Mengapa OJK Bakal Batasi Pengguna Paylater dengan Umur Minimal 18 Tahun dan Gaji Rp 3 Juta?
JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan pengaturan baru terkait skema Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater. Salah satu poin utama dari aturan ini adalah pembatasan penggunaan layanan paylater untuk konsumen yang berusia minimal 18 tahun dan memiliki penghasilan bulanan minimal Rp 3 juta.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya OJK untuk melindungi konsumen dari potensi jebakan hutang (debt trap) yang dapat terjadi akibat penggunaan layanan keuangan tanpa pemahaman yang cukup.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi menjelaskan bahwa aturan baru ini bertujuan untuk memperkuat pelindungan konsumen serta memastikan perkembangan yang sehat bagi industri perusahaan pembiayaan.
“Pengaturan ini mencakup, antara lain, bahwa pembiayaan paylater hanya akan diberikan kepada nasabah yang memenuhi syarat usia minimal 18 tahun atau telah menikah, serta memiliki pendapatan minimal Rp 3 juta per bulan,” ujar Ismail dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/1/2025).
Baca juga: OJK Siapkan Aturan Baru Paylater: Pengguna Minimal 18 Tahun, Gaji Rp 3 Juta
Ismail menyebutkan, tujuan utama dari pembatasan ini adalah untuk mencegah terjadinya debt trap di kalangan pengguna layanan paylater. Semakin banyaknya konsumen, terutama yang memiliki literasi keuangan rendah, yang menggunakan fasilitas paylater tanpa memahami dampaknya, memicu OJK untuk menetapkan aturan ini.
Ketika konsumen tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang cara mengelola utang, mereka berisiko terjebak dalam utang yang terus menumpuk, yang pada akhirnya berpengaruh pada stabilitas finansial pribadi.
“Pengguna yang tidak dapat mengelola keuangan dengan bijak, terutama yang belum memiliki penghasilan tetap atau cukup, berisiko besar mengalami kesulitan finansial karena penggunaan paylater yang tidak terkendali,” jelas Ismail.
Baca juga: Tren Penggunaan Pinjaman Online dan Paylater Meningkat, Gen Z Perlu Strategi Keuangan Tepat
Selanjutnya, alasan lain di balik penerapan aturan ini adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan sebagian besar masyarakat, terutama generasi muda yang menjadi pengguna utama layanan paylater.
Menurut OJK, tanpa pemahaman yang cukup, mereka rentan terjebak dalam penggunaan kredit yang berlebihan.
OJK juga terus berupaya mengedukasi masyarakat tentang cara mengelola keuangan pribadi yang sehat.
Ismail menekankan pentingnya literasi keuangan sebagai bagian dari perlindungan konsumen, yang nantinya akan berperan dalam menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan secara keseluruhan.
Baca juga: Kala Utang Paylater Terus Melonjak dengan Kualitas Kredit Memburuk…
Syarat Pengguna Baru Paylater dan Pembaruan Pembiayaan
Dalam encana aturan baru OJK disebutkan, bagi pengguna baru, pengaturan ini mewajibkan agar mereka memenuhi kriteria usia dan penghasilan yang ditetapkan.
Aturan ini juga akan berlaku pada perpanjangan pembiayaan paylater, dengan batas waktu pemberlakuan aturan tersebut hingga 1 Januari 2027.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan pembiayaan diharapkan dapat lebih selektif dalam menilai kelayakan calon pengguna, guna mengurangi risiko kredit bermasalah.
Selain itu, OJK mewajibkan perusahaan pembiayaan untuk menyampaikan notifikasi kepada nasabah tentang pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan fasilitas paylater.
Notifikasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih tentang penggunaan produk keuangan yang bijak dan sesuai kemampuan finansial masing-masing.
Pertumbuhan Paylater dan Peningkatan Risiko NPF
Sebagai informai, hingga Oktober 2024, total nilai outstanding pembiayaan paylater di Indonesia tercatat mencapai Rp 8,41 triliun, sebuah angka yang melesat 63,89 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan pesat ini, meski menguntungkan industri pembiayaan, juga disertai dengan peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF).
Pada September 2024, rasio NPF paylater tercatat sebesar 2,60 persen, namun meningkat menjadi 2,76 persen pada Oktober 2024.
Angka ini menjadi perhatian, mengingat risiko kredit bermasalah dapat berdampak buruk pada stabilitas industri dan perekonomian.
OJK juga memberikan ruang untuk meninjau kembali kebijakan ini seiring dengan kondisi ekonomi, stabilitas sistem keuangan, dan perkembangan industri paylater.
Peninjauan tersebut diharapkan dapat menyesuaikan pengaturan agar tetap relevan dengan kondisi yang ada, sekaligus mengutamakan perlindungan konsumen.
Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap dapat mengurangi risiko keuangan bagi masyarakat, terutama dalam hal penggunaan produk paylater yang semakin populer di kalangan konsumen Indonesia.
(Tim Redaksi: Agustinus Rangga Respati, Sakina Rakhma Diah Setiawan)