Alasan Susno Duadji Ikhlaskan Rp 10 Juta Buat Sayembara di Kasus Vina,Dongkol dengan Kerja Penyidik
TRIBUNJAKARTA.COM – Makin diusut, kasus Vina Cirebon justru makin carut marut.
Padahal, bagi Susno Duadji, kasus Vina dan Eky yang belakangan membetot perhatian publik gampang saja diselesaikan.
Pasalnya, peristiwa pembunuhan dua sejoli itu tidak ada alias peristiwa hantu.
Ia sampai rela merogoh kocek pribadinya Rp 10 juta untuk membuat sayembara bagi siapa saja yang bisa membuktikan kasus tersebut berlatar pembunuhan.
Susno menyebut sayembara itu sebagai sindiran kepada kinerja penyidik yang sedang menyelesaikan kasus ini.
Padahal, kasus ini gampang bagi mantan Kabareskrim Polri periode 2008-2009 tersebut.
“Saya itu kesal, perdebatan melulu, kemudian (penyidik) meriksa orang enggak tuntas-tuntas padahal ini kan sangat gampang, kembali ke masalah penyidikan. Berkali-kali saya katakan kembali ke titik nol,” ujar Susno seperti dikutip dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Sabtu (27/7/2024).
Susno mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Kasus Vina murni kecelakaan lalu lintas.
Tak ada yang membunuh sepasang kekasih tersebut.
Naluri Susno sebagai seorang reserse pun keluar.
Susno menganalisis TKP kedua korban terjadi di Kabupaten Cirebon.
Sebab, Jembatan Layang Talun, tempat kedua korban ditemukan masuk ke dalam wilayah Kabupaten.
Polresta Cirebon (Kabupaten) yang pertama kali menangani kedua korban dan menyebut sebagai peristiwa kecelakaan tunggal.
“Vina dan Eky sudah diproses, sudah sesuai dengan prosedur, sesuai dengan definisi penyidikan dan itu kecelakaan lalu lintas jenazahnya sudah dikubur. Tidak ada bukti-bukti pembunuhan,” jelas Susno.
Pasalnya, jika disebut kasus pembunuhan, bukti-bukti kuat yang menunjukkan Vina dan Eky dibunuh tidak ada.
Mulai dari saksi, alat bukti untuk membunuh hingga alat bukti forensik hingga kini tak bisa dibuktikan.
Ditambah, kasus ini tidak disertai dengan metode scientific crime investigation.
“Kasus pembunuhan itu harus dibuktikan, ada alat buktinya. Apa alat buktinya? Pertama siapa saksi yang tahu ini pembunuhan? Tidak ada seorang pun yang tahu.”
“Saka Tatal ngaku tidak tahu, saksi Aep tidak melihat pembunuhan hanya melihat orang lempar-lemparan tapi Aep ini banyak bohongnya, saksi Dede sudah mengatakan dia tidak melihat itu, itu bohong, kemudian saksi Melmel juga sudah menghilang.”
“Saksi Suroto juga sudah banyak bohongnya. Saksi Rana, itu bohong juga saya bisa buktikan kenapa itu bohong. Berarti saksi sudah enggak ada, keterangan ahli tidak ada, hasil visum tidak menyatakan itu pembunuhan,” jelasnya.
Susno menjelaskan hasil visum hanya menyatakan korban meninggal tidak wajar lantaran terbentur benda keras.
Ia menduga kemungkinan kedua korban terbentur dengan trotoar atau pembatas jalan.
“Alat bukti penunjang seperti CCTV juga tidak ada, sidik jari tidak ada, HP yang menunjukkan ada pembicaraan pembunuhan tidak ada, hasil laboratorium terkait darah tidak ada, bukti sperma tidak ada. Semuanya tidak ada. Sama sekali nol,” jelasnya lagi.
Eks Kapolda Jawa Barat (Jabar) tahun 2008 tersebut menyimpulkan Kasus Vina Cirebon ialah peristiwa hantu.
“Jadi, peristiwa hantu. Menghebohkan sesuatu yang tidak ada. Peristiwanya pun tidak ada,” ucapnya.
Ia pun yakin bahwa uang Rp 10 juta miliknya tak bakal berpindah tangan.
“Saya yakin enggak ada yang bisa menang (sayembara),” pungkasnya.
