Informasi Terpercaya Masa Kini

Politikus PDI-P Sebut jika Partainya Berkoalisi dengan Gerindra maka Rakyat yang Menang

0 49

JAKARTA, KOMPAS.TV – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Deddy Sitorus menilai jika PDI-P berkoalisi dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta, maka rakyat yang akan menang.

Pernyataan Deddy tersebut ia sampaikan menanggapi analisis analis politik Ray Rangkuti, yang memrediksi PDI-P akan berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta 2024.

“Kalau PDI-P bergabung dengan Gerindra, yang untung bukan PDI Perjuangan, yang untung rakyat. Jadi artinya apa? Kita bisa mencari pemimpin yang terbaik,” tuturnya dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (17/7/2024).

“Selama ini kan semua dibingungkan di Jakarta ini karena apa? Karena ada yang lebih kuat dari partai politik untuk mengatur skenario politik pemilukada, kan begitu,” tambahnya.

Baca Juga: Sayangkan Langkah Golkar, PDI-P Siapkan Cagub untuk Lawan Bobby di Pilgub Sumut

Ia menjelaskan, tipikal pemilih di Jakarta adalah pemlih rasional, sehingga mereka pasti menginginkan figur pemimpin yang punya rekam jejak dan pengalaman mengurus kota sebesar dan sekompleks Jakarta.

“Apalagi dengan UU Aglomerasi itu, tidak lagi hanya Jakarta ini, Jabodetabek sampai Sukbumi sudah digabung ke Jakarta. Jadi tentu figur yang diharapkan itu figur yang dianggap kapabel untuk itu.”

“Menyangkut soal Pak Ahok. Jangan lupa bahwa Pak Ahok itu dulu dari pak Prabowo. Apakah luka-luka politik lama ini kembali disembuhkan demi rakyat? Kita lihat Pak Prabowo dan Pak Jokowi bisa bergabung,” tambahnya.

Ia menegaskan segala sesuatu mungkin terjadi dalam politik, terlebih untuk urusan kemaslahatan bersama.

“Everything is possible in politics, begitu lho, apalagi kalau untuk kemaslahatan bersama. Tetapi itu nantilah kita diskusi karena masing-masing masih jauh.”

Mengenai hasil survei Litbang Kompas yang menyebut bahwa Ahok effect cuma satu persen di bawah Prabowo effect, atau lebih tinggi daripada Jokowi effect, Deddy menyebut pihakya tidak reaktif.

“Kita kan nggak reaktif ya, semua kan ada prosesnya. Tapi tentu informasi baru dari survei Litbang Kompas ini kan tentu menjadi pemicu untuk diskursus yang baru,” kata dia.

“Kalau selama ini diskusi berputar di seputarnya Kaesang, dengan tanda-tanda bahwa Kaesang tidak akan di Jakarta, ini kan artinya partai-patai harus mulai memikirkan ulang, menata ulang, siapa calon yang paling cocok untuk mengurus Jakarta.”

Jika nantinya PDI-P dan Gerindra merasa satu frekuensi, lanjut Deddy, maka tidak menutup kemungkinan untuk mereka berkoalisi.

Baca Juga: Nilai KIM Prioritaskan Pencalonan di Pilkada Jakarta, Pengamat: Kaesang Lebih Baik Maju di Jateng

“Kalau frekuensinya sama antara PDI-P dan Gerindra, why not. Kedua partai punya kader-kader yang mumpuni,” ucapnya.

“Kemudian ada partai lain misalnya Golkar dan sebagainya juga, PKB juga punya, PKS juga punya, ini kan menarik sebagai menu bagi rakyat Jakarta untuk memilih calon-calon yang among the best.

Meskipun misalnya kemudian PDI-P dan Gerindra tidak bersatu dalam koalisi, partai politik yang ada akan tetap mengusung calon terbaik.

“Jadi walaupun bersatu atau tidak, baik PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, akan mencari calon yang paling baik untuk rakyat Jakarta, saya kira di sana. Kalau masiha ada faktor Kaesang, diskusinya akan menjadi lebih sulit.”

Dalam kesempatan itu, ia juga menegaskan bahwa lebih tingginya Prabowo effect dibandingkan Jokowi effect merupakan sesuatu yang alamiah.

“Pertama, soal efek Pak Jokowi yang kalah dibanding Pak Prabowo, memang itu sesuatu yang sangat alamiah.”

“Karena apa? Pak Jokowi akan segera menjadi sejarah sebagai presiden, sudah selesai. Setiap orang ada masanya, ini eranya Pak Prabowo,” ujar dia.

Leave a comment