Ada Kekhawatiran Efek Kemenangan HTS di Suriah akan Berimbas ke Indonesia
Sejumlah negara Barat melihat HTS, Hayat Tahrir al-Sham, mengkategorikan kelompok yang kini menjadi pemimpin Suriah sebagai teroris.
Lantas bagaimana Indonesia melihat kelompok pemberontak yang menjatuhkan rezim keluarga Al-Assad?
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mengungkapkan sikap Indonesia terhadap rezim baru di Suriah tersebut.
Kepala BNPT Komjen Pol Eddy Hartono mengatakan Indonesia masih menerapkan sikap menunggu dan melihat perkembangan dinamika di negara tersebut.
“Bahwa perkembangan geopolitik di Suriah ini kami sudah melakukan beberapa kali rapat koordinasi dengan kementerian lembaga, dalam hal ini Kemlu. Kami terus melakukan komunikasi, bahkan kami juga komunikasi dengan duta besar Indonesia di Damaskus, terkait apa yang dilakukan. Jadi kami sampai saat ini masih terus wait and see lah, menunggu ya,” ujarnya dalam acara pernyataan pers akhir tahun BNPT di Hotel Aryaduta, Jakpus, Senin (23/12).
Selama prosesnya, Eddy mengatakan dari BNPT akan terus berupaya memonitor dan melakukan pencegahan, terutama di ruang siber agar paham-paham yang tak sesuai dengan NKRI masuk ke tanah air.
“Sehingga ini diharapkan dapat mereduksi ataupun berkembangnya paham-paham radikal terorisme, apalagi tentang pahamnya ke luar negeri tadi ya. Jadi tetap, kita menunggu dan melihat dan kami berharap ini tetap dilakukan dengan cara-cara damai dan kondusif ya” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kelompok Ahli Bidang Kerja Sama Internasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Damarsyah Djumala, mengatakan sikap Indonesia kepada HTS ini didasari pada 3 faktor.
Pertama adalah apakah pemerintah Suriah sekarang, dalam hal ini HTS, dapat melakukan rehabilitasi kemanusiaan dengan baik.
“Itu menjadi patokan kita untuk menilai, tindakan rehabilitasi kemanusiaan. Apakah pemenang konflik ini yaitu HTS menangani masalah kemanusiaan dengan baik. Yang kedua adalah Ini yang paling penting, yaitu konstelasi geopolitik. Konstelasi geopolitik di dalam negeri Suriah Masih sangat fluid Dalam arti who is getting what still unclear, masih belum jelas,” jelasnya.
Faktor yang ketiga adalah apakah kelompok pemenang ini akan menjamin transisi pemerintahan yang inklusif atau tidak dari berbagai faksi yang terlibat dalam konflik tersebut.
“Oleh karena itulah kita sedang menunggu karena situasi masih cair Inklusivitas dari pihak-pihak yang berdikari dalam satu pemerintahan transisi masih belum terlihat,” tuturnya.
Kendati demikian, Djumala meminta pemerintah Indonesia untuk juga waspada. Sebab, katanya, berkaca pada kemenangan Taliban di Afghanistan, bukan tak mungkin arus balik terorisme ini bisa terjadi di Indonesia.
“Karena diketahui bahwa beberapa teroris dari beberapa negara sudah kembali ke tanah airnya dan ada kecenderungan untuk balik kembali semacam ada euphoria seperti yang terjadi di Afghanistan ketika Taliban berhasil mengusir Amerika. Nah, euforia semacam ini juga terjadi di Suriah,” tutupnya.