Informasi Terpercaya Masa Kini

Analisa Film “Burning Days”: Sabet Banyak Penghargaan, Namun Tak Lepas dari Kontroversi

0 17

Film yang berjudul “Burning Days” asal negara Turkiye, memiliki judul asli “Kurak Gunler” ini merupakan film bergenre Drama Thriller yang berdurasi 2 jam 9 menit besutan sutradara dan penulis naskah Emin Alper. Film ini awalnya premier di acara 75 th Cannes Festival pada Mei 2022. Di Indonesia sendiri, saat ini Film ini hanya dapat dinikmati secara streaming melalui media KlikFilm, mulai 1 Agustus 2024.

Plot Film Burning Days

Diceritakan di kota kecil fiksi bernama Balkaya, terdapat pemuda tampan yang bernama Emre (Selahattatin Pasali) yg berprofesi sebagai jaksa penuntun umum. 

Untuk pengambilan gambar film ini aslinya merujuk pada kota kecil yang berjarak +/- 592 km dari Ankara, tepatnya kota Yaniklar, bagian Selatan Turkiye.

        Emre disini berhadapan dengan isu domestik kota tersebut yaitu krisis air bersih berkepanjangan yang digambarkan dengan metafora berupa sinkhole yang menjadi plot opening dan ending film ini.

Ditambah adanya  permasalahan politik yang berebut kekuasan untuk pemilihan walikota kedepan. Isu krisis lingkungan berupa kekeringan dimana-mana ini yang diceritakan dengan adegan warga kota hampir setiap hari mengantri panjang untuk mendapatkan air bersih, dijadikan senjata utama untuk para politikus kotor guna menarik simpati masyarakat untuk pemilihan walikota, dengan menjanjikan pasokan air bersih kepada warga, namun selama bertahun-tahun infrastruktur kota dibiarkan minim dan terbengkalai. 

        Setiap permasalah hukum domestik di kota ini dicoba diselesaikan secara profesional dan penuh integritas oleh seorang Emre. Sampai suatu titik, Emre yang naif dan jujur “terjebak” oleh rayuan politikus dan pengusaha. Dimulai dengan ajakan diskusi dan makan bersama, kemudian Emre dijebak dengan minuman keras sehingga mabuk dan diberikan tawaran wanita Gipsy penghibur.

       Film ini menjadi unik ketika drama disajikan dengan pendekatan investigatif. Berawal dari ajakan makan tersebut, Emre menjadi tersandera dengan adanya laporan pemerkosaan wanita Gipsy yang terjadi. Isu etnis minoritas dan gangguan mental pun hadir dalam film ini. Wanita gipsy tersebut ternyata memiliki gangguan mental sehingga tidak dapat bersaksi secara runut mengenai kejadian dugaan perkosaan yang dihadapinya. Sesaat sebelum mabuk, Emre ingat bagaimana kedua temannya yang merupakan rekan politikus menggoda secara agresif saat menari dengan wanita gipsy tersebut. Namun, sialnya ternyata tidak mudah untuk menegakkan hukum di kota tersebut. Polisi dan hakim rawan konflik of interest dan terdapat potensi menerima penyuapan. Singkat cerita  wanita Gipsy tersebut berhasil dipengaruhi oleh rival Emre, sehingga merubah kesaksiannya. Tak disangka, ternyata,pemeriksaan laboratorium atas cairan sperma pada tubuh korban, tidak cocok dengan tersangka utama yang sudah ditahan atas perintah Emre, bahkan kesaksian baru korban, bahwa pelakunya adalah Emre sendiri.

Emre mengalami dilema, antara percaya atau tidak bahwa dia lah yang melakukan aksi pemerkosaan tersebut. 

Tidak percaya karena dia merasa tidak ingat apa-apa setelah dicekoki minuman hingga mabuk dan ketika terbangun, telah berada di tempat tidur. Namun disatu sisi, terdapat bekas “cupang” dilehernya dan ia berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang sama saat peristiwa tersebut terjadi.  

Emre menjadi lebih waspada dengan sistem dan teman-teman disekelilingnya. Ia mulai menjaga jarak dengan kerabat dan teman-temannya termasuk kedekatannya dengan seorang pria pemilik surat kabar lokal yang cukup vokal bernama Murat (Ekin Koc). Dari hubungannya dengan Murat ini, divisualisasikan dibeberapa adegan, terdapat tatapan intense antara keduanya. Tanpa perlu adanya adegan seksual, penoton diarahkan dengan pemikiran bahwa kedua orang ini memiliki hubungan khusus (gay). 

Lalu, bagaimana akhir dari investigasi dari peristiwa pemerkosaan tersebut? Benarkah Emre pelakunya? Bagaimana akhir dari konflik sosial-politik antara warga di kota ini? Siapa yang berhasil memenangkan pemilihan walikota?

Plot pertengahan akhir sampai ending film ini relatif cepat dan cukup membuat adrenalin penonton naik sekaligus penasaran berpikir bagaimana akhir penyelesaian perkara tersebut.  Di film ini juga cukup banyak terdapat adegan aksi pertikaian dari perkelahian hingga mobilisasi massa dengan protes membawa benda tumpul, sampai pengepungan rumah dinas Emre. Plot ini menggambarkan dengan jelas kondisi krisis kepercayaan masyarakat terhadap polisi dan aparatur hukum dan law enforcement yang relatif rendah yang terjadi di negara asal film tersebut.

Pro s dari Film ini

– Yang menarik dari film ini adalah bahwa sutradara film ini berani menggambarkan representasi kondisi sosial kota kecil di Turkiye yang sekilas terkendali, namun sebenarnya penuh dengan permasalahan khususnya skandal politik, isu sexism, isu krisis air, sampai sistem polisi dan birokrasi yang kotor. Lebih jauh lagi pada film ini, disematkan juga isu homophobia melalui dugaan hubungan LGBT antara Emre dan Murat. Kisah dari film ini sangat relevan dengan permasalahan modern di berbagai tempat didunia, khususnya negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.

– Sinematografi dari film yang berdurasi 129 menit ini baik sekali. Sepanjang film berjalan, penulis yang berkesempatan hadir pada Special Screening bersama KOMIK x KlikFilm 27 Jul 24 kemarin, tidak merasa bosan dan menikmati sajian visualisasi film dari berbagai adegan. Hal ini terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diperoleh, termasuk: Kategori penyunting gambar terbaik di Europe Film Award serta 8 dari 9 penghargaan di Festival Film Antalya Golden Orange 2022, pada kategori: Sinematografi, Sutradara, Editing, Tata Musik, Pemain Utama Pria, dan Pemain Pembantu Pria.  

– Terdapat cukup banyak metafora unik yang menguatkan inti cerita film:

a). Babi hutan yang diburu kemudian bangkai binatang tersebut yang masih berdarah-darah digeret massa secara meriah dan penuh kebanggaan ke tengah kota, dapat diinterpretasikan sebagai siapapun Anda, jika Anda berani melawan sistem, maka bersiaplah untuk menanggung resiko terburuk

b). Sinking Hole di awal dan akhir film: metafora dari krisis air bersih yang merupakan turunan dari krisis lingkungan, yang sangat serius yang dihadapi oleh dunia

Con’s dari film ini

– Wanita Gipsy yang merupakan korban pemerkosaan yang diceritakan di film ini adalah seorang anak perempuan. 

Dimana menurut beberapa kritikus film, hal ini tidaklah sesuai dengan nilai feminisme dan hukum perlindungan anak atas eksploitasi anak. Disini sineas film terkesan memaksakan plot pemerkosaan, untuk mendukung inti cerita film mengenai konflik besar sosial-politik yang ada dimasyarakat dan cenderung lebih melihat dari perspektif umum yang disukai oleh laki-laki semata

– Isu sosial-politik – lingkungan termasuk hukum yang korup, nepotisme, birokrasi pemerintah yang rumit, krisis lingkungan, ketidakpercayaan terhadap polisi,  kondisi kota yang terbengkalai dengan minimnya infrastuktur, LGBT, sexim, dll bagi sebagian pihak khususnya masyarakat yang bersifat konservatif merupakan isu yang cukup sensitif ataupun terkadang dianggap sebagai tindakan pembangkangan terhadap otoritas tertentu. Hal ini pun terjadi di negara Turkiye. Dikonfirmasi dari sineas film ini, tidak lama setelah film ini disambut hangat di Festival Cannes dan Antalya , Direktoral Jendral Perfilman Turkiye, meminta balik dana bantuan produksi film ini.

Review Pribadi: 8/10.

Terima kasih.

Penasaran seperti apa akhir dari film ini? Mari tonton filmnya 🙂

Leave a comment