Media Israel: Situasi di Utara Tak Lagi Bisa Dikendalikan,Tak Ada Peluang Memukul Mundur Hizbullah
Media Israel: Situasi di Utara Tak Lagi Bisa Dikendalikan, Tak Ada Peluang Memukul Mundur Hizbullah
TRIBUNNEWS.COM – Situasi di wilayah utara Israel kini berstatus “tidak lagi dapat dikendalikan” oleh pemerintah dan pasukan pendudukan Israel (IDF) atas konfrontais melawan gerakan Hizbullah Lebanon.
Laporan itu dilansir media Channel 14 Israel yang menyoroti kalau sekitar 7.000 roket telah jatuh dan meledak di pemukiman Israel di wilayah utara Palestina yang diduduki.
Serangan roket itu masih juga ditambah oleh serangan ratusan rudal anti-tank dan drone.
Baca juga: Rentetan Roket Sasar Sderot, Media Israel: Hamas Punya Rudal Jarak Jauh yang Jangkau Tel Aviv
Hallel Biton Rosen, koresponden urusan militer Channel 14, menyatakan kalau situasi di Utara secara sederhana cuma berisi “perang”, tanpa disebutkan detail status atau tanpa pernyataan resmi.
Rosen menyatakan, tidak ada prospek bagi warga Israel untuk kembali ke permukiman di utara, memulihkan sistem pertahanan dan pencegahan Israel, atau mendorong Hizbullah menjauh dari perbatasan atau melucuti senjatanya.
Rosen menekankan kalau rencana Israel saat ini mengenai penetapan garis merah hanyalah “pembicaraan kosong” mengingat perkembangan situasi saat ini yang makin liar.
Hal ini terjadi setelah Hizbullah menghantam pemukiman Sa’ar Israel dan Gesher HaZiv di wilayah utara Palestina yang diduduki dengan puluhan roket jenis Grad pada Rabu (17/7/2024) dini hari.
Baca juga: Media Israel: IDF Gempur Hizbullah pada Paruh Kedua Juli, Saudi Minta Warganya Tinggalkan Lebanon
Kelompok Perlawanan Lebanon mengatakan operasi tersebut dilakukan untuk mendukung rakyat Palestina dan Perlawanan mereka yang berani dan sebagai respons terhadap pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh pendudukan Israel di desa Umm al-Tout di Lebanon selatan, yang menewaskan tiga anak, pada hari Selasa.
Media Israel melaporkan serangan tersebut, mencatat kalau ini adalah kedua kalinya pada malam yang sama Hizbullah meluncurkan rentetan roket ke arah Utara setelah kelompok Perlawanan Lebanon tersebut melakukan empat serangan sebelumnya sebagai balasan terhadap serangan Israel di desa-desa di Lebanon selatan.
Media Israel menggambarkan suasana “keresahan” di seluruh permukiman di utara, dengan sirene yang terdengar “tidak biasa” di Nahariya dan permukiman sekitarnya sejak pukul 02.32.
Sebelumnya pada Rabu, Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah menekankan dalam pidatonya dalam rangka memperingati 10 Muharram, peringatan Asyura, kalau milisi Perlawanan Lebanon tidak akan menghentikan operasi di front Lebanon selama agresi Israel di Gaza terus berlanjut.
Nasrallah menekankan kalau untuk pertama kalinya, pendudukan Israel mengakui kekurangan tank karena kerusakan yang terjadi di medan perang di Gaza dan Utara.
Pemimpin Perlawanan Lebanon tersebut mengancam pendudukan dengan mengatakan, “Jika tank [Israel] Anda datang ke Lebanon dan Lebanon Selatan, Anda tidak akan kekurangan tank, karena Anda tidak akan lagi memiliki tank yang tersisa.”
Ia juga memperingatkan bahwa jika Israel terus menargetkan warga sipil, Perlawanan akan meluncurkan roket dan menargetkan permukiman baru yang belum pernah dijadikan sasaran sebelumnya.
Israel Salah Perhitungan
Selain pertukaran rudal dan serangan udara di medan tempur, Israel mulai mengintensifkan pembunuhan terhadap para pemimpin Hizbullah Lebanon, khususnya di level komandan garis depan.
Namun patut diketahui, pembunuhan ini merupakan bagian dari konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak, bukan sekadar reaksi terhadap peristiwa pasca Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober.
Pada Selasa (9/7/2024) lalu, serangan drone Israel membunuh mantan pengawal pribadi pemimpin Hizbullah, Hasan Nasrallah.
Menurut identifikasi Hizbullah, mantan pengawal pemimpin Hizbullah yang meninggal adalah Yasser Nemr Qranbish.
Qranbish sebagian besar aktif di Suriah selama beberapa tahun terakhir dan terlibat dalam pengiriman senjata untuk Hizbullah.
Para pendukung Hizbullah berduka atas kematiannya di media sosial, menyebutnya sebagai “perisai” pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.
Sebelumnya, Komandan senior Hizbullah bernama Taleb Abdallah juga tewas dalam serangan udara Israel pada 11 Juni 2024.
Taleb adalah anggota senior yang memainkan peran penting dalam operasi militer dan logistik kelompok tersebut, terutama di wilayah Beqaa Valley (Lembah Bekaa) yang menjadi basis utama Hizbullah di Lebanon.
Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan lewat serangan udara, bukan lewat pertempuran sengit ataupun ala-ala Film Holywood.
Eliminasi komandan Hizbullah sering dianggap Tel Aviv sebagai pencapaian yang signifikan dalam negara pendudukan. Namun, ‘keberhasilan’ semacam ini lebih berfungsi sebagai kabar gembira bagi publik Israel, bukan kemenangan strategis mereka,” kata jurnalis Lebanon, Khalil Nasrallah, dikutip dari Cradle.
