Informasi Terpercaya Masa Kini

Reaksi Vonis Bebas Ronald Tannur: Kejagung Sentil Keras,DPR Gaungkan Desakan,KY Usut Hakim

0 24

TRIBUNNEWS.COM – Beragam kritikan mengiringi vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa penganiayaan hingga tewas terhadap Dini Sera Afrianti, perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat. 

Ronald Tannur sebelumnya dituntut 12 tahun pidana penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengatakan, tidak ada bukti yang meyakinkan terkait perbuatan Ronald Tannur terhadap Dini.

“Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa,” kata Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik, Rabu (24/7/2024). 

Dalam vonisnya, hakim juga menganggap Ronald masih melakukan upaya pertolongan terhadap Dini di masa-masa kritis.

Hal itu berdasarkan tindakan terdakwa yang masih membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan.

Selain itu, hakim menganggap tewasnya Dini bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, tetapi karena dampak dari korban yang mengonsumsi minuman keras (miras) saat berkaraoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.

Miras itu, kata hakim, mengakibatkan munculnya penyakit tertentu sehingga korban tewas.

“Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini,” kata Erintuah.

Berikut ragam reaksi atas vonis bebas Ronald Tannur yang dirangkum Tribunnews.com: 

1. Kejagung

Baca juga: Fraksi PKB DPR Angkat Bicara Atas Vonis Bebas Gregorius Ronald Tannur Terkait Kasus Pembunuhan DSA

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyentil keras soal vonis bebas Ronald Tannur. 

Menurut Kejagung, hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. 

Kejagung pun memastikan, JPU akan melakukan kasasi terhadap putusan tersebut. 

“Kita akan mengambil langkah hukum kasasi karena hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kamis (25/7/2024) dikutip dari Kompas.com. 

Hakim juga dinilai tidak benar-benar mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh JPU. 

“Pertimbangan hakim yang didasarkan hanya pada tidak ada saksi sangat tidak beralasan karena hakim tidak secara utuh mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh JPU misalnya bukti CCTV,” ungkapnya. 

2. Komisi III DPR Desak KY Periksa Hakim

Komisi Yudisial (KY) diminta memeriksa hakim PN Surabaya, yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menduga dan merasa curiga bahwa adanya proses hukum yang tidak benar. 

Mengingat, vonis hakim dengan tuntutan jaksa sangat berbanding jauh.

“Saya minta Komisi Yudisial periksa semua hakim yang menangani perkara tersebut. Karena para hakim dengan jelas menampilkan sebuah kecacatan hukum kepada masyarakat,” kata Sahroni dalam keterangannya Kamis (25/7/2024).

“Dan Kejagung juga harus langsung ajukan banding terkait vonis bebas tersebut, jangan sampai tidak. Kalau dibiarkan begini, seluruh masyarakat Indonesia pasti kecewa dengan proses hukum kita,” lanjutnya. 

Sebagai pimpinan Komisi III DPR yang membidangi Hukum dan HAM, Sahroni merasa sangat malu dengan putusan tersebut.

Ia mengatakan, vonis tersebut membuat rusak penegakan hukum di tanah air.

“Kasus ini kan bukti-buktinya sudah jelas, rekamannya ada, korban sampai meninggal, masa iya pelakunya bebas? Ngaco aja, jauh sekali dari tuntutan jaksa. Jadi teruntuk hakim yang menangani kasus ini, Anda sakit dan memalukan,” tandasnya.

Baca juga: Ronald Tannur Anak Anggota DPR Divonis Bebas, Surya Paloh: Prosedur Hukum tidak Boleh Ada Hambatan

3. KY Bakal Usut Majelis Hakim 

Menanggapi putusan ini, KY bakal menggunakan hak inisiatifnya untuk memeriksa majelis hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur.

Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyatakan langkah itu diambil karena vonis bebas terhadap Ronald Tannur menyisakan tanda tanya dan kontroversi di masyarakat. 

“KY memahami apabila akhirnya timbul gejolak karena dinilai mencederai keadilan.”

“Namun karena tidak ada laporan ke KY sedangkan putusan ini menimbulkan perhatian publik, maka KY menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut,” kata Mukti, Kamis (25/7/2024).

Mukti menegaskan, langkah yang diambil KY ini bukan untuk menilai benar atu tidaknya vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim.

Namun, KY punya wewenang untuk menurunkan tim investigasi, serta mendalami putusan tersebut guna melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

“KY juga mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika ada bukti-bukti pendukung agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku,” kata Mukti.

(Tribunnews.com/Milani Resti/Ibriza Fasti) (Kompas.com) 

Leave a comment