Singgung Indra Jafar
Komjen (Purn) Susno Duadji jujur-jujuran bahwa dirinya belakangan ini merasa malu terhadap penanganan Kasus Vina Cirebon yang mulai terkuak adanya rekayasa di baliknya.
Menurutnya, jika Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal dan 7 terpidana lainnya dikabulkan, maka pihak kepolisian yang menangani kasus ini di tahun 2016 bakal kena sanksi.
Tak terkecuali, sosok Indra Jafar, eks Kapolres Cirebon 2016, yang kini sudah berpangkat jenderal bintang satu.
Seandainya ia masih aktif menjabat sebagai Kabareskrim, Susno bakal memberikan sanksi tegas terhadap para oknum polisi yang terlibat kasus ini.
“Pertama saya cari kalau ini dinamakan sandiwara maka pemain sandiwara yang bagus saya beri Piala Citra, tanda kutip aktingnya bagus.”
“Tapi kalau ini kasusnya nihil ini rekayasa, maka mereka saya beri punishment karena percuma kalau tidak ada sanksi, setelah melakukan ini, ternyata terbukti ini tidak benar. Kasusnya tidak ada mereka dipuji-puji dipromosikan.”
“Kabarnya mantan kapolresnya (Indra Jafar) sudah jadi jenderal ya, terus Dirkrimum tahun 2016 enggak tahu sudah jadi apa (sekarang). Cari semuanya harus kena, yang 2024 (polisi yang terlibat) juga harus kena,” ujarnya seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Kamis (25/7/2024) malam.
Susno sejujurnya mengaku malu dengan kelakuan polisi dalam menangani kasus Vina, yang diyakininya telah merekayasa sedemikian rapi.
Namun, akhirnya ‘bangkai’ yang ditutup-tutupi polisi selama ini toh tercium juga oleh rakyat yang marah.
“Bayangkan penyidiknya, Kasatreskrimnya, Kapolresnya, kalau enggak salah Kapolresnya justru udah naik pangkat ya waktu itu AKBP Indra siapa itu, jangan lupa Dirkrimumnya (Polda Jabar) tahun 2016 juga, dia lah yang menangani perkara ini di Bandung,” kata Susno.
Sebenarnya, cerita Film Vina: Sebelum 7 Hari yang tayang di bioskop-bioskop menyudutkan para terpidana, yaitu Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Rakyat pun awalnya meradang hingga menghujat para terpidana tersebut.
Namun, adanya campur tangan tuhan, kata Susno, yang membuat kasus ini justru membongkar kebenaran yang sesungguhnya.
“Dirasa ini enggak akan terungkap ya, dengan adanya film (Vina: Sebelum 7 Hari) itu rakyat bangkit ternyata terungkap kan? Di situ lah tangan tuhan bekerja dari semua agama.”
“Orang menghujat yang di dalam (para terpidana di penjara) dan (minta polisi) mencari DPO. Ternyata tuhan membalikkan, “eh film kamu hanya dibuat untuk membuka, trigger ternyata tangan tuhan yang bekerja,” ucap Susno.
Balas kritikan
Susno membalas kritikan terhadapnya yang kerap ‘menyerang’ pihak kepolisian.
Eks Kabareskrim periode 2008-2009 tersebut dinilai sejumlah pihak tak membela polisi.
Namun, ia memiliki pandangan sendiri terhadap caranya membela polisi.
Susno membela dengan tidak menutup-nutupi kesalahan Polri.
“Saya bilang polisi itu rusak oleh oknum-oknum polisi di dalam yang melindungi kesalahan dan termasuk oleh orang luar yang memuja-muja polisi yang dikatakan tidak bersalah padahal bersalah, ini adalah orang yang akan menjerumuskan polisi. Pil itu kan enggak ada yang manis kan, apalagi pil malaria,” ujarnya.
Ia berharap agar peninjauan kembali (PK) para terpidana segera dikabulkan hakim.
Pasalnya, keputusan itu memberi harapan kepada masyarakat Indonesia bahwa rasa keadilan di Indonesia masih ada.
“Terbukti dengan hakim praperadilan Eman Sulaeman. Orang mengatakan ternyata rasa keadilan masih berlaku di Pengadilan Negeri Bandung dengan Hakim Eman Sulaeman. Kita ingin menunggu bahwa keadilan di Indonesia masih ada lahir di Pengadilan Negeri Cirebon oleh Hakim Agung yang mulia di Jakarta,” pungkasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya