Informasi Terpercaya Masa Kini

Akhir Nasib Siswi SMAN 8 Medan usai Kepsek yang Ngotot Kini Mengalah dengan Syarat,Dibela Ombudsman

0 24

SURYA.co.id – Beginilah akhir nasib siswi SMAN 8 Medan usai kepala sekolah (kepsek) yang sempat ngotot tak menaikkan kelas dirinya, kini mengalah dengan syarat. 

Diketahui, kepsek SMA Negeri 8 Medan, Sumatera Utara (Sumut), Rosmaida Purba, akhirnya mengalah.

Ia bersedia menaikkan siswi bernama MSF. Namun, ia memberikan syarat, yakni MSF tidak dapat bantuan SPP. 

Keputusan Rosmaida lantas menuai sorotan dari Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Utara.

Baca juga: Selain Honor Paskibraka Nasional 2024, Raihan Siswa SMA Jawa Timur Akan Dapat Hadiah dari Sini

Menurut Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut James Marihot, keputusan Kepsek SMAN 8 Medan itu sudah tepat.

Namun, pihaknya mempertanyakan kenaikan bersyarat yang dimaksud.

“Kami kemarin langsung lihat, MSF sudah naik kelas XII.”

“Anak SMA Negeri 8 yang kemarin tinggal, naik kelas ke kelas XII, cuma naik kelas siswi tersebut, dengan catatan naik kelas bersyarat,” ujar James, Selasa (16/7/2024), dikutip dari Tribun Medan.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan pihak SMAN 8 Medan untuk tidak melakukan bully terhadap MSF. 

James mengungkapkan pihak Ombudsman Sumut, akan terus melakukan pemantauan terhadap SMAN 8 Medan, terutama Rosmaida Asianna Purba, agar tidak terjadi intervensi.

“Kami minta jangan sampai ada pembully-an terhadap siswa yang naik kelas itu terutama kepada MSF. Pasca kenaikan kelas ini,” katanya.

Baca juga: Ingat Kepsek SMA Negeri 8 Medan yang Ngotot Tak Naikkan Kelas Siswinya? Kini Ngalah Tapi Bersyarat

James juga mengingatkan kepada guru untuk mencegah bully dan intervensi dari pihak mana pun, terhadap MSF.

Apa lagi, gadis itu masih anak di bawah umur.

Karena, MSF harus diberikan perlindungan.

“Kalau ada tekanan dari teman bahkan guru akan kita pantau dan kepala sekolah dan guru harus hadir (cegah bully),” pungkasnya.

Sebelumnya, Rosmaida ngotot tak menaikkan kelas siswinya berinisial MSF.

Rosmaida Purba menyebut, keputusan itu diambil usai mereka melakukan rapat.

Adapun surat penolakan dari Kepsek Rosmaida Purba kepada Kadis Pendidikan Haris Lubis itu bernomor 420/337/SMAN 8/VI/2024. Surat itu tertanggal 26 Juni 2024.

“SMA Negeri 8 Medan tidak dapat melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan yang sudah dilaksanakan,” demikian isi suratnya, melansir dari Tribun Medan.

Lebih lanjut, Rosmaida Purba menegaskan, keputusan yang diambil mereka tidak ada kaitannya dengan orang tua siswi, MS yang melaporkan dirinya ke polisi dalam dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 8 Medan.

Keputusan itu disebut Kepsek Rosmaida Purba sudah sesuai dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2016.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumatera Utara Abdul Haris Lubis menyebut, Rosmaida enggan mengindahkan arahannya untuk meninjau ulang keputusannya.

“Kami sudah menyurati dan memanggil Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Negeri 8 Medan, Rosmaida Asianna Purba, untuk meninjau ulang dan mengevaluasi keputusan terhadap siswi berinsial MSF yang viral karena tinggal kelas.”

“Tapi saya tidak tahu apa dalam pikirannya, berkeras dalam putusan itu,” ujar Haris, dikutip Sabtu (29/6/2024).

Haris menuturkan, Disdik Sumut akan tetap mengungkapkan fakta-fakta baru atas kelalaian dari Rosmaida dan SMAN 8 Medan.

“Tidak apa-apa (dia berkeras) kita akan tindaklanjuti lagi sampai melihat fakta-fakta yang lebih jauh. Untuk kita berikan laporan (keputusan yang baru),”kata Haris.

Haris mengungkapkan bahwa di SMAN 8 Medan menerapkan dua kurikulum merdeka belajar dan Permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

“Artinya hari ini merdeka belajar hampir tidak ada tinggal kelas. Permendikbud nomor 16 tahun 2016 itu, menyatakan kriteria kenaikan kelas ditentukan sekolah.”

“Tapi, itu disosialisasikan pada awal tahun ajaran. Semua harus tahu, siswa, orang tua dan guru-guru. Contoh berapa banyak tidak masuk sekolah, akan tinggal kelas, itu harus tahu dia semua, ini kan tidak,” jelas Haris.

Haris menjelaskan kelalaian dilakukan SMAN 8 Medan minimnya pembinaan terhadap siswa-siswi yang banyak absen atau tidak masuk sekolah. Sehingga atas dasar itu, kata dia, harus dilakukan evaluasi dan ditinjau ulang keputusan itu.

“Itu ketahui kelalaian dan pembinaan hampir tidak ada. Itu kelalaian kita, kalau itu kelalaian jangan malu untuk mengevaluasi. Itu opini saya bangun sesuai dengan fakta di lapangan.”

“Saya minta evaluasi lah itu. biar redah (permasalahan ini), karena kelalaian kita banyak tapi dia berkeras. Kita akan periksa lebih jauh,” ucap Haris.

Kemudian, Haris membeberkan kelalaian yang lain dilakukan Rosmaida.

Dimana menggelar rapat dewan guru terhadap keputusan peserta didik naik kelas atau tidak, tanpa peraturan ketentuan ditetapkan, contoh jumlah guru yang mengikuti rapat tersebut.

“Dalam rapat dewan guru itu, harus ada jumlahnya. Tapi, ini tidak sesuai, sudah diambil keputusannya. Itu tidak diteken semua sama guru. Itu kita temukan, kami periksa banyak kelalaian dalam keputusan itu,” ucap Haris.

Haris mengaku sudah memanggil Rosmaida menghadap memberikan masukan dan solusi, untuk mengevaluasi dan ditinjau kembali keputusan itu. Agar permasalahan selesai dan tidak berlarut-larut lama.

“Secara lisan saya ngomong sama dia, sudah ibu mohon untuk kali ini, ibu mengalah pada diri ibu, agar dapat diselesaikan secara cepat. Turuti sesuai dengan surat saya, untuk dapat dievaluasi dan mengalah untuk kebaikan semua hal,” pungkasnya.

Namun, Rosmaida Purba tetap ngotot dengan sikapnya.

Oleh karena itu, Dinas Pendidikan Sumut telah membentuk tim untuk memeriksa dan mendalami kasus ini. Disdik akan memanggil guru-guru yang ada dalam rapat penentuan tinggal kelas itu.

Diberitakan sebelumnya, MSF, siswi sekolah menengah atas negeri (SMAN) 8 Medan, Sumatera Utara, harus menerima kenyataan bahwa dirinya tidak naik kelas.

MSF tidak naik kelas diduga buntut aduan orang tuanya ke polisi mengenai dugaan pungutan liar (pungli) dan korupsi yang dilakukan kepala sekolah (kepsek).

Laporan itu juga dibuktikan dengan balasan dari Polda Sumut lewat dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Perkembangan Dumas yang terbit pada 5 April 2024 lalu. 

“Ya, saya melaporkan kepala sekolah ini. Karena peraturan menteri dan pemerintah dilanggar. Sebelumnya saya sudah melaporkan ke dinas, tapi tindakan itu tidak ada.”

“Dan karena perbuatannya melanggar hukum, maka saya laporkanlah ke Polda atas dugaan korupsi dan pungutan liar.”

“Peraturan menteri pasal 3 ayat 1 a dan ayat 2, itu mengatakan Kepala Sekolah harus membuat dulu RAPPS baru berhak mengutip uang SPP. Ternyata tidak ada.”

“Karena saya gak mau berdamai sama dia, jadi dugaan kami karena hal itu dibuatnya anak saya tinggal kelas, tapi alasannya karena banyak absen,” ujar Choky Indra, ayah MSF.

Padahal, MSF kerap mendapatkan nilai bagus.

Kepada Tribun Medan (grup SURYA.CO.ID), nilai MSF pun melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). 

Seperti di mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Prakarya contohnya, siswi tersebut mendapat nilai A.

Sayangnya, di rapor tertulis jelas jika MSF tinggal di kelas XI alias tidak naik kelas.

Dengan catatan dari wali kelas untuk meningkatkan prestasi dan mengurangi absennya.

MSF mengaku dirinya sudah 3 kali dipanggil kepala sekolah menanyakan perihal bapaknya.

“Dua minggu lalu saya ditanya lagi, kayak mana saya bisa menolong kamu?”

“Karena masalah absensi saya, sedangkan absensi kehadiran itu 75 persen dari Kemendikbud, dan tak hadir kan 25 persen. Tapi absensi saya masih 10 persen. Tapi saya malah ditinggal kelaskan,” kata MSF.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment