lebih lanjut, Christin berharap para RW bisa bertemu kembali dengan Petra untuk membahas perkara ini.
Pihak sekolah akan menempuh jalur hukum jika tidak ada itikad baik dari warga.
“Kita enggak muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama.
Kalau nanti terus seperti ini, (akses) ditutup, terpaksa ambil jalur hukum,” katanya.