Ia menambahkan, komandan garis depan tetap menjadi sasaran rentan meskipun ada tindakan pengamanan yang ketat. Hanya, kematian mereka tidak berarti kemenangan yang signifikan, melainkan sebuah manuver taktis dalam lingkup perang yang lebih luas.
Selain itu, bentrokan keamanan menjadi lebih mudah terjadi selama perang militer bagi kedua belah pihak dan bukan hanya oleh tentara pendudukan saja.
Tujuan Israel di balik pembunuhan
Tujuan utama dari pembunuhan ini lebih dari sekadar penyelesaian masalah. Para pejabat Israel kini mulai memperdebatkan keefektifan penargetan para pemimpin Hizbullah.
“Mereka mulai menyadari bahwa kelompok perlawanan seperti Hamas dan Hzibullah beroperasi sebagai sebuah sistem bukan sekumpulan individu,” katanya.
Amit Saar, mantan kepala unit penelitian intelijen militer Israel, menekankan hal ini, dan mencatat bahwa pembunuhan yang ditargetkan tidak akan mengubah arah gerakan perlawanan.
Pembunuhan Sekjen Hizbullah (sebelum Sayyid Hassan Nasrallah) Abbas al-Moussawi, tidak mengubah arah Hizbullah di Lebanon, dan ada orang-orang di belakangnya, dan mengkhiri konfrontasi. Pun demikian di Palestina.
“Meskipun demikian, pihak Israel melakukan pembunuhan ini karena beberapa alasan, yang paling utama adalah dampak psikologis, meningkatkan moral militer dan masyarakat Israel. Alasan lainnya adalah kompetisi internal, yang menunjukkan prestasi dalam institusi.”
Salah kalkulasi
Bertentangan dengan narasi Israel, kelompok perlawanan, baik di Lebanon atau Gaza, belum terkena dampak signifikan dari pembunuhan tersebut.
Sebaliknya, peristiwa-peristiwa ini justru mendorong perlawanan untuk meningkatkan kemampuan pengintaiannya.
Banyak dari keberhasilan Hizbullah baru-baru ini berasal dari informasi intelijen yang dikumpulkan setelah tanggal 7 Oktober, yang menunjukkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan merespons secara efektif.
Pernyataan publik sejalan dengan penilaian di balik layar, yang mengungkapkan bahwa pembunuhan beberapa komandan lapangan tidak menghalangi perlawanan.
Sebaliknya, kerugian ini menjadi katalisator bagi perkembangan operasi, khususnya dalam pengumpulan intelijen.
Mengumpulkan informasi intelijen di titik-titik dan markas baru memerlukan upaya keamanan yang ekstensif. Menurut beberapa laporan, pekerjaan intelijen inilah yang paling menyusahkan pihak keamanan Israel, karena berdampak langsung pada operasi darat.
Meskipun orang Israel mungkin melihat pembunuhan yang ditargetkan sebagai sebuah pencapaian, hal ini sering kali hanya merupakan poin taktis dalam konflik yang sedang berlangsung.
“Sementara itu, di sisi lain, kelompok perlawanan memperkuat kemampuan intelijen dan keamanannya, mempertahankan bank-bank yang bergerak dan menjadi sasaran tetap,” ujar Khalil.
Pembalasan mematikan Hizbullah
Khalil juga mengungkapkan pandangannya terhadap reaksi Hizbullah atas pembunuhan Abu Naama, komandan unit Aziz yang beroperasi di sektor barat Lebanon selatan.
“Hizbullah memilih membalas dari sektor timur, khususnya dari wilayah unit Nasr, yang komandannya, Abu Thalib, juga dibunuh. Keputusan taktis ini dimaksudkan untuk menyampaikan beberapa pesan penting kepada musuh,” katanya.
Pertama, respons Hizbullah dari wilayah yang tidak terduga membuat tentara IDF kaget karena mereka mengantisipasi pembalasan dari wilayah yang dikuasai unit Aziz. Hal ini menyoroti kegagalan dalam memprediksi secara akurat reaksi kelompok perlawanan.
Kedua, dengan membalas dari wilayah unit Nasr, Hizbullah ingin menyampaikan bahwa pembunuhan Abu Thalib, yang diikuti dengan tindakan balasannya, tidak mengganggu operasinya. Jadi, pembunuhan Abu Naama juga tidak akan berdampak pada operasi perlawanan.
Pada hari Kamis kemarin, Hizbullah mengumumkan telah menargetkan beberapa lokasi IDF di Israel Utara, termasuk 2 markas IDF.
“Kami menargetkan dua bangunan yang digunakan oleh tentara musuh Israel di pemukiman Misgav Am dan Zar’it dengan senjata yang tepat dan menyerangnya secara langsung,” kata Hizbullah, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Hizbullah menggunakan roket Volcano untuk meledakkan 2 markas yang berisi sekumpulan IDF.
“Roket Volcano yang berat itu menargetkan sekumpulan tentara musuh Israel di sekitar barak Zar’it,” terang Hizbullah.
Tidak hanya itu, dalam waktu yang sama Hizbullah juga menargetkan 2 barak di pemukiman Shtula dengan rudal berpemandu yang tepat sasaran.
“Kami menargetkan dua bangunan yang digunakan oleh tentara musuh di pemukiman Shtula dengan rudal berpemandu dan menyerangnya secara langsung, menyebabkan kebakaran dan mengakibatkan jatuhnya korban di antara mereka yang berada di dalamnya,” jelas mereka.
Hizbullah menjelaskan serangan ini merupakan respons terhadap serangan musuh terhadap desa-desa selatan dan rumah-rumah yang aman, khususnya di Kota Jebbayn dan Ramyeh.
(oln/almydn/*)