Informasi Terpercaya Masa Kini

Olimpiade Paris 2024, Lampu Merah untuk Bulu Tangkis Indonesia

0 56

Rentetan hasil negatif dialami kontingen bulu tangkis Indonesia di gelaran Olimpiade Paris 2024. Sepertinya harapan semakin menipis. Mimpi masih mungkin, tetapi berat. 

Jika sejak Olimpiade Barcelona 1992 ketika cabang olahraga bulu tangkis pertama kali dipertandingkan secara resmi di pesta olahraga terbesar dunia ini Indonesia sukses mencetak sejarah dengan mengawinkan medali emas tunggal putra dan tunggal putri; lalu, pada event empat tahunan selanjutnya selalu menjaga tradisional keping emas, maka di tahun 2024 sepertinya akan menjadi klimaks mimpi indah itu. 

Bekal bagus dibawa kontingen bulu tangkis Indonesia ke Paris. Dari total 9 pemain yang berangkat, ada dua juara All England 2024 lolos ke Olimpiade. Mereka adalah Jonatan Christie dan ganda putra, Fajar Alfian/M. Rian Ardianto. 

Selain dua nomor tersebut, Rinov Rivalry/Pitha Haningtyas Mentari bertanding di nomor ganda campuran. Anthony Sinisuka Ginting di nomor tunggal putra dan Gregoria Mariska Tunjung di nomor tunggal putri. Artinya, Indonesia meloloskan wakil di semua nomor. 

Di Olimpiade Tokyo 2002, cabor yang menjadi karakter Indonesia di olah raga dunia ini, masih sukses meraih satu medali emas dan satu medali perunggu. Sekeping emas dipersembahkan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Anthony Sinisuka Ginting merebut medali perunggu. 

Greysia Polii kemudian pensiun dari pelatnas. Posisinya digantikan Siti Fadia. Berpasangan dengan Apriyani Rahayu, pemegang medali emas ternyata tak membawa tuah di sektor ganda putri. Pasangan Apriyani/Siti langsung rontok di babak penyisihan grup. Mereka tiga kali kalah dalam tiga kali tanding. 

Kondisi hampir serupa terjadi pada tunggal putra. Juara All England 2024, Jonatan Christie juga bertekuk lutut di babak 16 besar. 

Demikian pula Anthony Sinisuka Ginting. Berbekal pengalaman Olimpiade Tokyo dan raih medali, secara mental seharusnya sudah terjaga. Namun, Ginting rontok di babak 16 besar dari pemain tuan rumah Prancis. 

Ganda campuran pun sudah rontok pula di penyisihan grup. 

Memasuki tanggal 3 Agustus 2024, hanya tersisa satu wakil Indonesia. Tunggal putri, yang tidak diperhitungkan justru masih bisa melakukan kinerja positif hingga melaju ke babak 8 besar. 

Gregoria Mariska Tunjung akan menentukan nasib kontingen bulu tangkis. Jika kalah dari mantan tunggal putri nomor satu dunia, Ratchanok Intanon, maka resmilah Indonesia tanpa medali di Olimpiade Paris 2024 dari cabang bulu tangkis. 

Sebuah sejarah yang akan sulit diterima. Baik oleh PBSI maupun rakyat Indonesia. 

Melihat kondisi ini, sudah saatnya induk bulu tangkis, PBSI untuk segera berbenah dan introspeksi diri. 

Pembenahan harus dilakukan di semua aspek. Pembenahan ini bukan jangka pendek tetapi jangka panjang. 

Dimulai dari cuci gudang jajaran pengurus di tubuh PBSI. Dari pucuk pimpinan, ketua umum hingga direktur teknik. 

Memang harus diakui bahwa pemilihan pengurus PBSI kental dengan aroma politik. Imbasnya terjadi pada kinerja di Pelatnas Cipayung. 

Kesejahteraan pelatih dan pemain juga wajib menjadi perhatian. Kaburnya para pelatih dan pemain tidak lepas dari kesejahteraan dan jaminan masa depan mereka. 

Eks bintang-bintang nasional pun seperti sengaja diparkir. Padahal isi kepala mereka sangat dibutuhkan untuk regenerasi pemain dan pembinaan prestasi. 

Kembalikan para pelaku murni bulu tangkis tanah air. Berikan mereka kesempatan untuk menyusun program, mencari bibit atlet dan merumuskan kebijakan yang menguntungkan semua orang. 

Jika, Rexy Mainaky memilih membesarkan bulu tangkis Malaysia, maka seharusnya menjadi tamparan keras PBSI. Rexy adalah legenda tepok bulu nasional dan dunia. Komitmen, pengalaman, motivasi dan perjuangannya di dunia bulu tangkis wajib dihargai negara sendiri. 

Regenerasi pemain di pelatnas harus meninggalkan ragam kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok maupun politik. Mereka yang direkrut masuk pelatnas seyogyanya sesuai dengan kriteria atlet yang dibutuhkan bukan karena titipan atau karena pilihan berdasarkan golongan tertentu. 

Ketika sejumlah nama besar pemain bulu tangkis nasional memilih jalur mandiri, sebenarnya menunjukkan ada maslah dalam internal PBSI itu sendiri. Sudah waktunya para pengurus teras introspeksi diri bahwa pembinaan atlet lebih utama dibandingkan kebutuhan perorangan dan kelompok. 

Leave a comment